"Tim lo lama banget nyari informasinya."
Axel langsung mendengar cibiran itu dari Marshal dalam perjalanan mereka menuju rumah sakit, setelah Axel mengatakan ia setidaknya sudah mendapat beberapa informasi tentang ayah Kayla. Tidak salah memang, ucapan laki-laki pucat itu.
Namun, pengumpulan informasi tidak selalu dilakukan hanya dalam satu hari macam legenda pembuatan candi.
Mobil yang dikemudikan Axel melambat karena lampu lalu lintas baru saja berubah merah. "Bapaknya Kayla nggak kerja di institusi atau perusahaan yang resmi terdaftar. Agak susah nyari data yang akurat. Kadang-kadang cuma bisa tanya lewat lisan ke lisan."
"Tapi berhasil, 'kan?" Leandro yang duduk sendiri di kursi belakang melontarkan tanya. Hari ini, dia tidak punya jadwal pemotretan, walau Nadya sempat mengajaknya pergi ke pesta malam ini.
Leandro menolak mentah-mentah, terutama setelah ia tahu pesta yang Nadya maksud bukan sesuatu yang akan berakhir di tengah malam. Axel yang pernah mengalaminya pun sudah malas. Jadi, anak baru seperti Leandro tidak perlu ikut pada setiap ajakan.
"Berhasil." Axel melirik sebal pada spion karena pengendara mobil di belakangnya sudah membunyikan klakson padahal lampu lalu lintas masih menyala pada warna kuning. "Dia kerja ke mandor yang cukup besar di waktu insiden Kayla. Tepatnya, udah bekerja satu tahun sebelumnya."
"Lalu?" Kali ini Marshal yang bersuara. Dia membuka kemasan biskuit cokelat dan memasukkan satu ke mulutnya. Sesaat kemudian, Marshal sibuk mengunyah.
"Kinerja ayah Kayla ya biasa aja. Pekerja bangunan yang menurut permintaan mandor dan klien, nggak macam-macam. Meski nggak istimewa juga. Tenaganya bukan yang paling kuat, meski dia bukan yang paling tua juga.
"Nggak ada yang aneh, sih. Kalau misal kita nyari sesuatu yang berhubungan dengan Kayla, rasanya agak tipis kemungkinannya. Rumor yang beredar kebanyakan soal uang."
"Uang?"
"Ya. Mandornya punya kecenderungan melebih-lebihkan harga bahan, atau upah harian pekerja, atau yang semacamnya ke vendor. Sebenernya, gampang ditebak, masuk ke isi dompetnya sendiri."
"Ayahnya Kayla nggak punya utang atau apa pun ke mandor itu?" Leandro tiba-tiba bertanya.
"Nggak. Adanya utang ke bank."
Leandro menyandarkan punggung sepenuhnya, menghela napas dan melihat kesibukan di luar jendela mobil. Sama semrawut dengan pikirannya.
"Sekarang, kita mau melangkah ke mana lagi?"
Pertanyaan Axel lama mendapat jawaban. Jangankan jalan buntu, mereka terjebak pada lingkaran. Tanpa ujung.
Labirin yang tak pernah biasa mereka tinggalkan.
"Mandor atau atasan jarang ke rumah, biasanya kan, ya? Ngada-ngada sih, tapi siapa tahu." Marshal menggigit biskuit terakhirnya.
Leandro justru teringat pada Jason.
Tingkah laki-laki yang posisinya jauh di atasnya memang semakin janggal tiap harinya. Pada suatu kesempatan, dia mengunjungi pemotretan. Kelihatannya tidak disengaja, sebab waktu itu pemotretan dilakukan di sebuah pusat perbelanjaan. Jason mengatakan siapa saja yang membutuhkan bantuan bisa menghubungi sekretarisnya. Akan tetapi, dia secara spesifik menyebut nama Leandro sebagai contoh.
Bukan kamerawan yang sudah bekerja lebih dari lima tahun, bukan siapa-siapa yang mungkin lebih dulu dia kenal.
"Yang itu belum gue cari tahu," aku Axel jujur.
"Sekalian cari tahu soal skandal. Bukan finansial, lebih yang pribadi atau romansa di lingkup pekerjaan ayahnya Kayla." Leandro berucap.
"Kenapa?"
"Orang-orang lebih suka bergosip soal skandal percintaan atau rumah tangga. Siapa tahu ada sesuatu yang dirasa remeh, tapi sebenernya penting."
"Oke."
Ketiganya tidak membawa apa-apa untuk mengunjungi Noah. Setiap harinya sudah tersedia buah-buahan di kamarnya. Sejauh pengetahuan mereka, disediakan Nirvana, kakak perempuan Noah.
Kalau kata Marshal, satu-satunya anggota keluarga Noah yang masih agak waras.
Marshal sedikit-sedikit tahu soal kabar di industri musik, dari manajernya yang memang suka bicara dengan siapa saja di lokasi. Di antara orang-orang di balik layar televisi dan musik, Mick atau kakak Noah sering mengajak pergi talent-talent baru. Tidak perlu dijelaskan lagi ujungnya berakhir ke mana.
Nirvana masuk ke dalam lift sebelum pintunya menutup kembali. Dia menyapa ketiganya dengan anggukan singkat.
Seperti Noah, Nirvana punya tubuh tinggi ramping. Bedanya, keangkuhan yang tampak pada wajahnya kelihatan berbanding terbalik dengan pesona Noah yang cenderung lebih ramah.
Nirvana keluar lebih dulu dan memimpin langkah mereka. Noah tengah tidur, wajahnya masih pucat pasi. Akan tetapi, keadaannya sudah membaik.
Mungkin dia bisa kembali ke sekolah satu atau dua minggu lagi. Nirvana tak ingin mengambil risiko Noah tumbang lagi karena belum pulih benar.
"Lo jadi wali Noah?" Nirvana memang meminta mereka tidak memanggilnya dengan embel-embel kakak atau sapaan lainnya.
Nirvana melipat tangan di dada, lalu balik menatap Marshal yang tadi bertanya. "Nanti."
Axel mengembuskan napas perlahan, sebelum akhirnya tercekat karena permintaan Nirvana. Bukan hanya dirinya, Marshal dan Leandro juga jadi menyerahkan seluruh perhatian mereka.
"Ceritakan tentang gadis yang lagi koma bernama Kayla itu."
***
di instagram @princekendic, gue mengunggah cerita pendek di instastory setiap malam. termasuk bad boys darling atau the moon & the sun, juga cerita-cerita lainnya. semua juga disimpan di highlight 'dongeng'.
you can follow me there if you want to read it.
—Writer with crown, Prince Kendic.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Genç KurguWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...