Possessive Playboy 25

5.9K 541 13
                                    

Ali mematung di tempatnya tapi hanya untuk sesaat "Tapi dimana?" Ali belum merasa jengah untuk kembali bertanya.

Prilly menatap Ali dan tersenyum "Prilly juga butuh Privacy kak!"

Ali menghela nafas pelan, dan merengkuh tubuh Prilly dengan tangan yang dibalut diperban tanpa mempedulikan sakit yang akan dirasanya nanti "Dimana?"

Prilly menghela nafas pelan mendengar pertanyaan yang sama "Apa tidak ada pertanyaan lagi selain itu?" ucap Prilly dan mengelus lembut punggung Ali.

Ali menundukkan kepalanya untuk melihat kekasihnya yang semampai "Dimana?"

Prilly menghela nafas pelan, sebelum mendapatkan jawaban, pasti Ali akan tetap melontarkan pertanyaan yang sama, jadi pilihan Prilly hanya ada satu dan itu harus menjawab pertanyaan Ali, jika tidak mau berakhir dengan tragis.

Prilly melepaskan diri dari pelukan Ali, dia tersenyum melihat kesibukan di kota "Apa kakak tidak mengerti akan arti Privacy? Apa perlu Prilly jelaskan?"

Prilly menarik nafas sedalam-dalamnya, kepalanya mendongak untuk melihat langit dipagi hari, senyuman kecut tercekat jelas dibibirnya, "Privacy adalah Kebebasan pribadi atau—"

"KAKAK NGGAK BUTUH PENJELASAN, DARI MANA KAMU HAH?"

Prilly terkekeh hambar mendengar bentakan itu, sudah ia duga sebelumnya, hanya saja Prilly ingin sedikit mempermainkan kekasihnya ini. Prilly melirik Ali sekilas melalui ekor matanya "Penting ya? Buat apa?"

Prilly benar-benar telah membangunkan sisi lain dari kekasihnya. Prilly menghela nafas pelan setelah sadar apa yang telah diperbuatnya "Di rumah Prilly, kenapa?" Bohong, tentu saja Prilly berbohong.

"Kenapa nggak ke Apartement?"

Prilly tertawa pelan mendengar pertanyaan itu, andai Ali merasakan apa yang dirinya rasakan, tapi Prilly tidak berharap lebih akan hal itu, kepalanya menunduk sesaat dan kembali mendongak, genangan air mata sudah menumpuk dipelupuk matanya dan siap untuk meluncur, tapi Prilly masih berusaha untuk menahannya "Untuk apa?" Jawabnya kelewat santai.

"Prilly sadar gak sih, KAKAK BENER-BENER KHAWATIR SAMA KAMU!"

"Prilly nanya untuk apa, bukan kenapa!"

Ali menggeleng-gelengkan kepalanya, dia merasa bahwa didepannya ini bukan Prillynya, bukan Prilly yang ia kenal, sakit? Ada perwakilan dari kata sakit? Hati Ali benar-benar hancur melihat Prilly di sebelahnya ini, hatinya merasa teriris-iris melihat keacuhan Prilly.

"Kamu bukan Prillynya kakak" Pernyataan itu keluar dari cepat dari mulut Ali.

Prilly terdiam sejenak, matanya memejam "Iya gue bukan Prillynya Ali, Prillynya Ali bodoh, bener-bener bodoh!" Ucap Prilly dengan lirih tapi masih bisa Ali dengar.

Sesak? Tentu saja sesak yang dirasakan Ali saat ini, matanya mulai berkaca-kaca, jika ini mimpi, makan ini akan menjadi mimpi terburuk selama hidupnya.

Prilly membuka matanya seiringan dengan air matanya yang sudah mendesak ingin keluar, Prilly melirik Ali dan tersenyun kecut melihat mata Ali yang berkaca-kaca "Sakit kak?"

Ali menatap Prilly dalam, pikiranya benar-benar kacau.

"Sakit batin?" Prilly kembali melontarkan pertanyaan yang seinti.

Ali mengangguk kaku, ini benar-benar sakit "Sakit" lirihnya

Prilly tertawa pelan, tertawa miris lebih tepatnya "Andai kakak tau, rasa sakit ini nggak sebanding dengan rasa sakit yang aku rasakan semalam"

Prilly memejamkan matanya sejenak bersamaan dengan helaan nafas yang berat keluar dari bibir ranumnya "Dengan mudahnya Kakak lupain Prilly" lirihnya

Possessive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang