Pendengar Yang Tertidur • 77

613 175 15
                                    

"Kalian ngapain pada ke sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalian ngapain pada ke sini?"

Pertanyaan Marshal disambut kernyitan kening Leandro, dengusan Noah dan tangannya membenarkan letak maskernya yang tak nyaman, juga decakan Axel. Empat remaja bertubuh jangkul berjubel di pintu masuk sebuah kafetaria, menghalangi jalan. Satu detik setelahnya, mereka menepi, walau tidak begitu membantu. Marshal menarik ketiganya ke pojok ruangan.

"Mau nonton, lah." Axel menjawab sedikit ketus, dia mengedarkan pandangan sebelum kembali mengatakan sesuatu. "Bokap lo mana?"

"Nggak tahu." Marshal mengangkat bahu. "Lo pada duduk duluan deh di meja depan, biar dapet spot enak."

"Geer amat." Axel yang berbicara.

"Ambilin video gue buat Kayla," lanjut laki-laki berkulit pucat itu, tangannya menggantung di udara menggenggam ponsel. Noah menyambarnya.

"Gue aja," katanya.

Leandro mengunci mulutnya, seperti biasa. Dia selalu jadi yang paling pendiam di antara keempatnya.

Ketika keberadaan tiga remaja menawan itu mengalihkan pandangan beberapa pengunjung yang sudah ada di sana, Marshal tersenyum kecil. Kadang ia membayangkan, apa reaksi mereka kalau tahu mereka berempat jatuh cinta pada orang yang sama. Jatuh cinta yang terlalu dalam dan berbahaya.

Sebenarnya, Marshal belum bertemu dengan sang ayah sama sekali. Laki-laki itu hanya memberikan alamat dan waktu kapan ia akan menyanyi di hadapan orang-orang di kafetaria ini. Tempat ini cukup terkenal, sebenarnya. Beberapa penyanyi kondang dari ibu kota beberapa kali tampil di sini. Marshal berani taruhan akan ada orang-orang dari dapur rekaman.

Tanpa sadar, Marshal mengepalkan tangan. Tak bisa dipungkiri karirnya di dunia musik sangat terbantu oleh privilage anak seorang Musa. Mau dibantah seperti apa pun, titel anak Musa selalu mengikuti di belakang Marshal. Suka atau tidak.

Marshal pergi ke sebuah ruangan diperuntukkan khusus untuk para penampil. Ia duduk di kursi yang ditandai dengan tasnya. Ia merogoh botol minum dari dalam tas dan meminumnya sampai tandas.

Bagaimana kalau ia tidak berhasil malam ini? Bagaimana kalau lagunya tidak bagus? Bagaimana jika orang-orang tidak menyukai lagunya?

Beberapa ingatan berusaha menjaga rasa percaya dirinya. Banyak produser musik yang mencoba menariknya ke dalam genre musik yang lebih mainstream, pop. Yang lagu-lagunya lebih mudah diterima khalayak umum. Namun, Musa selalu menolak. Selama ini, suara Marshal hampir khusus untuk penggemar musik klasik dan pertunjukan opera.

Marshal membuang muka, kala tidak ada siapa-siapa yang harus ia hindari tatapannya.

Sejak awal Marshal menciptakan lagu itu, hanya ada satu pendapat yang penting. Telinga yang perlu ia manja, perasaan yang perlu ia rayu, senyuman yang perlu ia bentuk. Apakah Kayla menyukai lagunya atau tidak, itu yang paling utama.

Bad Boys Darling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang