>8<

1K 73 1
                                    

Typo? Blng

~~~~~~~~~

Alex dan Leo tersenyum lebar saat tau, Alana dan Vano pergi bersama.

"Aku salut pada anak mu itu." Ujar Leo.

Alex tersenyum tipis. "Aku lebih salut pada anak mu, Leo. Siapa sangka, dua bocah yang mempunyai senyum manis dan ramah, berubah menjadi dingin."

Leo mengangguk membenarkan. "Dan itu cuma karena mereka di pisahkan."

"Coba dari dulu aku kepikiran soal ini. Mungkin aku akan bawa Alana pulang ke sini lebih awal." Alex menatap sedu layar di depan nya.

"Kau benar. Jika tau kebahagian nya ada di antara mereka, aku akan lebih awal menghubungi mu." Balas Leo.

Mereka larut dalam layar di depan nya. Di mana Vano membukaan pintu untuk Alana. Mereka tersenyum tipis saat Alana memutar mata nya malas dan Vano langsung meninggalkan nya begitu saja.

"Kau sudah menemukan pengantinya?" Tanya Leo.

Alex menoleh ke arah Leo. Dia mengangkat bahu nya. "Belum ada yang bisa membuatku jatuh ke tanah selain Alana."

Leo terkekeh mendengar nya. "Teruslah cari. Dan pastikan dia lebih hebat dari Alana."

Alex mengangguk mantap. "Pasti!" Ucap nya. "Jika kau? Bagaimana?"

Leo menggelengkan kepala nya pelan. "Belum ada juga, sih. Tapi, aku akan melepas Vano, dan mengantikan seseorang yang lebih kuat."

"Itu harus. Vano bekerja sangat baik, jika kau mengantikan nya dengan orang di bawah Vano. Bodoh nama nya." Kekeh Alex.

Leo jadi ikut terkekeh. "Susah juga ternyata mencari yang pantas untuk jadi  tangan kanan dari bos mafia."

¤
¤
¤
¤

Alana mengkerutkan kening menatap satu rumah pohon yang masih terjaga. Padahal rumah pohon itu sudah beberapa tahun yang lalu ia tinggalkan.

"Ada yang berbeda?" Tanya Vano memecahkan keheningan.

Alana mengakat bahu nya. "Hanya lebih sedikit.......terang?"

Vano tersenyum tipis. Kemudian mengangguk. "Beberapa pohon di tebang."

"Apa, tempat ini di jadikan umum?" Tanya Alana.

"Mungkin bisa di bilang iya. Tapi jarang ada yang sini."

Alana mengangguk mengerti. Dia menjelajah ke-sekeliling nya. Dia tersenyum kecil saat menemukan tempat duduk dari pohon.

Tempat duduk yang ia buat dulu dengan Vano. Ah bukan Vano, melainkan Alva.

"Apa gue masih boleh manggil lo......Lana?" Tanya Vano.

Alana menatap nya saat mendengar itu. "Lana terlalu lembut buat gue."

"Tapi bagi gue. Lo masih Lana yang seperti dulu." Balas Vano. Tatapan nya berubah sayu. "Walaupun sedikit......cuek."

Alana tersenyum tipis mendengar nya. "Apa gue keliatan banyak berubah di mata lo?" Tanya Alana.

Vano mengangguk. "Lebih dingin dan.....datar."

Alana memutar mata nya malas. "Nyadar diri."

Vano terkekeh mendengar nya. "Ya, gue sadar diri kok. Dan perubahan ini di sebebkan oleh lo."

Alana mengkerutkan kening nya. Karena diri nya? Sungguh, Alana tak mengerti.

"Rumah pohon?" Tawar Vano.

My name is          ALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang