Marshal Hadinata • 06

8.4K 1K 198
                                    

"Gue ini anak orang kaya, tau!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue ini anak orang kaya, tau!"

"Nggak keliatan tuh!"

Marshal menatap nyalang pada cewek berpakaian kaus polos biru itu. Celananya jeans selutut, tali tas selempang hitam tersampir di salah satu bahunya.

Ingin sekali Marshal memukul orang di depannya ini kalau saja dia bukan anak perempuan. Cewek itu hanya tidak tahu, kalau Marshal adalah salah satu dari keturunan Hadinata. Salah satu keluarga terkaya di negeri ini!

"Lagian, kalo lo kaya, pasti tadi nggak akan bilang kue ini mahal!" Cewek itu menunjuk kue cokelat pada kotak plastiknya. "Katanya kaya, tapi tiga ribu mahal."

Nadanya yang jelas mencibir itu membuat Marshal naik darah. Ia menggeram, mengambil dompet di saku celana warna khakinya. "Berapa semuanya?!"

Marshal tak melihat kalau cewek tadi menyunggingkan senyum, menunduk dan menghitung kue yang tersisa. "Yang harganya dua ribu tinggal lima, yang tiga ribu tujuh. Semuanya tiga puluh satu ribu."

"Oke. Nih!" Marshal mengambil selembar uang seratus ribuan dan memberikannya kepada si cewek menyebalkan.

"Gue nggak ada kembal–"

"Bawa aja sisanya! Duit gue banyak!"

Sekilas, cewek itu tertegun. Kemudian mengangkat bahu, tampaknya sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Tapi omongan gue tadi bener sih," ucapnya sambil membungkus kue-kue ke dalam kantung plastik. Posisinya duduk di salah satu bangku taman.

Tadinya, Marshal juga duduk di sana. Hanya saja, keputusan mengambil uang dengan dramatis itu yang membuatnya berdiri sampai sekarang.

"Lo nggak keliatan kayak orang kaya. Nama lo siapa? Bambang? Junaedi?"

"Marshal." Marshal bingung mengapa ia harus menjawab pertanyaan itu.

"Oke, Marshal. Nama gue Kayla, omong-omong. Lo nggak keliatan anak orang kayak karena pakaian lo. Kaus lo udah lusuh, terus celananya juga kotor gitu. Minimal bersih gitu lah, ini nggak."

Marshal menatap kaus abu-abu kesayangannya, dan menatap tak terima pada Kayla. "Ini kaus kesayangan gue."

"Tapi nggak dipake terus-terusan sampe kumal gitu juga kali." Kayla menyerahkan kantung plastik, yang disambut Marshal dengan entakan kasar.

"Rambut lo juga, aneh banget."

"Kenapa lagi?!"

Kayla menatap Marshal seakan menatap pemain antagonis di sebuah sinetron. Bagaimana tidak, cowok ini sangat mudah tersinggung.

"Aneh. Untuk ukuran laki-laki, rambut lo bisa dibilang panjang. Terus, nggak ada poni, semuanya disisir ke belakang. Emang di sekolah lo nggak ada razia?"

"Gue homeschooling." Marshal membalas datar.

"Oh, pantes."

"Pantes apa?" Marshal buru-buru menyambar.

"Rambut lo panjang. Kalo di sekolah umum, pasti udah dirazia, dipotong sama guru. Dan, lo seperti nggak bisa sosialisasi. Tadi aja gue perhatiin diem aja duduk di sini. Nggak ada temen ya?"

Kening Marshal mengerut. Ia duduk di samping Kayla, bersama kantung plastik berisi kue di tangan. Mungkin, akan ia bagikan saja ke orang-orang rumah nanti.

"Sekolah di SMP gitu seru ya?" tanya Marshal.

"Eh? Lo masih SMP? Gue juga. Lo kelas berapa?"

Marshal menyibakkan rambutnya yang tertiup angin. "Gue setingkat sama kelas tiga SMP."

"Sama dong." Kayla memastikan tutup kotak plastiknya tertutup rapat. "Seru. Banyak temennya. Terus, banyak jajanan enak di kantin. Kok lo homeschooling? Nggak SMP biasa aja?"

"Ini keputusan Papa." Marshal menunduk lesu.

"Oh. Tapi nanti kan SMA bisa."

Marshal hampir bangkit berdiri saat Kayla menepuk-nepuk lututnya. Itu adalah tindakan yang sangat asing baginya.

"Ya udah. Makasih ya, Marshal. Dimakan ya kuenya." Kayla berdiri, melambaikan tangan. "Ada tips dari gue, biar lo keliatan jadi anak orang kaya. Mau denger gak?"

Marshal tidak ikut beranjak dari duduknya. "Apa?"

"Potong rambut sana. Biar gantengan dikit."

Telinga Marshal terasa panas dan seketika memerah. "Kata kakak gue, gue udah ganteng kok."

Kini, giliran pipi Marshal yang memerah.

"Tapi gue yakin setelah potong rambut, lo bakal makin ganteng. Kayak artis Korea gitu, pake poni tapi jangan rata." Kayla melirik arloji putih di pergelangan tangan. "Udah sore. Dadah, Marshal. Lain kali kalo ketemu borong kue gue lagi ya!"

Marshal menatap kepergian Kayla dengan pandangan bingung. Haruskah ia menuruti saran cewek itu untuk memotong rambut?

Ia menyentuh rambutnya, memangnya orang lain menganggapnya aneh, ya?

Marshal yang kini berdiri di depan cermin tersenyum tipis, mengingat kejadian itu. Rambutnya kini tak seaneh dulu lagi. Ia baru menyadari setelah melihat album foto dan meringis sesekali.

Kayla selalu benar soal apa yang dikatakannya. Dia juga selalu mengenalkan hal baru padanya.

Namun sekarang tidak lagi.

Tidak ada Kayla, tidak ada hal baru pula pada kehidupan Marshal.

***

Leandro Jaskanendra, done. Now, I'll tell you about Marshal Hadinata.

Enjoy.

—Prince Kendic
Instagram & Twitter : @princekendic

Bad Boys Darling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang