【CENDAYAM GALAT】

509 23 7
                                    

Jungwoo x Kun by risachwae

.

Tadi malam, langit benderang mungkin imbalan setelah hujan rintik sejak surya belum terbit, bahkan surya tidak nampak seharian sekedar menyinari sedikit sedikit kota yang sibuk dengan urusannya.

Sebuah pesan masuk dari teman lama mengajak bertemu untuk melepas rindu, merasa tidak sopan jika menolak padahal aku sendiri punya terlalu banyak waktu luang berakhir kusetujui setelah dia memberikan alamat sebuah rumah makan, katanya untuk perayaan walaupun entah apa yang dirayakan, padahal ini sudah jam sembilan malam. Sejujurnya sudah sempat menolak karena cuaca seperti ini lebih nyaman dihabiskan dengan sofa hangat, buku bacaan dan coklat, tapi paksaan dan untaian kata merajuk berujung aku mengantar dia pulang karena sudah mabuk.

Barusaja aku berniat menutup gerbang rumahnya tapi urung dan berlari masuk kedalam, menahan histeri. Jungwoo, adiknya yang aku kenal sebatas nama menenggelamkan dirinya perlahan di kolam renang yang terlalu dingin. "Sinting," aku berlari dengan tiap langkah yang disertai kata kata umpatan terkejut.

Jungwoo yang sepertinya menyadari keberadaanku malah buru buru menenggelamkan seluruh tubuhnya. "Woo! Jangan gila." Desisku sambil melepas sepatu, bersiap terjun. Entah apa yang akan Jungwoo lakukan, setidaknya aku berusaha agar dia tidak melakukan hal hal di luar nalar sehat—aku gadaikan segala harga diri dan pikiran tenang yang orang pikir selalu berkenan.

"Jangan ikutan gila kalau gitu!" Dasar remaja labil. Dia menepi mendekat ke salah satu sisi kolam yang tidak begitu jauh dari kaki telanjangku. Aku berjalan mengitari pinggir kolam menuju tempatnya menepi, "Kak Qian, tadi nganterin kakak pulang ya? Makasih banyak."

"Panggilnya Kun aja." Aku duduk meringkuk di tempat saat Jungwoo mulai berenang kesana kemari, "kakak belakangan ini emang sering mabuk, palingan besok pagi aku yang harus bersihin rumah gara gara dia muntah." Adunya.

Aku mengangguk, menyampaikan simpati, "dia lagi ada masalah?" Dasarku bertanya seperti ini karena aku tahu betul, Doyoung akan memilih mabuk sebelum mengambil sebuah keputusan yang akan semakin runyam karena perilakunya saat mabuk itu sendiri. Aku memerhatikan orang orang.

"Kita, kak." Aku cukup banyak berharap Jungwoo dengan bermurah hati menceritakan perihal yang sedang mereka hadapi, bukan maksud untuk mengisi keingintahuan, hanya sebatas meminjamkan telinga. Aku baik sebagai pendengar, menyimak. Tapi di lain sisi aku enggan untuk memintanya bercerita, takut dilabeli sebagai tukang campur tangan.

"Ayah baru tahu mama punya pacar, lebih muda dari kak Doyoung, lebih tua dari aku. Kebetulan ayah jarang pulang, kalau di rumah cuma perang." Dia tertawa entah dimana yang lucu aku tidak tahu, "minggu kemarin bilangnya mau pisah sekalian, enteng banget ya mulut mereka?"

Aku hanya mengangguk dan berdeham sebagai tanda bahwa aku masih memerhatikan.

"Kita udah cukup umur terhitungnya jadi... gak bisa, tapi kuliah kakak belum selesai, untungnya aku bukan lulusan sma, jadi bisa cari kerja dulu." demi jenggot Neptunus, aku membayangkan betapa beratnya pikulan berdua, Doyoung yang pastinya memiliki rasa tanggung jawab kemana hidup mereka akan mengarah dan Jungwoo yang menanggung biaya ini itu untuk mereka.

Jungwoo mulai berenang dengan cepat bersama membawa mimpi mimpi pupus yang dipupuk oleh kegelisahan seolah perenang handal dalam sebuah turnamen—kehidupan, katakanlah Jungwoo berbohong karena aku sangat sulit membaca ekspresinya dalam keadaan remang dan memang dia sangat sukar, tapi mengingat racauan Doyoung selama perjalanan sepertinya cukup masuk akal setiap kalimatnya untuk menemukan sebuah sangkut paut antar cerita. "Woo, kalau mau nangis jangan sungkan, bukan berarti kamu lemah atau apapun, semua manusia punya hak tersebut." Ucap Kun pelan tapi cukup untuk didengar.

Jungwoo kembali kedekat tempatku duduk, "berdiri di koordinat dimana nangis bukan lagi sebagai pengalir rasa, tapi sebatas sia sia,"

"No tears left to cry." Mungkin dia sudah berusaha tidak meletakkan wajah terhadap masalah orang orang diatasnya, berusaha menghapuskan peduli dan afeksi.

Tidakkah kalian dengar suara itu? Suara jiwa yang biru melayu dalam raga yang mulai membeku, jerit memohon tolong dari bibir beku dan lidah kelu. Aku ikut menatap langit yang menampakkan gugusan cahaya terang, mengikuti apa yang Jungwoo lakukan.

Suaranya mengalun pelan, memetik nada nada yang lembut, memberikan nilai baru tentang estetikaan, menyanyikan sebuah lagu yang belum pernah kudengar berani taruhan jika dia sedang membawakan eigendom sorang diri.

Jungwoo adalah representasi dari sebuah ketulusan yang murni, kepolosan dari jiwa yang dirusak, dirombak dan dibiarkan membenahi diri secara otodidak.

Sekarang aku bertanya tanya dan tak sengaja melontarkannya, mengapa Jungwoo tidak melarikan diri sekalian saja? Dia punya banyak kesempatan untuk melakukan hal tersebut dan kalian harus tau jawabnya, penuh kebijakan ia berkata, ini arena untuk belajar menguasai diri, kalau aku prioritaskan ego dan kabur, pasti kalut menyertai di jalan."

"Mau mati aja tapi masih banyak dosa." Kita tertawa, tidak selucu itu tapi dia berhasil mencairkan suasana biru.

Jungwoo bersin ditengah tengah tawa, "makanya jangan berenang malem malem, ayo keluar. Ganti baju. Aku mau pulang,"

"Kak Kun, Makasih ya," makasih udah mau dengerin keluh padahal kita gak pernah ngobrol sebelumnya, makasih udah memberikan waktu dan telinga untuk menyimak.

"Jangan terlalu diambil pusinglah." aku tertawa canggung, "Kalau ada apa apa, cerita aja. Doyoung gak suka dibantu soalnya, dia apa apa sendiri."

Baru beberapa langkah, aku memutar badan lagi, "Kalau mau renang, besok aja. Jangan malem lagi."

"Sekali lagi makasih ya kak," lalu percakapan ditutup dengan salamku yang dibalas setelah melewati gerbang dan pulang di tengah malam saat puncak hujan meteor geminid yang mentereng di langit, malam ini, interkolusi di kolam berhasil membuat aku berdistraksi.

Kuharap dia tahu, dalam tata suryanya dia berperan sebagai sentra. Orang orang itu bulan dan dia matahari, cahaya mereka darinya. Ada iri tentu saja.

Jungwoo, si sentra tata surya.

【THE NCT GALORE】➤ a nct fanfiction challengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang