Noah bermimpi.
Deretan meja dan kursi itu rasanya tak pernah benar-benar rapi. Selalu serong ke kanan atau kiri, terlalu pinggir, atau terlalu berdekatan. Barang-barang di atas meja apalagi. Pulpen dan alat tulis lainnya agak berserakan, lalu tangan-tangan nakal mengambil salah satu hingga pemiliknya harus membeli ulang. Lagi dan lagi.
Hari itu, pengajar Bahasa Indonesia tidak masuk kelas karena sakit. Sebagai gantinya, kelas Kayla dan Noah diberi tugas membuat cerita pendek. Temanya bebas. Noah meregangkan tangan, agak pegal. Menulis di kertas bukan kegiatan favoritnya.
Ia mengambil tema impian. Noah ingin jadi ini, ingin mencapai itu. Rasanya empat halaman besar kertas ini tak akan cukup.
Kala menuliskan kalimat ke sekian, Noah menyenggol tempat pensil milik Kayla. Noah jarang membawa alat tulis lengkap ke sekolah, jadi ia suka meminjam milik gadis yang kini masih memandang kertas miliknya. Masih kosong. Bahkan namanya sendiri belum tertulis.
Noah membungkuk, mengambil penghapus dan pulpen yang berlarian ke bawah meja. Sekejap kemudian, Noah terbentur bagian bawah meja saat ingin duduk tegak kembali. Segera saja Noah mengusap kepalanya.
Kejadian ini rasanya sudah terjadi.
Kening Noah mengernyit. Ini masa-masa putih birunya. Tahun terakhir.
Kayla masih hidup.
Noah ingat hari itu, sepanjang waktu, ekspresi Kayla selalu muram. Masa-masa akhir sekolah memang mudah membuat seseorang frustasi. Dua hari kemarin, SMA Nawardhana mengumumkan peserta didik yang berhasil memasuki sekolah itu lewat jalur khusus alias prestasi. Noah masuk karena track record lomba debatnya. Sayangnya, Kayla tidak lolos.
"Kay?" Noah memanggil gadis itu. Seperti disambar petir, Kayla tersadar dan mengerjap.
"Ya?" balasnya. Matanya yang biasanya bersinar itu kini meredup. Raut wajah Kayla begitu jelas menyiratkan kalau dia lelah. Noah mencoba seribu satu cara menenangkan. Mengatakan bahwa masih ada jalur lain untuk masuk ke sekolah favorit di kota mereka itu. Kayla merespons dengan anggukan kecil, yang Noah bahkan ragukan sebenarnya Kayla mendengarkan semua kalimatnya atau tidak.
"Belum dapet ide?"
Tugas ini dikumpulkan besok, sebenarnya. Kayla punya cukup banyak waktu untuk menyelesaikannya. Ekspresinya yang kuyu jelas menunjukkan dia tak akan sanggup menulis saat ini.
"Noah, gue mau nanya."
Noah juga menyadari ada perbedaan pada nada bicara Kayla. Selalu bergetar, ditahan. Seperti mencicit. Cara bicaranya yang sering naik di akhir itu sirna, seakan dunia tak pernah mendengarnya.
Apakah orang tuanya memarahi Kayla sedemikian rupa hingga dia merasa stres? Akan tetapi, Noah tidak begitu yakin. Orang tua Kayla tidak seketat ayah dan ibunya. Sejauh yang Noah tahu, mereka tidak memaksakan apa-apa pada Kayla.
"Nanya apa?" Noah mengesampingkan tugasnya.
"Ini ... buat cerita." Suaranya menghilang di akhir. "Keluarga lo ada background hukum, kan. Mungkin lo tahu kejahatan apa yang susah diproses dan sering diremehkan bahkan di proses awal pelaporan ke polisi?"
Kayla terengah-engah. Noah menggeser kursi mendekat, menempelkan punggung tangannya ke dahi Kayla. Agak hangat. "Lo sakit?"
Gelengan kepala Kayla tidak juga membuat kekhawatiran Noah menurun. Gadis itu terus membisu, dan Noah menyadari kalau Kayla menunggu jawabannya.
"Kalau yang sering terjadi, pencurian. Misal ada yang kehilangan motor, laptop, polisi cenderung meremehkan dan bilang ikhlasin aja. Mau diproses kebanyakan malah diminta keluar uang, tapi itu juga nggak menjamin bakal ketemu."
Kejadian seperti itu bukan hal baru. Kebanyakan kasus itu tidak pernah terselesaikan. Sehingga ketika pencuri terpergok warga, menjadi bulan-bulanan, dan berakhir penuh luka, Noah selalu tak tahu harus bereaksi apa. Terkadang kalau tidak dengan cara itu, penjahat itu tidak akan diproses secara serius.
"Ada lagi?" Suaranya terdengar setengah pasrah.
Noah mencoba memikirkan hal-hal lain. Yang paling sering ia temui sudah ia katakan.
Mungkin ada satu lagi.
"Masyarakat di sini suka standar ganda. Mungkin lo pernah dengar soal kekerasan dalam rumah tangga atau bahkan pelecehan seksual itu sering diremehkan. Di sini, seringnya malah menyalahkan korban. Logikanya sering nggak nyampai.
"Di kekerasan rumah tangga, warga selalu bilang itu permasalahan keluarga dan nggak usah ikut campur. Privasi. Kalau pelecehan seksual, pelaku selalu berkelit dan menuduh korban yang salah. Dan bodohnya, masyarakat sering ikut menyalahkan. Padahal, mengakui, bercerita, dan mengeluarkan cerita dari korban ke khalayak ramai itu nggak pernah mudah.
"Suka beda lagi kalau ada skandal mau sama mau, katanya nggak sesuai norma dan menodai masyarakat." Noah mengangkat bahu. "Hukum di Indonesia emang masih kacau."
Noah merasa ada sesuatu pada ucapannya yang salah. Sebab Kayla tampak semakin muram.
"Oh." Kayla menatap pena pada tangannya. Penutupnya bahkan belum dibuka. "Gitu, ya."
"Kay, kenapa?"
"Nggak apa-apa." Jawaban datang begitu cepat.
"Mau ke UKS?"
Kayla mengembuskan napas perlahan, tetapi terdengar berat. "Boleh."
Esoknya, Noah menduga Kayla membuat karangan soal kejadian kriminal dan sebagainya akibat pertanyaan gadis itu. Akan tetapi, hasil karangannya berubah tema. Menjadi liburan. Panjangnya tidak sampai dua halaman. Tulisannya pun acak-acakan.
Noah mengira topik yang diniatkan Kayla pada awalnya terlalu rumit untuk jadi cerita pendek. Kayla tidak kelihatan lebih baik dari kemarin. Noah juga ingat hari itu Kayla mimisan, jadi dugaannya soal Kayla yang tengah lelah dan berujung sakit ia yakini.
Kemudian, Noah terbangun. Di masa beberapa tahun setelah itu. Di mana ia berbaring karena sakit tipus.
Kepalanya terasa seperti ditusuk beribu jarum.
Apa yang sebenarnya ia lewatkan?
***
Hello. So I started menulis cerita-cerita pendek di Instastory because I feel like it's easier for me, not forced to write long stories.
Contain Bad Boys Darling, The Moon & The Sun, and more unpublished yet stories. If you want to check and read, you can go to highlight named 'dongeng'.
—Prince Kendic, a writer with crown.
Instagram: @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Novela JuvenilWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...