Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nakamoto Yuta as Yudha
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Renjun Huang as Radhirga Arjuna
Jadi, selamat menikmati,
-
Sudah hampir tengah malam saat itu. Ibu dan ayah (dengan selinting tembakau) masih melanjutkan gurau gurau mereka tentang sinema yang baru kami saksikan di televisi, sesekali aku melontarkan hal konyol untuk menambah suasana.
Di waktu seperti ini akalku sering dibayangi rupanya tanpa terduga, rupa dari akhir musim panas tiga tahun lalu, seseorang yang rasanya seperti keluarga, yang tak ada kabar hingga ibu teringa-inga. Dia memperkenalkan diri sebagai Yudha—tidak lebih dan tidak kurang; tanpa marga atau nama belakang. Satu dari banyak hal yang tidak bisa dilupa adalah bagaimana tawa adik sepupuku saat melihatnya berjalan seperti orang bodoh dan berakhir dijamu oleh ibu di beranda saat siang bolong.
Terlalu aneh, sebenarnya.
-
Ajaib betul waktu itu. Hari sedang di titik terpanas dan kami bertiga serta adik sepupuku yang sering kupanggil Dobby—karena telinga lebarnya mengingatkan pada peri rumah dalam seri Harry Potter, sedang bersantai di teras rumah, tiba tiba ia tertawa geli, sambil menunjuk nunjuk seorang pria yang berjalan di trotoar dengan perawakan bagai peserta wajib militer berambut semi gondrong dan berhasil kabur. Kemejanya berantakan, dengan lengan digulung dan pantofel hitam berdebu. Satu satunya yang meyakinkan selain postur tegap adalah buku filsafat yang ditentengnya, tampak eksklusif.
Aku sudah berusaha membekap mulut jahilnya agar pria tersebut tidak merasa dijadikan bahan lelucon oleh si ujang bangor. Sayang bukan kepalang, pria muda tadi tertegun mendengar suara Dobby, ia berhenti, dan tanpa diduga malah ikut tertawa. Mungkin geli mendengar tawa adik sepupuku atau mungkin menertawakan diri sendiri.
