Noah dan Kayla sama-sama mengeluarkan tangis saat tahu Leandro pernah menyayat lengannya sendiri untuk menyalurkan rasa sakitnya.
Bedanya, Noah menutup wajahnya sendiri, menangis tersedu-sedu. Isakannya keras, seperti Leandro menyadari ia ditinggalkan sendirian tanpa tahu apa-apa tentang hidupnya sendiri oleh Krisa.
Noah mungkin merasakan luka yang sama, sebab mereka sama-sama tahu rasanya saat perasaan kacau itu dilampiaskan dengan rasa sakit sementara. Noah mungkin tak menyangka bahwa Leandro yang lebih sering diam dan tampak tak peduli itu, pernah seterluka itu.
Leandro punya hati. Perundungan karena tak punya ayah, tatapan-tatapan jijik sekaligus kasihan, juga celaan-celaan verbal tidak akan bisa ia lupakan hanya dengan ditinggal tidur. Ia lelah, ia ingin semuanya itu berhenti, ia muak. Bercerita pada Krisa tak akan ada gunanya. Ibunya sudah lama menutup telinga dan satu-satunya pesan yang dia bisa katakan adalah kalau dunia berat di pundak, berarti pundaknya memang lebih kuat menanggung beban.
Akan tetapi, Leandro tidak kuat.
Di luar rumah, ekspresinya mungkin sedatar dinding, sedingin danau es. Begitu ia sudah melangkahkan kaki ke dalam rumah, rasa sakit yang sejak awal ditahannya segera menyebar. Ke kerongkongan, ke kepala, ke tangan, ke perut, ke mana-mana. Dan sulitnya, Leandro tidak tahu cara menghentikannya.
Pernah ia memukul-mukul dadanya, tetapi sesaknya tak mau hilang. Lari bersimbah keringat, pikirannya tak bisa fokus. Sampai-sampai suatu ketika kakinya berhenti melangkah, Leandro tak tahu ia sedang berada di mana.
Leandro ingin semua mulut itu diam. Leandro mau ibunya berganti pekerjaan. Leandro menghendaki hidup biasa-biasa saja.
Demi Tuhan, Leandro hanya ingin hidup tenang.
Semuanya dimulai ketika jarinya terluka oleh pisau saat mengiris sayuran. Leandro terjatuh pada jurang penawar solusi fiktif itu.
Rasa sakitnya tersalurkan, berkali-kali. Untuk sementara ia tenang, untuk sesaat kekhawatirannya sirna.
Sekali lagi, hanya sementara. Masalahnya tidak setia datang setiap hari.
Krisa tak pernah tahu dan Leandro tak pernah ingin dia tahu.
Lalu, Kayla tahu.
Kayla senang sekali berada di sekitarnya. Menarik-menarik ujung kaus Leandro, menggandeng tangan Leandro. Pada suatu waktu Leandro lupa menutupi lukanya dengan wristband murah, Kayla terpaku sampai matanya lama tidak berkedip.
Dan tangisnya tak terbendung lagi. Entah dari mana Kayla tahu dari mana asal luka-luka itu.
"Nggak usah nangis." Leandro berusaha terdengar seketus mungkin.
"Lo kenapa?" Pertanyaan itu keluar begitu sulit dari sela-sela isaknya. Mata bulat Kayla yang Leandro puja, yang tak pernah puas Leandro pandang, basah, memerah.
"Nggak kenapa-kenapa." Leandro membalas dengan suara kering.
Mereka hanya berdua di rumah Leandro kala itu. Bersama gorden yang bergerak samar, dua mangkuk bakso yang masih mengepul, dan dua gelas yang airnya tidak sama banyak. Kayla menghapus jarak di antara mereka, mengelus-elus lengan Leandro.
"Jangan begini lagi." Kayla tak mau berhenti menangis. "Tangan lo terlalu indah buat dirusak."
"Cuma karena tangan gue indah?"
Kayla menangis lebih keras.
Leandro membuang napas perlahan, didekapnya gadis itu. Wajah Kayla tenggelam di dadanya. "Udah jangan nangis."
"Gue sakit. Hati gue sakit. Gue selalu siap kok, buat jadi pendengar."
Pembohong ulung.
Kayla tidak menepati janjinya. Dia berusaha pergi dengan semua rahasianya. Dia tidak jadi pendengar, begitupun Leandro. Tanpa kesempatan untuk bertanya mengapa.
Dalam surat terakhir Kayla, dia meminta empat laki-laki itu menjaga dirinya masing-masing.
Bagaimana bisa?
"Nggak perlu," balas Leandro kala itu. Pelukannya masih belum diurai juga. Padahal, Leandro ingin didengar. Bukan oleh hujan, bukan oleh langit, bukan oleh dinding kamarnya.
Ketakutan masalah itu akan berdampak buruk pada orang lain jadi alasan utama bercerita adalah sesuatu yang Leandro hindari dari lama.
"Gue sayang lo, Leandro."
Leandro mendengus, hampir saja ia tertawa. "Pacar lo?"
Leandro tahu Kayla sudah punya kekasih yang punya banyak uang. Belum pernah bertemu dengannya, memang. Kayla juga tidak kelihatan punya niat mengenalkan pacarnya itu pada Leandro. Untuk apa juga.
Leandro sadar ia hanya sebatas teman di mata Kayla, sampai pengakuan itu keluar dari mulut gadis itu.
"Gue sayang lo. Jadi berhenti ngelakuin itu, ya?"
"Buat apa gue berhenti demi orang yang bukan siapa-siapa?"
Kayla terdiam. Kali ini, tangannya memeluk erat Leandro.
"Masalah lo mungkin sangat besar, tapi Tuhan lebih besar. Masalah lo mungkin berat, tapi lo lebih kuat."
Kalimat itu seharusnya Leandro ulang pada beberapa hari sebelum tragedi itu terjadi. Kayla murung, tak pernah fokus, kehilangan binar matanya. Leandro sibuk bertanya-tanya, sampai semuanya terlambat.
"Gue nggak mau kehilangan orang-orang yang gue sayang."
Begitupun Leandro.
Tiba-tiba saja Leandro ingin merasa egois. Memeluk gadis yang merupakan kekasih orang lain, milik orang lain. Leandro memang tidak mengeluarkan janji, Kayla yang meminta. Beberapa kupu-kupu menghiasi lengan Leandro.
Kupu-kupu yang sama dengan yang Leandro gambar di lengan Noah.
"Kupu-kupunya ingin tetap cantik sampai waktunya datang. Seperti kita, tetap hadir sampai waktunya berakhir," ucap Kayla.
Napas Leandro berat, didekapnya lebih erat gadis itu. Menghidu puncak kepala Kayla, merasakan hangat pelukannya. Kemudian, Leandro mengecup dahi Kayla lama. Lama sekali.
Ia sangat cinta. Kayla adalah satu-satunya.
Bahkan jika diberi pilihan pun, Leandro hanya menginginkan dia.
Walau Kayla melanggar janjinya, walau Kayla berusaha pergi meninggalkannya, walau kebohongan-kebohongan itu tak pernah berhenti. Leandro tetap akan berlutut, menunggu hingga Kayla memintanya berdiri sambil saling menggenggam.
Meski itu mungkin terjadi di kehidupan berikutnya.
Sejuta kehidupan pun akan Leandro jalani sampai bisa ia temukan damai dekapnya.
***
BOOK TWO, FIN.
See you on book three.
—Prince Kendic, a writer with crown.
Instagram: @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Novela JuvenilWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...