Mungkin terdengar ketinggalan jaman. Namun, percayalah kalau Marshal baru membuat akun sosial media hari ini.
Kalau cuma sekadar WhatsApp, tentu saja Marshal menginstal aplikasi itu dan menggunakannya. Berbeda lagi dengan Instagram, ia tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Cuma aplikasi berisi unggahan foto dari orang-orang yang kelewat narsis.
Anggapannya itu kemudian terpatahkan. Karena tidak memiliki nomor Kayla, Marshal iseng mencari akun Kayla di akun Instagram kakaknya, pada ponsel kakaknya pula. Dulu, waktu potong rambut, Marshal mendengar sekilas soal nama lengkap Kayla. Kayla Nasonya.
Semoga saja cewek itu bukan manusia alay yang menggunakan nama akun yang aneh-aneh.
Untungnya, Kayla memiliki username yang sesuai dengan nama lengkapnya. Foto profilnya membuat Marshal terdiam cukup lama. Kayla tengah tersenyum, matanya menyipit. Ingin menekan tombol follow, tetapi Marshal ingat ini bukan akun miliknya.
Karenanya, begitu Milena muncul dari dalam kamar setelah selesai mandi dan berpakaian, Marshal mendongak. Terdapat kerlipan serupa bintang di mata, senyumnya dibuat semanis mungkin.
“Kak, bikinin gue akun Instagram dong,” pintanya. Terdengar lembut.
Milena mendudukan diri di sofa yang sama dengan sang adik. Menerima ponselnya kembali. “Mau bikin juga akhirnya. Download dulu aplikasinya.”
Marshal buru-buru mengambil ponsel yang tergeletak di meja. Melakukan apa yang dikatakan Milena. Setelah proses unduhan selesai, ia segera menyerahkan ponselnya. “Terus gimana?”
“Daftar akun lah.” Jari Milena bermain di atas layar. “Isi email dulu.”
Selanjutnya, instruksi yang keluar dari mulut Milena dilaksanakan Marshal dengan patuh. Dan begitu akunnya sudah dibuat, senyum lebarnya terbentuk tanpa bisa dicegah. “Thanks.”
“Kok tiba-tiba bikin sih? Naksir cewek ya?”
Pertanyaan Milena sebenarnya hanya candaan. Akan tetapi, wajah Marshal langsung memerah dan ia memukul lengan kakaknya. “Nggak!”
“Tapi wajah lo merah!”
“I-ini karena panas.”
Milena tertawa. Dia mencubit pipi adiknya, dan berdiri. “Ya udah sana lihat akun gebetan lo. Gue mau makan.”
Gebetan. Marshal mendengus mendengarnya.
Kembali mencari akun Kayla, Marshal menekan tombol follow. Sebelumnya, ia telah mengganti foto profil standar dengan potret dirinya, sehari setelah memotong rambut dulu. Tanpa pertimbangan, Marshal mengirim pesan kepada Kayla.
marshal.hadinata : follback.
Balasan dari Kayla terbilang cukup lama. Marshal sampai mondar-mandir seperti setrika. Dia menggigiti kuku. Tidak mungkin salah akun, bukan?
kaylanasonya : Eh, hai! Udah yaaa
marshal.hadinata : iya. Thanks.
Marshal memandangi layar ponsel. Hanya begitukah?
marshal.hadinata : Main yuk
Marshal merasa seperti anak kecil.
kaylanasonya : ke mana? Kalo mau, traktir ya. Hehe
marshal.hadinata : Iya. Duit gue banyak
Selanjutnya, rencana-rencana dibentuk dan waktu bertemu pun ditentukan.
***
“Yakin mau naik ini?”
Marshal menengadah, menatap bianglala super tinggi yang membuat nyalinya segera menciut. Akan tetapi, ia tak mau menunjukkannya di depan Kayla. Bisa-bisa, image-nya hancur. “Mending yang lain deh,” lanjutnya.
“Kenapa? Lo takut ketinggian ya?”
“Nggak. Cuma ... bosen aja.”
Kayla, yang dibalut kemeja kotak-kotak merah hitam dan celana pendek hitam menatap Marshal tak percaya. Rambutnya yang diikat bergoyang ketika dia menoleh. “Ah, masa? Udah ah, ayo. Sore kayak gini, liat pemandangan dari atas sana bakal bagus banget tahu!”
Menelan rasa gugupnya, Marshal menurut. Sampai mereka telah duduk di dalam bianglala, Marshal buru-buru berpegangan erat.
Mereka belum sampai ke puncak, masih setengahnya. Kala itu, Kayla bertindak iseng. Dia menggoyang-goyangkan kabin. Hal itu kontan membuat Marshal memelotot dan berteriak-teriak.
“Heh! Kayla! Diem ih, kalo jatoh gimana?! KAYLAAA!”
Tanpa rasa bersalah, Kayla tertawa sambil bertepuk tangan. Ekspresi ketakutan Marshal lucu sekali. Sudah terbukti dugaannya, kalau Marshal takut ketinggian.
“Katanya nggak takut ketinggian.”
“Emang nggak!” Napas Marshal memburu. “Tapi kan kalo kayak tadi nakutin. Gimana kalo jatoh? Bahaya!”
Marshal seperti bayi besar yang merajuk. Kayla berdecak beberapa kali dan mencolek cowok itu. “Jangan ngambek ah, kayak anak kecil aja. Liat tuh, pemandangannya bagus kan?”
Mengikuti arah yang ditunjuk Kayla, Marshal mau tak mau mengakui kalau ucapan itu benar adanya. Semburat jingga di langit kejauhan, perlahan meluruh bersama warna-warna di sekitarnya.
Pemandangan ini memang indah, tetapi terasa lebih istimewa dengan kehadiran Kayla di sekitarnya.
Marshal menatap cewek itu dalam-dalam, lalu menarik seulas senyum tipis yang tak terlihat.
“Eh. Tadi gue cek akun Instagram lo belom ada postingan apa-apa? Akun baru ya?”
Terlalu indah. Marshal memiringkan kepala dan bersyukur bahwa Tuhan mempertemukannya dengan Kayla.
Tak pernah ia merasakan rasa hangat di dada yang menyenangkan seperti ini.
Tak pernah ia ingin selalu tersenyum seperti ini.
Tak pernah ia berpikir untuk membahagiakan siapapun sekuat sekarang ini.
“Iya,” jawab Marshal lambat.
“Ya udah, mana ponsel lo. Kita ambil foto buat postingan pertama.”
Di foto itu, Kayla dan Marshal sama-sama tersenyum. Dengan sinar senja menembus di antara sela-sela kabin bianglala. Wajah mereka bersinar ditempa cahaya jingga kecokelatan. Jarak mereka hampir serupa hal tak nyata.
Kini, Marshal, duduk di kabin bianglala sendirian. Tanpa siapapun bersamanya. Membuka akun sosial media, dan memilih fitur arsip untuk semua postingannya, kecuali fotonya dengan Kayla. Postingan pertamanya.
Dalam senyum yang sarat akan perasaan kehilangan yang menyakitkan, Marshal bertanya-tanya.
Adakah momen manis dan terbaik dalam hidupnya itu akan kembali terulang?
Marshal akan menukarkan apa saja miliknya untuk itu.Apa saja.
Asal Kayla kembali.
Asal dia bisa tersenyum untuknya lagi.
***
Sorry karena telat update. Gue soooo buat in real life. But, I'll do the best for Bad Boys Darling ini.
Just leave the comments here biar gue tahu ada yang nunggu update atau tidak.
—Prince Kendic
Instagram & Twitter : @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Ficção AdolescenteWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...