7.Di Balik Senyum

1.9K 160 0
                                    

Kadang kala, dia yang dari luar terlihat sangat kokoh nyatanya juga menjadi yang paling rapuh.

-Di Balik Senyum-

🌻🌻🌻

Semilir angin terasa terus bertiup dari segala arah. Beberapa kendaraan yang terpakir rapi di SMA Harapan Bangsa mulai sepi, siswa-siswi yang menunggu jemputan pun hanya tersisa beberapa orang.

"Lo kepo banget sama kehidupan Sajidah," ucap Ghufron pada Afnan yang tanpa menjawab sepatah kata pun.

Sedari tadi mereka berdua tak terkecuali Dhanis menunggu Sajidah yang belum keluar dari gerbang sekolah. Mereka berada di dalam sebuah mobil silver milik Afnan yang berhenti tepat di seberang sekolah.

"Kalau gue naik mobil lo, motor gue gimana?"

"Kan udah kita titip di rumah Pak Somad, nanti kalo urusan gue udah selesai, kita balik ke sini lagi kok," jawab Afnan yang masih fokus memperhatikan sesiapa saja yang ada di parkiran sekolah.

"Gue naik motor aja deh, nanti malah bolak-balik lo juga yang repot," mendengar pernyataan Ghufron, Afnan tidak ingin ambil pusing, ia hanya berdehem sebagai isyarat menyetujui apa yang sahabatnya katakan tadi. Ghufron segera keluar dari mobil kemudian mengambil motornya yang berada di rumah Pak Somad yang bekerja sebagai penjaga sekolah.

"Itu Sajidah sama Alina pulang bareng? Gue gak salah lihat ya?" tanya Danish menunjuk sebuah motor Scoopy yang dikendarai Alina sedangkan Sajidah duduk di belakang.

"Nanti gue ceritain," kata Ghufron, sedangkan Afnan dengan hati-hati menancap gas agar Sajidah dan Alina tidak merasa diikuti.


Afnan menginjak rem mobil ketika melihat Ghufron memarkirkan sepeda motornya di pinggir jalan. Terlihat sebuah pemakaman yang cukup luas dari tempat mereka berhenti yang menyisakkan jarak kurang lebih lima meter. Ghufron berdiri di sisi kanan pintu mobil kemudian tersenyum getir.

"Ayo turun!" ajak Ghufron pada Afnan dan Danish.

Langkah mereka bertiga terhenti saat melihat Sajidah yang tengah duduk di antara dua buah makam, sedangkan Alina duduk di sisi kanan sebuah makam yang berbeda. Mereka berdua menabur beberapa jenis bunga dan menyirami dengan air tiga makan tersebut, terlihat juga membersihkan beberapa rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam.

"Jadi ini yang dimaksud Sajidah tadi, yang katanya mau mampir ke tempat kedua orang tuanya," gumam Afnan dengan tatapan yang getir.

Dari jauh lubuk hati Afnan, ia merasa teriris dan merasa nyilu ketika mengingat senyum yang Sajidah perlihatkan selama ini, karena tepat di hadapannya sekarang, terlihat berulang kali Sajidah menghapus air mata yang tidak terbendung.

"Dia yang terlihat sangat kokoh dari luar, ternyata dia juga yang paling rapuh," lirih Dhanis yang juga merasa sendu.

"Bukannya gue gak tahu selama sepuluh tahun ini, Sajidah hidup melawan trauma dan berusaha menyembuhkan luka yang dia punya. Di satu sisi gue juga tahu kalo dia bahagia menjalani kehidupannya, tapi tetap aja dia gak bisa bohong apalagi kalo lagi sendiri. Berulang kali gue mergoki dia nangis, tapi gue gak mau bahas atau sekadar nanya, karena jawabannya gue udah tau, luka dan trauma yang dia punya belum sembuh seutuhnya," ucap Ghufron dengan senyum yang sangat tipis.

"Kalo gue boleh tau, apa yang terjadi sepuluh tahun lalu?" tanya Afnan dengan hati-hati karena tahu yang ia tanyakan adalah hal yang sensitif dan cukup privasi.

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang