Renjunx Doyoung by chrnoir
.
Namaku Huang Renjun. Orang-orang selalu berkata aku tidak patut untuk diberi perlakuan ramah-tamah karena bukan seorang berperilaku ramah. Like, what?! Padahal mereka yang lebih dulu menjauhiku sejak pertama kali menginjak sekolah ini setengah tahun lalu. Yah, pengecualian untuk tiga orang teman sekelas yang selalu mengekoriku kemanapun—Jaemin, Jeno dan Haechan dan satu orang kakak kelasku.
Bicara soal kakak kelasku itu... Dia sungguh amat sangat terkenal di seantero sekolah. Astaga, coba bayangkan dalam waktu empat bulan aku mengenalnya sudah berapa gadis yang menghampiri dan menyuruh agar aku menjauhinya. Padahal aku sendiri sama sekali tidak mempunyai niatan untuk mendekati Kak Doyoung.
Ah, aku lupa memperkenalkannya. Namanya, Kim Doyoung, dia adalah salah satu dari banyak orang bermarga Kim yang dikenal memiliki bentuk mata luar biasa indah. Kelasnya terletak di sudut lantai tiga, tepatnya di kelas khusus yang hanya bisa dihadiri oleh orang-orang berprestasi tinggi. Jelas, Kim Doyoung sangat pintar dan wajah tampannya adalah nilai tambah yang berhasil membuat banyak siswa-siswi terpikat padanya.
Dan aku yang tidak ada apa-apanya ini cukup tahu diri untuk tidak mendekati seorang Kim Doyoung.
TAPI KAK DOYOUNG SELALU MENGHAMPIRIKU JIKA DIA MELIHATKU! DIMANA PUN DAN KAPAN PUN!
Seperti sekarang ini.
Aku berdiri di pintu masuk depan lobi sekolah, menatap langit mendung dengan rinai hujan yang enggan berhenti bahkan hanya untuk beberapa detik. Di hadapanku, berdiri Kak Doyoung dengan senyum tipis terukir di wajah amat sangat tampannya dan sebelah tangannya memegang payung biru muda yang menaungi tepat di atas kepala.
"Kak Doyoung, kau tidak perlu memayungiku seperti ini," ujarku. Agak risih karena sedari tadi juga ada beberapa orang yang lewat dan memandangi ke arah kami.
"Tidak apa, Huang Renjun. Aku ingin pulang sepayung berdua denganmu. Kau tidak bawa payung milikmu, kan?"
Geraman tertahan menjadi jawabanku saat itu. Kak Doyoung benar telak, aku bahkan tidak pernah membawa payung di dalam tas atau meletakkannya di lokerku untuk berjaga-jaga. Lagi pula kupikir hujan tidak akan pernah turun di musim panas seperti ini, tapi sepertinya aku salah besar.
Kulihat tangan Kak Doyoung yang memegang payung bergetar pelan, bibir tipisnya memucat karena kedinginan. Sejauh yang aku tahu, Kak Doyoung tidak tahan dengan cuaca dingin, tapi dia tetap bertahan untuk memayungiku dan itu membuatku tidak tega.
"Kak Doyoung...," bisikku sambil meraih lengannya. Seperti dugaanku, lengan itu kini mendingin terpengaruhi suhu udara. "Kumohon... Pulanglah..."
Netraku menangkap raut kecewa terukir di wajah Kak Doyoung, sebelum dengan cepat tergantikan dengan sebuah senyuman di wajahnya. Kepalanya mengangguk pelan dan sebelah tangan bebasnya terulur untuk mengusap pelan pipiku.
"Baiklah, Renjun. Aku akan pulang," katanya. "Sampai jumpa besok."
Sekali lagi jemarinya mengusap pipi dan menggusak helai pirangku sebelum akhirnya melangkah pergi bersama payung menjauh bersama payung biru mudanya dan menghilang di balik gerbang sekolah.
Aku hanya bisa menghela nafas setelahnya. Bersyukur karena Kak Doyoung tidak bersikeras untuk berlama-lama bersamaku di sini. Jelas aku mengkhawatirkannya karena pernah melihat Kak Doyoung pingsan karena kedinginan saat tur musim dingin sekolah. Itu sungguh pemandangan mengerikan!
Melihatnya gemetar dan hampir kejang membuatku sangat ketakutan.
Ah, sepertinya aku terlalu sibuk dengan pikiranku hingga tidak menyadari rintik hujan mulai berhenti, menghilang bersama awan bergerak menjauhi.
Aku memutuskan untuk melangkahkan kaki sekarang sebelum hujan kembali datang. Berjalan menuju gerbang sekolah yang berada sekitar sepuluh meter dari tempatku berteduh tadi. Dan apa yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaanku.
Hujan kembali turun tanpa pemberitahuan, bahkan lebih deras daripada sebelumnya!
"Ah, sial!" gerutuku. Tempat berteduh berada cukup jauh dari sini dan rasanya percuma saja jika aku berlari kembali ke lobi sekolah.
Hah, harusnya aku menerima tawaran Kak Doyoung tadi—Eh?
Tiba-tiba air hujan tak lagi mengguyur tubuhku dan bayangan seseorang muncul di hadapanku. Jangan bilang kalau dia—
"Butuh payung?"
—benar Kak Doyoung!
Lelaki bermata indah itu berdiri di hadapanku dengan senyum tipis yang masih tak tanggal dari wajahnya. Rambutnya agak basah dan tangannya masih semakin bergetar. Dia pasti sangat kedinginan.
Aku menarik tangan Kak Doyoung hingga otomatis membuat jarak kami semakin dekat. Dengan tangan basahku, kuusap pelan pipinya. Perlahan matanya menutup seolah menikmati sentuhan pelanku.
"Kak Doyoung ini memang benar-benar! Kenapa menungguku? Kakak terlihat pucat sekarang!" seruku, tapi dia tidak mengatakan apapun dan masih terus tersenyum lembut, membuat perasaan bersalahku semakin muncul.
"Ayo pulang," bisiknya. "Sepayung berdua."
Mendengar nada pintanya membuatku mau tak mau mengangguk patuh. Tidak ingin membuat rasa bersalahku semakin besar karena melihat perngorbanan Kak Doyoung yang rela menungguku meski tahu kalau tubuhnya tak kuat dengan dinginnya hujan.
Saat merasakan sentuhan tangan Kak Doyoung yang merangkul bahu kecilku, saat itu juga aku bisa merasakan debaran asing di jantungku. Mungkin dalam jarak sedekat ini, Kak Doyoung bisa ikut mendengarnya. Debaran yang semakin kencang, pipiku mulai menghangat dibuatnya. Apalagi saat kutatap Kak Doyoung yang masih setia dengan senyumannya.
Pikiranku makin kalut.
"Ayo, Renjun."
Langkah kaki besarnya menuntunku, suara tawa lembut yang menghangatkan.
Astaga!
Ya, Tuhan!
Aku tahu aku tidak pantas, dan juga tidak ingin mengakuinya, tapi... bolehkah aku mencintai makhluk ciptaanmu yang satu ini?
Tolong izinkan aku, ya!
***
Hujan yang tiba-tiba muncul di musim panas.
Di bawah payung biru yang menangui.
Membawa sebuah perasaan yang baru pertama kali Renjun kenali.
Cinta.
Dan Doyoung adalah orang yang tepat untuknya.
***
Fin
KAMU SEDANG MEMBACA
【THE NCT GALORE】➤ a nct fanfiction challenge
FanficThe NCT Galore merupakan wadah untuk kalian, NCTzen, yang ingin menulis fanfiction NCT dalam berbagai genre dan pairing! #933 in NCT #3 in XIAOJUN