Alana menatap sekitarnya. Sunyi. Itulah yang menggambarkan keadaan Mension nya saat ini.
Mata Alana tak sengaja menatap lukisan yang berada tak jauh darinya. Dua remaja yang berada dalam lukisan tersebut. Mereka tersenyum ceria, pria yang merangkul sang wanita. Sedangkan wanitanya hanya tersenyum sambil mengenggam lengan pria itu. Sederhana tapi sangat menggambarkan mereka bahagia hanya karna senyuman nya.
"Udah hampir dua tahun ya. Al." Gumam Alana pelan. Matanya memanas. Tapi buru-buru ia mengerjab-ngerjab agar tak ada air mata yang jatuh.
"Ka Alana!" Suara cempreng itu berhasil memecah keheningan Mension itu.
"Alfine! Udah dibilang jangan teriak-teriak!" Balas suara cowok yang lebih dewasa darinya.
"Au. Berisik banget jadi bocah." Balas pria satunya lagi.
"Paan sih kalian berdua. Jangan sok kenal sama gue." Kata Alfine sinis.
Dua sosok pria itu hanya menatapnya tajam. Ingin ngurung anak itu tapi diurungkan ketika melihat Alana yang lagi menatap mereka.
"Oh. Hai, Al." Sapa kedua pria itu.
"Cih, sok manis." Cibir Alfine sinis.
Kedua pria itu menatap tajam Alfine. Jika tidak ingat Alfine siapa buat Alana, sudah pasti mereka berdua menenggelamkan anak itu.
"Alfine." Panggil Alana datar.
"Ya Ka?" Tanya Alfine sopan. Yang langsung dibalas umpatan dari kedua pria itu.
"Kamu latihan lagi gih sama Niko."
"Oke, Ka."
Setelah mengetakan itu, Alfine pergi dari situ dan menghampiri Niko yang lagi berkebun dibelakang.
"Adek lo makin lama makin pengen gua lelepin, Al." Kata Smith kesal.
"Hooh. Jadi pengen gue bawa ke mulut hiu." Celetuk Vero.
"Langkahi dulu gue." Kata Alana tajam.
Keduanya hanya menyengir lebar.
"Ada apa kalian kesini?" Tanya Alana yang sambil duduk. Diikuti Smith dan Veri yang duduk bersampingan.
"Cuma mau laporan sih gue. Au kalo dia." Kata Smith menunjuk Vero.
Tadi ia bertemu Vero saat ingin berangkat menuju pulau tempat Alana selama ini tinggal.
"Gue?" Tanya Vero sendiri. "Gue cuma mau keadaan Alana."
"Gak penting banget anjir." Kata Smith kesal.
"Apaan dah lo! Emosian mulu. Datang bulan lo?!" Tanya Vero yang jadi ikut sewot.
"Datang bulan?! Enak banget lo kalo ngomong!"
Alana menghela nafas. Keadaan selama ini benar-benar berubah drastis.
Dimulai dari ia mengangkat Alfine jadi adiknya dan membawanya bersamanya. Dan ia menyendiri di pulau pribadinya untuk menenangkan diri. Sampai akhirnya Smith datang membantunya keluar dari kesedihan. Dan kedatangan Alfine juga disambut baik oleh semua.
Terutama Bina dan Anggun. Kedua teman Alana itu sangat senang melihat anak kecil yang kinclong. Sedangkan Ken sibuk sama sekolahnya. Hana masih juga masih sibuk sama Alaska, atau yang kerap disapa Alka. Alex sibuk dengan bisnisnya dan dunia hitamnya. Ah dan kalian harus tau. Jika Smith jadi bawahan Alex sekarang. Tapi tetap saja ia paling nurut dengan perintah Alana. Dan Alex sibuk dengan bisnisnya karna perusahaan yang waktu itu mengambil posisi keluarga Smith kembali mengantikan posisi keluarga Vero. Dan itu berarti, dia dipoisi kedua. Dan sekarang sedang ingin memposisikan kesatu, yang berarti mengantikan kedudukan perusahaan Alex. Ahh andai Alex tau jika 'Al's group' adalah milik Alana.
Vero sekarang mengantikan posisi Vano, dan sekarang amat sangat sibuk dengan dunia hitam nya.
Dan Alana, masih sedikit sibuk dengan kesedihannya.
◆◆◆◆
"Nona."
Alana mengerjab-ngerjab dan menatap Niko yang menunduk memeri salam pada Alana.
"Ada apa?"
"Niel ingin bicara dengan Nona."
"Suruh tunggu."
"Baik, Nona."
Niko meninggalkan Alana sendiri dikamarnya.
Alana bangkit dari tempat duduknya dan menaruh bingkai foto Vano dan dirinya.
•
•
•"Ada apa?" Tanya Alana langsung.
"Xender sudah berulang lagi, Nona." Kata Niel dan menyerahkan sebuah map ke Alana.
"Huh. Sudah empat tahun dia hilang dan sekarang kembali lagi ya." Alana menganggukkan kepalanya.
"Apa saja yang ia kumpulkan selama ini?" Tanya Alana pada
"Ia berhasil mengumpulkan anak buahnya lagi, Nona."
Alana menghela nafasnya. Dia menoleh pada Niko yang juga duduk di samping Niel. "Menurutmu bagimana, Nik?"
"Em?" Niko tersentak ditanya begitu. Selama ini Alana tidak pernah meminta pendapatnya.
"Hei, Nik. Kau ditanya!" Bisik Niel gemas.
Niko mengerjab-ngerjab dan menatap Alana yang juga menatapnya datar.
"Saya rasa, kita menunggu saja, Nona."
"Kenapa harus menunggu?"
"Jika kita serang sekarang, kita tidak tau apa yang mereka rencanakan."
"Tapi jika kita menunggu, kemungkinan besar dia akan lebih banyak mengumpulkan yang lain." Potong Niel.
Niko tersentak mendengarnya dan menatap Alana malu.
Alana menghembuskan nafasnya. "Bocah culun selalu pemikir lambat ya?" Tanya nya sendiri.
Niko kembali tersentak mendengarnya. Sedangkan Niel mengulum bibirnya menahan tawa.
Niko yang melihat Niel hanya menginjek kaki Niel supaya diam.
Niel meringis karnanya. Dan menatap tajam Niko yang juga melototinya dengan garang.
"Bisa akhiri ini?" Tanya Alana memecah keheningan.
Niko dan Niel sama-sama menunduk. "Maaf, Nona."
"Kalian berdua boleh pergi ketempat, Xander. Dan cari tau kenapa mereka bangkit lagi. Dan kalian juga akan bawa Alfine bersama kalian."
"Apa?!"
"Lebay kalian." Cibir suara anak kecil yang tiba-tiba datang.
Alana tersenyum kecil. Melihat Alfine yang sudah siap dengan jaket dan kaca mata hitamnya di kepalanya.
"Ka Alana. Kami pergi dulu." Kata Alfine sopan pada Alana.
"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan, Al." Kata Alana.
"Iya. Ka." Alfine menoleh pada Niko dan Niel yang masih menatapnya. "Ayo Om-om sekalian." Ajaknya dan langsung pergi.
"Serius, Nona?" Tanya Niel manatap Alana dengan tatapan melas.
Alana mengangkat alisnya. "Tentu. Dia akan sangat membatu kalian. Saya jamin."
•
°
•
°
•
°
•
°
•
°
•
°
•
°
KAMU SEDANG MEMBACA
My name is ALANA
Teen Fiction"Saya mohon...... ampuni saya..." "Dengan melepaskan mu?" "Saya....mohon.." "Ck, sudahlah pak tua. Anda tidak cocok seperti itu, kemana kepercayaan dirimu? Sudah hilangkah dengan berhadapan dengan ku?" "Saya akan lakukan apapun yang anda mau, jika a...