Rem sepeda ini seharusnya diperbaiki.
Leandro tidak begitu khawatir dengan keselamatannya. Memangnya, apa risiko terburuk mengendarai sepeda di sekitar trotoar sejauh tiga kilometer?
Paling-paling hanya menabrak sesuatu. Atau, jatuh. Lecet dan luka kecil bukan apa-apa bagi Leandro.
Hanya saja, beda halnya dengan barang belanjaan pada keranjang sepeda ini. Daging, sayuran, serta telur yang dibedakan tas plastiknya. Ada pula minyak goreng dan bahan-bahan lain untuk memasak.
Leandro tidak pernah mengenal hari libur. Senin sampai Jumat, ia sekolah, dan pulangnya langsung bekerja. Begitu pula akhir pekan. Uang yang akan ia dapatkan lebih besar karena bekerja dari pagi hingga malam.
Siang itu cukup terik. Dibalut kaus putih dan sweater yang telah usang, Leandro mengayuh sepedanya. Melewati tiap trotoar yang kadang lebih sempit dari seharusnya jika ada pedagang yang seenaknya menggelar dagangan.
Leandro tidak terburu-buru. Oleh karena itu, kecepatan sepedanya sedang saja.
Meski telah berhati-hati, nyatanya selalu ada kendala yang Tuhan ciptakan. Menguji kesabaran, atau sekadar mengingatkan.
Leandro mengerem sepedanya dengan susah payah. Rem sepeda ini hampir blong, dengan terpaksa ia mengorbankan sandalnya menjadi rem dadakan pada roda belakang hingga berhenti.
Gara-garanya, seorang cewek tiba-tiba berlari dari tikungan, lalu berjongkok tepat di depan sepeda. Mungkin sudah Leandro tabrak kalau ia tak mampu mengerem tepat waktu.
Leandro tidak tahu apa sebabnya cewek itu berjongkok, dia tampak hendak memungut sesuatu. Rambutnya yang kecokelatan dan sudah mulai panjang dikucir kuda. Kemeja lengan pendek kotak-kotak warna merah hitam dipadukan dengan celana pendek warna khaki.
"Lo gila ya?" Leandro tak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar.
Cewek itu mendongak, baru kemudian Leandro melihat ada kamera polaroid dengan tali melilit di lehernya. Dia membungkuk minta maaf, sebelum membuka mulutnya dan membuat Leandro terkejut.
"Maaf ya, Leandro. Tadi hasil fotonya terbang, padahal tadi foto yang gue ambil bagus banget."
Dari mana cewek gila ini tahu namanya?
Mata Leandro menyipit. Lalu, seperti sebuah genderang perang, membuat detak jantungnya semakin berdegup kencang. Ada suntikan adrenalin, rasa gugup dan keterkejutan nyata.
Bukankah cewek ini yang dulu meninggalkan post note untuknya di kedai? Si Kayla?
"Iya gue Kayla." Kayla mengipas-ngipas foto polaroid yang dia pungut. "Ini gambar itu omong-omong, orang-orang nyebrang di zebra cross. Buat tugas IPS gue."
Leandro sama sekali tidak ingin tahu. Dia menatap Kayla dingin. "Minggir," katanya.
"Oh iya." Kayla menciptakan jarak dengan melangkah lebih ke pinggir. "Eh tapi jangan pergi dulu."
Leandro tidak punya waktu untuk melayani cewek aneh ini. Hanya saja, yang terjadi selanjutnya berjalan dengan cepat.
Kayla memotretnya dengan kamera polaroid itu. Ada sengatan pada diri Leandro sebab terkejut. Tidak menyangka Kayla akan melakukan hal tadi.
Seperti foto sebelumnya, yang telah Kayla masukkan ke dalam tas-yang lagi-lagi baru Leandro lihat waktu cewek itu berdiri-Kayla mengipas-ngipas fotonya. "Bentar lagi gambarnya muncul."
Seharusnya, Leandro pergi saja dari sana. Cepat-cepat pergi ke kedai. Namun, gravitasi seakan menariknya kuat-kuat, tidak membiarkannya menggerakkan kendaraan roda dua yang warnanya kian pudar.
"Nih." Kayla menyodorkan foto polaroid itu. "Sebagai permintaan maaf gue."
Leandro menerima foto itu, melihat potret dirinya. Di sana ekspresinya tampak datar. Salah satu tangan berpegangan pada tang sepeda, sedangkan yang lain menjuntai di sisi badan.
Andai saja kantung plastik berisi daun bawang tak tampak di foto, mungkin Leandro akan tampak seperti anak laki-laki yang baru saja selesai berolahraga.
"Thanks." Tidak ada emosi pada ucapan Leandro.
"Iya. Sekali lagi maaf ya."
Leandro memasukkan polaroid itu ke dalam saku jaketnya dengan asal, tidak peduli apakah tertekuk atau tidak.
Hari ini, Leandro sangat bersyukur bahwa foto polaroid itu baik-baik saja. Tidak tertekuk, tidak pula kotor. Juga lolos saat ia hendak mencucinya.
Dalam kotak bertuliskan Eien ni*¹, benda-benda yang berkaitan dengan cewek bermata bulat itu tersimpan dengan baik.
Tersimpan bersama harapan-harapannya yang Leandro jaga agar tidak lenyap.
Yang perlu ia lakukan hanyalah menunggu. Bermain dengan waktu yang tak tentu.
***
*
¹ Eien ni : Selamanya.
Rate?
Overall, who is your favorite? Leandro, or Kayla?
-Prince Kendic
Instagram & Twitter @princekendic
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys Darling ✓
Roman pour AdolescentsWARNING: ADULT CONTENT (SELESAI, PART LENGKAP) Leandro biasa saja dengan kenyataan bahwa ia anak haram dan tak punya siapa-siapa untuk bergantung. Langit Leandro sudah lama mati sinarnya. Marshal merasa sulit ketika sayapnya dijerat tali kekang. Ma...