"Selimutnya dibawa, 'kan?" Maksud Marshal adalah selimut kecil warna abu-abu di dalam tote bag Kayla sekarang.
"Itu makanan-makanan anehnya dibawa juga?" Kali ini Noah yang bertanya. Maksudnya permen kaki, biskuit tiga cara, dan makanan-makanan yang biasa muncul di orientasi sekolah.
"Zaman kita perasaan nggak ada yang begitu." Axel berkomentar.
"Kan dikasih makan siang dari sekolah." Leandro ikut nimbrung.
"Pensilnya udah diserut?"
"Es kali diserut."
"Bukunya nggak ada yang ketinggalan?"
"Orientasi sekolah lain emang bawa buku seberapa banyak, sih?"
"Siapa tahu."
Sebelum perdebatan itu memanas, Kayla mengangkat tangan dan langsung menghentikan laju kalimat yang keluar dari keempat laki-laki di mobil ini. "Semuanya udah lengkap. Sekarang tinggal keluar, tapi kalian jangan ikut."
"It's your first day of school. Kenapa nggak boleh ikut?"
Di dua kursi depan, Marshal duduk di kursi pengemudi, ada pula Axel. Sedangkan di baris kedua, Kayla duduk di paling kiri--biar mudah keluar nanti. Di sebelahnya ada Leandro dan Noah. Keempatnya memusatkan perhatian padanya.
"Nanti dikerumunin fans kalian," jawab Kayla. Ia seharusnya sudah keluar dari mobil sejak lima menit yang lalu. Namun, percakapan-percakapan di dalam mobil masih terus bergulir. Sementara itu, hari pertama sekolah sekaligus awal dari kegiatan orientasinya semakin dekat.
"Nggak punya fans."
Sahutan Noah disambut gelengan Kayla. "Followers kamu udah lebih dari sepuluh ribu. Nggak mungkin nggak ada yang kenal di sini."
"Leandro yang nggak boleh keluar dong, pengikutnya paling banyak."
Sekali lagi, Kayla mencoba menegaskan. "Kalian nggak boleh keluar."
Ekspresi tak puas masih kelihatan di wajah keempatnya.
Leandro menatap bangunan sekolah. Tiga tingkat, warna hijau, pohon-pohon dengan tinggi yang nanggung, dan tulisan selamat datang pada peserta didik baru.
Mereka sudah berada di parkiran yang mulai penuh ini, untung saja Marshal memilih spot barisan mobil untuk pengajar dan staf, sehingga mereka tak perlu repot harus memindahkan kendaraan lain jika pulang.
"Guru-guru dan panitia ospeknya udah dikasih tahu soal kondisinya Kayla, 'kan?"
"Udah, Marshal." Kayla gemas sendiri. "Udah bosen kali mereka diingetin terus."
"Kalau ada apa-apa--"
"Bilang ke panitia, atau guru, atau hubungi kalian. Kalian udah bilang itu lebih dari tujuh kali."
"We just worried."
"Hal paling berbahaya di ospek tuh, paling kesandung terus diliatin orang-orang. Lagian karena ini," Kayla menunjuk simpul pita warna merah di lengan kanan seragamnya, "yang lagi sakit atau mungkin sakit dipisahin tempatnya."
"Sepupu lo pitanya warna apa?" Marshal bertanya pada Axel.
"Kuning."
"Udah nyampe?"
"Udah kayaknya."
Itu sepupu jauh Axel. Kevin, namanya. Dia anak laki-laki berkacamata, kawat gigi, dan pipi kemerahan. Dia kurus, setipis kertas. Kemarin, Axel mempertemukannya dengan Kayla beserta permintaan bantu mengawasi gadis itu.
Gantinya adalah satu game baru untuk konsolnya setiap bulan dan itu lebih dari murah untuk ukuran isi kantung Axel.
"Jadi, udah boleh keluar?"
"Sebentar." Noah yang duduk di tengah merapikan rambut Kayla dengan jemari. "Langsung kirim pesan kalau udah selesai."
"Nanti kami jemput."
"Kalian nggak ada kelas emangnya?"
"Nggak ada kelas siang ke sore."
"Keluar, ya. Takut terlambat, nanti dimarahin panitia."
"Bilang aja panitianya yang mana, biar kami marahin balik."
Kayla meraih handle pintu mobil. "Jangan lebay. Dadah."
"Jangan lupa ambil foto selfie," pintu Marshal sebelum Kayla benar-benar keluar dari mobil.
Gadis berambut sepanjang leher itu tersenyum, melambaikan tangan, dan berjalan perlahan mengikuti tanda arah yang ditempel di dinding untuk siswa tingkat pertama. Noah mengambil gambar beberapa kali dengan ponsel, biar dia masukkan ke album foto.
"Kalau ada yang ganggu Kayla gimana?"
Mobil Marshal belum pergi juga dari parkiran sekolah itu.
"Masih ditanya? Kitalah yang gerak." Axel melipat tangan di dada. "We are older than all of them anyway."
"Kalau ada." Leandro yang sejak tadi bungkam membuka mulutnya. "I am sure we will make them think they want to go to different school."
Dan memang ada yang menggangu gadis mereka.
***
Let's do countdown. Dua chapter lagi selesai.
—Prince Kendic, a writer with crown.
Instagram/TikTok: @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Novela JuvenilWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...