Soundtrack : Taeyeon SNSD - Fine
***"Axel sudah turun buat ambil makan?"
Pertanyaan Noah disambut gelengan Joanna, ahli gizi di kantin rumah sakit. Axel, Noah maupun kedua lainnya memang bukan pasien, tetapi karena mereka adalah 'tamu khusus', maka Joanna ditugaskan mengurus makanan mereka setiap kali keempatnya datang.
Perlakuan khusus itu bukan tanpa alasan, sebagai anak dari pemilik rumah sakit ini, Noah punya pengaruh yang menurun dari sang ibu.
"Ck. Dasar." Noah berdecak dan meminta ahli gizi berambut sebahu diikat itu untuk menyiapkan makanan yang bisa dibawa untuk Axel.
"Dia nggak lapar kali, makanya nggak ke sini." Marshal tidak begitu peduli dengan Axel sekarang, ia sibuk membersihkan sendok dengan tisu.
"Tetep aja ya, kalau Kayla tahu Axel selalu nunda-nunda makan, dia nggak akan senang."
Ucapan Noah bersamaan dengan suapan keempat Leandro, dan dia segera kehilangan selera makannya.
Bahkan di malam selarut itu, kantin rumah sakit tidaklah kosong. Ada dua orang lain di meja dekat pintu menuju koridor. Wajah mereka tampak lelah. Namun, Noah bisa melihat kesamaan di antara tatapan mata mereka dan dirinya, juga kedua temannya.
Ada harapan yang tak henti-hentinya diucapkan.
"Leandro, habiskan makanan lo." Noah memberi peringatan kepada Leandro dengan memberi tatapan intimidasi dan salah satu alis terangkat. Meski ia tahu, Leandro tak akan terpengaruh.
Leandro tak memiliki rasa takut.
Leandro mengembuskan napas keras. Dia menatap piringnya dengan tatapan kosong, sebelum melanjutkan kegiatan makannya kembali.
Noah tidak tahu apa yang dipikirkan Leandro. Tidak pernah ada yang tahu.
"Gue rasa, Orga punya gangguan makan. Tapi badan dia bagus. As hot as hell."
Baik Noah maupun Leandro saling bertukar pandang, sebuah kerutan terpatri di kening mereka. Entah kebetulan atau tidak, keduanya memikirkan hal yang sama.
"Mending buruan makannya. Nanti kita ke atas," kata Leandro, memecah keheningan yang hanya diisi suara samar-samar televisi.
Noah menyisir rambut dengan jemari, lalu merogoh tas yang disimpan di dekat kaki kursi. "Gue mau ganti baju dulu. Lo mau ganti juga?" Pertanyaan itu ditujukan kepada Marshal, yang menggeleng dengan bahu terangkat.
***
"Malam ini giliran gue! Ngapain kalian ke sini?"
Axel mendorong Leandro, Noah dan Marshal hingga ke luar ruangan. Dia menutup pintu, berdiri di depannya dengan tangan terlipat di dada. "Pulang kalian semua."
"Nggak mau." Marshal membalas dengan suara riang.
"Fuck off." Axel mengumpat dan menatap Marshal dengan tatapan seolah ingin membunuh cowok itu.
"Come on, Axel. Lo sendiri sering datang saat bagian kami, kan?" Noah mengangkat dagu, menantang dan menyulut amarah Axel lebih kuat.
"Lo pernah datang dengan wajah pucat saat bagian gue," tambah Leandro yang memutar-mutar pensil di jari tangan.
Axel menggeram, sebelum akhirnya masuk dengan langkah-langkah berat.
Leandro memandangi buku catatan kimianya, memastikan tidak salah membawa buku. Ada tugas sekolah yang belum ia kerjakan.
Lebih baik dia mengerjakan di sini, rumah bukan tempat yang nyaman untuknya.
Marshal melepas jas dan menyampirkannya di lengan, meninggalkan kemeja berlengan panjang putih yang dasinya sudah ia lepaskan di mobil.
Noah yang terakhir masuk, pakaiannya sudah berubah menjadi kaus santai dan celana longgar semata kaki.
Tanpa harus direncanakan pun, pusat perhatian mereka terpusat pada satu titik. Yang menyatukan mereka—yang merasa kehilangan dan meraba-raba rasa yang tak tahu bagaimana awalnya—tanpa syarat.
Pusat perhatian mereka adalah Kayla yang berbaring di tempat tidur rumah sakit dengan mata yang lama memejam dan tak kunjung membuka.
***
Noah Trenellio Tan, done.
Next, Axelorga Nathanael.
Sudah siap melaju menuju akhir buku pertama, kemudian menyeberang ke buku kedua?
Instagram : @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Novela JuvenilWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...