Merepih Untuk Pulih • 88

804 199 31
                                    

Hitungan waktunya terasa rancu dan waktu dua tahun itu jadi angka yang terus bergulir secara cepat sekaligus lambat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hitungan waktunya terasa rancu dan waktu dua tahun itu jadi angka yang terus bergulir secara cepat sekaligus lambat.

"Pelan-pelan." Axel membantunya berdiri, menempatkan tangannya pada walker--alat bantu berjalan. Walker pertamanya punya roda. Ia seperti anak kecil lagi. Belajar berjalan, belajar mengucapkan sesuatu, belajar ini itu.

"Kalau capek bilang, ya," kata Axel lagi. Laki-laki yang sudah lulus sekolah dan masuk fakultas ekonomi itu tersenyum padanya. "Nggak usah buru-buru."

"Nggak ada tugas?" Mengucapkan satu pertanyaan itu sudah membuatnya perlu mengatur napas agar tidak tersengal-sengal.

"Nanti aku kerjain."

"Kuliah itu prioritas, Axel."

Ia mendorong dan melangkahkan kaki kanannya, tidak ada kendala.

Axel menggeleng. "Kamu prioritasku."

Mereka berempat seperti membagi tugas di tengah kesibukan mereka. Seberapa sering diminta untuk fokus kepada hidup mereka sendiri, tidak ada yang menurut. Mereka selalu kembali. Mereka keras kepala.

Axel selalu jadi orang yang bantu mengawasinya saat belajar bergerak. Fisiknya memang yang paling kuat. Kalau dalam latihan berjalan itu ia merasa kelelahan dan tidak bisa dipaksa lagi, dia akan membuatnya bersandar pada laki-laki itu. Mulut Axel sibuk memujinya, berterima kasih ia mau berusaha.

Sejak dulu, Axel memang manis. Dia senang dengan hal-hal kecil. Es stroberi, ia yang mau dipegang tangannya, pop corn yang dibagikan di tengah-tengah film yang ditayangkan di bioskop, sampai tali sepatunya yang longgar dan diikatkan Axel.

"Punggung kamu nggak sakit?" Yang Axel maksud adalah punggung bagian bawah juga area pinggulnya.

Tidur selama nyaris tiga tahun itu meninggalkan terlalu banyak jejak untuknya. Pada masa awal-awal ia bangun, Kayla kesulitan untuk buang air. Tak hanya itu, karena ia sangat lama berada dalam posisi berbaring, pada beberapa bagian tubuhnya muncul luka ulkus dekubitus. Pada pinggang bagian bawah, pinggul, tumit, dan bagian belakang lutut.

Luka itu tampak kemerahan yang datang bersama rasa gatal dan sakit. Luka itu datang karena dalam posisi berbaring, kulitnya mengalami tekanan dan gesekan terus menerut. Akibatnya, aliran darah jadi terhambat. Setelah bangun pun, perjalanannya masih panjang.

Kayla punya perawat yang rajin mengunjunginya kala tidur setiap dua jam sekali, untuk membuatnya mengganti posisi tidur. Selama sisa hidupnya, ia akan ditemani salep, obat pereda nyeri, sabun tanpa alkohol dan parfum, losion pelembap kulit, dan peringatan untuk tidak duduk dan tidur dalam posisi sama dalam waktu yang lama. Tempat tidurnya pun khusus.

Luka itu hanya akan berwarna merah pada awalnya. Bila semakin parah, lukanya akan semakin parah dan mendalam, perlu ditutup perban. Dalam kondisi paling parah, luka terbuka hingga mencapai bagian otot dan tulang.

Bad Boys Darling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang