Kemelut di Langit Senja • 29

2.4K 378 13
                                    

"Lo masih pakai baju yang sama dengan yang tadi pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo masih pakai baju yang sama dengan yang tadi pagi."

Tanpa perlu diberitahu pun, Marshal sudah paham. Tanpa malu, ia membuka kemasan telur gulung yang dibelinya. Dalam plastik, saus terpisah.

Seperti yang Leandro katakan, rasanya memang enak.

"Iya, gue bolos." Marshal menggigit telur gulungnya dan tersenyum. "Udah kerja sana."

Leandro mendengus, menumpuk piring bekas kentang goreng dan gelas teh di atas nampan. "Peraturan, dilarang membawa makanan dari luar."

Mendengar itu, Marshal berdecak. Segera, ia mengambil dompet dan berjalan menuju tempat pemesanan. Sudah bukan urusannya lagi, Leandro bergegas membuang wadah-wadah kertas itu ke tempat yang sudah disediakan dan membersihkan nampannya.

Marshal bisa saja ke tempat lain yang mungkin lebih baik dari salah satu ritel kafe milik keluarga Axel ini. Namun, entah mengapa dia ingin menginjakkan kaki di sini setelah membeli makanan berminyak ini.

Marshal juga bisa saja naik bus dengan tujuan acak. Ke mana saja, membiarkan tubuhnya ikut. Asal, tidak pulang ke rumah.

Ia saja merasa sangsi untuk menyebutnya rumah.

Tidak selalu tentang petak tanah dengan bangunan mewah, yang penting membuatnya betah. Marshal tidak menemukannya di kediaman orang tuanya. Walau segalanya memadai, bisa ia pergunakan kapan saja fasilitasnya, hatinya tetap tidak dapat dimenangkan.

Barangkali memang hanya Kayla yang bisa.

Suara sesuatu diletakkan di meja mengalihkan perhatian Marshal. Leandro sedang menata pesanan-pesanannya. Kentang goreng beserta sosis dan saus sebagai pelengkap, minuman asam yang dikombinasikan dengan sirup kiwi, lalu salad buah dengan setumpuk parutan keju.

Di antara mereka berempat, Marshal memang yang paling banyak makannya. Leandro dan Noah biasa saja, sedangkan Axel menjaga pola makannya guna mempertahankan tubuhnya yang ideal itu.

Baru saja meletakkan semua pesanan Marshal, Leandro menghadap ke arah pintu masuk begitu lonceng bergemerincing. Axel di sana. Tanpa satu kekasih di sampingnya.

"Kayla suka kentang."

Ucapan Marshal yang tiba-tiba membuat Leandro mengernyit. Saat itu pula, Axel mendekat dan menepuk-nepuk bahunya. "Bawain gue lemon tea dingin, cepet."

Bagaimana pun juga, Axel adalah 'atasannya'. Walau sempat memutar bola matanya, Leandro berlalu, diikuti pandangan dua siswi yang duduk di meja pojok.

Sudah bukan rahasia lagi kalau kafe ini memiliki pelayan yang penampilannya di atas rata-rata.

"Bolos lo," kata Axel tanpa tedeng aling-aling.

"Suka-suka gue." Nada bicara Marshal sontak naik. "Sirik."

Axel berdecak, melipat tangan di dada dan menyandarkan punggung rileks sampai kepalanya menengadah. Matanya menatap aksen lampu-lampu kecil yang memberikan kesan vintage. Mahal, furnitur itu.

Bad Boys Darling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang