***
Leandro tidak akan pernah lupa bagaimana pertemuan pertamanya dengan Kayla.
Sejak SMP, berkelahi dengan tangan kosong adalah kegemaran Leandro. Meski ia bukanlah atlet tinju, atau bela diri lainnya. Leandro hidup di lingkungan yang keras, yang mengharuskannya bisa melindungi diri sendiri.
Kala itu, matahari berkuasa dengan teriknya yang luar biasa. Setiap manusia yang berlalu lalang di trotoar itu berjalan cepat-cepat, tak tahan dengan panas. Keringat sudah menetes di pelipis, membuat perasaan tak nyaman.
Leandro baru saja pulang dari sekolah dengan tas yang tersampir di bahu kiri. Seragamnya dikeluarkan, dasinya tak lagi melilit di leher. Plester luka tampak menempel di salah satu sisi rahangnya. Bekas berkelahi kemarin sore.
Leandro ingin cepat-cepat sampai ke rumah, mandi dan segera berganti pakaian untuk bekerja. Memang, seharusnya ia fokus untuk belajar dan bukannya mencari uang. Namun, keadaan finansialnya tidak memungkinkan. Ia harus mencari uang sendiri.
Lampu lalu lintas berubah merah, kendaraan-kendaraan pun berhenti. Para pejalan kaki, termasuk Leandro terus menjejakkan kaki melewati zebra cross.
Ada sesuatu yang menyebalkan terjadi di jalanan di Indonesia. Zebra cross bukan hanya dipakai pejalan kaki, tetapi juga para pemilik kendaraan yang tidak sabaran. Salah satunya, seorang pengendara motor yang menghalangi jalan, mengharuskan para pejalan kaki mengalah.
Akan tetapi, bukan Leandro namanya kalau tidak bertindak nekat dan tanpa pertimbangan.
Mendekati pengendara itu, Leandro menginjakkan kaki di jok belakang motor dan melompat turun, 'menyeberanginya'.
Tindakan Leandro itu tentu saja menarik perhatian orang-orang. Terutama si pengendara motor yang segera memelotot dan melontarkan sumpah serapah.
"Ini zebra cross, buat pejalan kaki, bukan pengendara motor. Jual aja motor lo, gak guna," ucap Leandro.
Ditatap banyak orang, si pengendara memundurkan motornya, masih dengan umpatan yang dia telan diam-diam.
Sampai di trotoar seberang, Leandro mendengus dan terus berjalan menuju jalan yang menuju ke rumahnya.
Kehadiran seseorang di samping membuatnya menoleh.
"Tadi lo berani banget."
Leandro tidak merasa tersanjung akan perkataan seorang cewek yang rambutnya diikat itu. Matanya yang bulat menatap Leandro sungguh-sungguh, ada kilauan-kilauan yang sempat membuat Leandro terdiam.
Tidak ada keuntungan membalas ucapan cewek ini. Leandro menggeleng tak kentara, terus memantapkan langkah.
Selanjutnya, Leandro semakin tak mengerti. Dunia selalu memberi kejutan-kejutan. Yang menyenangkan, yang menyakitkan, yang selalu bersifat rentan.
Tiba-tiba saja tangan kurus di sebelahnya tadi mengulurkan sepotong kue. Kue yang biasa ia lihat di kantin sekolah, rasa cokelat dengan krim seadanya pada bagian atas.
"Ini buat lo, sebagai penghargaan atas apa yang lo lakukan tadi." Masih cewek tadi.
Leandro menatapnya dingin, ekspresinya tetap datar, tak berubah. Diperhatikannya cewek itu dengan lebih saksama. Senyumnya yang mengembang, kotak plastik berukuran sedang ada di tangan kirinya. Sedangkan, tangan cewek itu menyodorkan potongan kue tadi yang dibalut plastik.
"Terima dong."
Malas berdebat, Leandro menerima kue itu dan berjalan tanpa berkata apa-apa. Tanpa melihat cewek itu lagi. Tanpa melihat sesuatu yang ia lewatkan.
Sebuah senyuman tulus.
Setiap mengingat kejadian itu, Leandro selalu merasa menyesal.
Setidaknya, ia mengucapkan kata terima kasih.
***
Leandro Jaskanendra. Setan yang punya otak genius. Tapi, yang genius memang rata-rata nggak pernah normal.
—Prince Kendic
Instagram & Twitter : @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Fiksi RemajaWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...