>30<

361 30 0
                                    

Alana menatap kota dengan tenang. Hingga sebuah tangan memeluknya dari belakang.

"Jangan mikirin kapan kita nikah, Lan." Gumam orang itu.

Alana langsung menyikutnya dengan kesal.

"Argh!" Rintihan orang itu tapi kemudian tertawa pelan. "Galak banget sama calon suami."

"Diem deh, Al." Kesal Alana.

"Iya-Iya. Maaf." Vano tersenyum jahil awalnya. Tapi kini ia memeluk Alana lebih erat. "Lana."

Alana yang mendengar nya hanya mengkerut kan dahi, menunggu Vano melanjutkan pembicaraan nya.

"Apa yang akan kamu lakukan kalau aku udah nggak di dunia ini?" Tanya Vano.

"Meninggalkan aku sendiri gitu?" Tanya Alana balik yang di angguki Vano. "Emmmmmmm, apa ya?"

Vano terkekeh pelan. "Sok berlagak mikir kamu."

Alana tersenyum, ia menoleh sedikit hingga melihat wajah Vano yang berada di pundak nya. "Menurut kamu apa?"

"Mencari pria lain untuk kamu nikahi?" Tebak Vano ngasal.

Alana menekuk wajah nya kesal. "Aku bunuh iya."

Vano tertawa kecil. Dia juga melirik Alana yanh kini mereka saling pandang. "Jangan main bunuh-bunuh aja. Kalo dia jodoh kamu gimana?"

"Lalu buat apa kamu di sini?"

"Karna aku masih ada, maka jodoh kamu adalah aku."

"Dihh."

Vano tertawa melihat Alana yang menunjukan wajah jijik. Di cubit nya pipi Alana gemas.

"Sakit, Al!" Alana melepaskan diri dari Vano dan mengusap pipinya yang merah.

"Lagian gemesin." Sahut Vano.

"Lebih gemesin mana saat aku nyiksa kamu?" Tanya Alana tajam.

Lagi-lagi Vano tertawa. Sikap Alana sekarang memang sangat berubah. Menjadi sangat menggemaskan. Tapi siapa sangka dulu sikap menggemaskan ini adalah pembunuh berdarah dingin.

"Becanda, sayang. Sini-sini."

"Embung!" Alana membuang muka ke arah jendela.

Vano yang melihat nya jadi tambah gemas dan menarik Alana hingga ia memeluknya erat.

"Jangan erat-erat, Al." Kesal Alana mencoba mengurangi pelukan nya.

"Kan kalo erat berarti nggak mau kehilangan, Lan. Gimana sih!"

"Ya tapi nanti kalo aku mati sama aja boong!"

Vano tersenyum geli dan mengurangi pelukan nya. Melihat wajah Alana yang memerah. Entah malu atau marah, pokoknya Vano sangat menyukainya.

"Apa liat-liat?!" Tanya Alana galak.

"Siapa suruh cantik?"

"Mana aku tau." Jawab Alana acuh.

Vano mencoba mencubit pipi Alana lagi tapi Alana sudah mengetahui nya jadi ia menutupi pipinya.

"Sakit, Al!"

"Pipinya menggemaskan, Lan." Kata Vano yang masih mencoba.

"Ya tapi sakit!"

"Ta-"

"Aku marah nih!"

"Eh iyaiya. Becanda doang."

Vano menarik Alana hingga berpelukan, walaupun tangan Alana masih menutupi pipinya sendiri.

My name is          ALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang