20. Dicintai Allah

1.6K 136 0
                                    

Perempuan itu terhormat. Terjaga karena hijabnya, cantik karena akhlaknya, indah karena kecerdasannya, dan tak ternilai dengan nominal karena agamanya.

Afnan pov

Melihatnya tersenyum membuat aku juga tersenyum. Dia perempuan akhir zaman yang ku kagumkan. Dia tetap tersenyum meski badai kehidupan terus menerjangnya, dia tetap bersyukur atas apa yang terjadi padanya, dan dia tetap bersabar walau hatinya terluka.

"Sajidah daniyah, semoga Allah selalu meridhoi langkahmu"
Gumamku setengah berbisik.

Aku tidak tahu, apa dia merasakan perasaan yang sama denganku. Aku tidak tahu, apa dia juga menyebutkan namaku di dalam do'anya. Aku pun tidak tahu, apa mungkin dia bisa menerima rasa yang ku pendam saat ini. Entahlah, aku hanya mengikuti alur yang telah disiapkan Allah. Aku tahu, Allah Maha membolak-balikan hati, sangat mudah bagi Allah untuk membuat rasa ini menetap atau hilang.

Tentang jodoh, jujur aku mengharapkannya untuk menjadi makmumku kelak. Aku memintanya pada Dia Yang Maha mengabulkan. Tapi, jujur, aku pun tidak tahu apakah jodoh atau mautlah yang menjemputku terlebih dulu. Wallahu'alam. Aku hanya bisa berharap agar Allah selalu melindungi aku dan orang-orang yang aku sayang.

"Melamun aja, jadi nggak nih ke rumah ghufronnya? Kalau nggak, mbak yang pakai mobil"
Ucap mbak ulfa mengagetkanku.

"Eh mbak, pakai aja mobilnya biar ghufron pakai motor"

"Kenapa tidak bilang dari tadi afnan?"

"Mbak juga tidak bertanya"

"Iya sih, eh tapi kamu mau ketemu ghufron atau sajidah nih?"

"Ghufron mbak, jangan su'udzon deh. Afnan sama teman-teman yang lain mau ngerjain tugas kelompok, nggak ada niat lain"

"Iya-iya maaf deh, yasudah mbak pergi dulu. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"
Setelah mbak ulfa pamit pada mama, aku pun mengikuti apa yang dilakukan mbak ulfa. Pagi ahad ini, aku, ghufron, danish, elisa, dan hulya akan mengerjakan tugas yang diberikan pak herman, guru yang mengajar mata pelajaran agama.

Ku kendarai motorku dengan kecepatan sedang, menikmati jalanan yang agak renggang. Sesekali secara spontan ku lantunkan sholawat dan surah-surah pendek dalam al-Qur'an. Ku injak rem kaki yang ada di sisi kanan motorku. Tampak dari mataku, motor elisa sudah terparkir tepat di depan sebuah rumah berukuran sedang dengan dominan berwarna biru. Segera ku parkirkan motorku untuk bergabung bersama mereka.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam"
Jawab mereka kompak. Mataku memincing saat ku lihat anggota kelompokku sudah lengkap. Itu artinya, aku terlambat.

"Masuk af"

"Iya"
Ku lepas alas kaki ku, lalu duduk tepat di sebelah kanan danish.

"Kamu mah ngaret af, janjinya kan jam sepuluh"
Ucap elisa seraya sibuk memilah buku yang ada di depannya.

"Maaf deh, lagi pula cuma telat lima menit"

"Santai"

"Btw, tadi aku cuma lihat motor kamu loh di parkiran. Mereka jalan kaki?"
Tanyaku seraya menatap dhanis dan hulya secara bergantian.

"Enak aja, aku nebeng sama elisa kalik"
Protes hulya dengan suara cemprengnya.

"Baru datang cari masalah sama hulya lo af"
Ucap ghufron yang dibalas hulya dengan tatapan horor.

"Kalau lo dhan?"

"Giliran cewek lo pakai aku kamu, giliran ke cowo lo pakai gue elo. Diskriminasi ini namanya"

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang