4.Trauma Alina

2.4K 179 2
                                    

Orang yang paling bahagia adalah orang yang mencintai Allah dan Rasulullah di atas segala-galanya, karena dengan keduanya menjadi sebab kebahagiaan yang hakiki.

-Di Balik Senyum-

🌻🌻🌻

Sudah hampir sepuluh menit Ghufron duduk di kursi panjang bewarna hijau itu, sesekali ia memainkan handphone untuk membalas chat atau hanya sekedar membuka notifikasi di benda pipih persegi panjang miliknya.

Jamilah datang dengan membawa tote bag kecil yang berisi beberapa helai pakaian dan sebuah ponsel, tentu kedua barang tersebut milik Sajidah yang hendak Ghufron jemput karena sesuai rencana, malam ini Sajidah akan menginap di rumah pale dan bulenya yang tidak lain adalah orang tua Ghufron.

Ghufron menyempatkan diri untuk mengobrol ringan dengan Budenya-Jamilah, sesekali ia melempar candaan dan bercerita singkat tentang kehidupannya yang akan memasuki usia 18 tahun.

"Ehm Bude, Alina dimana? Dari tadi Ghufron gak lihat," tanya Ghufron ragu.

"Alina di teras belakang, susul aja mungkin dia gak tau kalo kamu datang," mendengar titah dari Jamilah segera Ghufron berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah belakang.

Langkah kaki ghufron terhenti saat melihat sesosok gadis dengan piyama panjang abu-abu dan rambut yang dikuncir kuda.

Gadis itu sedang berkutak dengan beberapa buku di hadapannya. Terlihat dari raut wajahnya ia tengah serius sehingga ia tidak menyadari keberadaan Ghufron yang sudah duduk manis di sampingnya.

"Al," panggil Ghufron.

"Eh Bang Ghufron, kebetulan Abang kesini. Bantuin Al ngerjain tugas fisika dong," ucap Alina menyambut kedatangan Ghufron dengan ramah.

"Tapi sebelumnya ada hal yang harus kita bicarakan,"

"Sajidah?" tebak Alina tidak suka dan memutar bola matanya malas.

"Kenapa lo benci sama dia?"

"Gara-gara dia, ayah, paman dan bibi meninggal," jawab Alina yang sangat enggan membahas kejadian yang sudah lama terjadi.

"Jangan menyalahkan orang lain karena..."

"Lebih baik Abang pulang, gak ada gunanya kita obrolin ini karena gak akan merubah keadaan," potong Alina dengan cepat.

"Dan gak ada gunanya menyimpan dendam bertahun-tahun, karena itu semua gak akan bisa ngidupin orang yang udah mati," sambut Ghufron dengan nada datar.

"Abang gak akan pernah tau gimana rasanya kehilangan orang yang kita sayang persis di depan mata kita sendiri, orang tua Abang lengkap, keluarga Abang berkecukupan. Jadi, pedih yang orang lain rasakan belum tentu bisa Abang pahami," jelas Alina dengan mata yang sudah berkaca-kaca, ia mengingat kembali kejadian sepuluh tahun lalu yang membuatnya memiliki trauma yang sangat menyakitkan.

"Lo tetap gak berhak menghukum seseorang yang bukan karena kesalahannya," kata Ghufron.

"Bukan karena kesalahannya?" tanya Alina begitu sarkas dengan tatapan yang sinis.

"Abang tau gak gimana rasanya hidup berdampingan dengan trauma? Hidup dihantui dengan ketakutan, takut kehilangan, takut ditinggal. Alina juga cape bang! Alina juga gak mau hidup dengan rasa benci, tapi setiap Alina lihat wajah Sajidah, di sana Alina ngerasain rasa sakit yang gak bisa orang lain ngerti!" sambung Alina dengan pipi yang sudah basah.

"Iya, Abang gak tau gimana rasanya berdamai dengan rasa sakit dan trauma, tapi apa pantas kamu memperlakukan Sajidah dengan buruk selama sepuluh tahun ini?" ucap Ghufron berusaha dengan hati dan ucapan yang lembut.

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang