32. Aku si munafik

1.4K 107 6
                                    

Jangan letakan harapanmu di tanganku. Aku hanya manusia biasa yang terkadang khilaf menghancurkan harapanmu itu. Ya, anggap saja aku jahat, tapi jujur aku bukanlah sesempurna yang kau bayangkan.  Cukup sampai disini, buatlah harapan baru dan letakan di untaian do'a yang terpanjatkan pada sang Rabb.


Sajidah Pov

Jahat. Kata itu itulah yang cocok untuk ku. Banyak hati yang telah aku sakiti. Banyak harapan yang telah ku kecewakan. Banyak senyuman yang telah ku pudarkan. Sekarang aku merasa, aku lah pemeran antagonis di dalam hidup mereka. Aku lah manusia munafik.

Ribuan rasa bersalah menghantan diriku. Ya Rabb, maafkan hamba. Jika aku ada pilihan lain dalam hidup, maka akan ku tinggalkan pilihan hidup yang telah ku pilih saat ini. Air mata ku terus saja mencelos, jantungku berdebar kencang, tanganku terasa dingin, bagai penjahat yang takut kejahatannya diketahui orang lain. Itu lah aku.

"Hiks..."
Lirihku yang tertahan.

Taman ini tidak cukup sepi untuk membuatku menangis sekencang-kencangnya. Ku biarkan diriku sendiri di pojok taman untuk mengeluarkan emosi yang ada pada diriku.

Ya Rabb, apa rencana-Mu selanjutnya. Begitu banyak kejutan hidup yang kau beri. Ya Rabb, maafkan hamba yang telah menyakiti hati mereka. Hati mereka yang menyayangi hamba dengan tulus.

Air mataku sulit untuk berhenti. Isak tangisku pun tak bisa ku bendung lagi. Aku, aku selemah inikah?

"Hiks...hiks"
Isak tangis ku pun terdengar lirih. Ya, menyakitkan rasanya. Sakit, perih, tapi apalha daya, aku hanya menjalani cerita hidup dari Sang Rabb yang telah menetapkan cerita hidupku. Aku hanya meyakini akan ada sesuatu yang indah di ujung ceritaku.

"Sajidah"
Mendengar panggilan itu membuatku tersentak, dan langsung saja ku hapus air mataku dengan kasar.

"Kamu baik-baik saja?"
Tanya seseorang itu yang telah duduk di samping kananku.

"Yes, im fine"
Jawabku dengan senyum hambarku.

"Maafkan alif"

"Kak, harusnya jidah yang meminta maaf. Jidah sudah menyakiti hati bang alif, bang alif tidak salah"
Ucapku pada seseorang itu yang tak lain adalah kak zakia.

"Tidak sayang, alif memaklumi jawaban kamu, alif hargai keputusan kamu. Tapi jika boleh kakak tau, apa alasan di balik ini semua?"

Ku tarik nafas dalam lalu ku hembuskan nafas pelan.

"Bang alif punya kebahagiannya sendiri, tapi tidak untuk bersama jidah. Bang alif punya masa depan yang lebih cerah dan indah, tapi tidak untuk bersama jidah"

"Kita sebagai manusia tidak bisa menebak alur cerita hidup, sayang"

Setetes ait mataku mencelos.

"Mungkin kakak berpikir bahwa jidah telah mendahului cerita hidup. Tapi kak, bang alif langit dan jidah buminya, dan langit dan bumi tidak bisa bersatu. Jikalau bersatu maka akan hancurlah semesta ini. Terlebih tidak ada setitik harapan pun untuk menikah dalam hidup jidah. Jidah hanya ingin membuat orang yang jidah sayang bahagia. Pa'le, bu'le, ghufran, nia, alina, kak zakia, sahabat jidah, dan bang ghufron pun jidah sayang kak. Tapi tetap, langit dan bumi tidak bisa bersatu"

"Baik, kakak terima semua alasan kamu. Tapi bukan masalah alasan kamu yang alif pertanyakan, melainkan kenapa kamu menangis saat mendengar pernyataan alif tadi?"

"Karena...karena jidah sudah menyakiti hati banyak orang. Jidah merasa jidah adalah seorang yang munafik. Jidah menghancurkan banyak hati dan harapan"

Air mataku mengalir begitu saja. Ya, aku si munafik.

"Banyak hati?"

"Iya kak. Jidah pernah menyakiti hati seseorang yang mencintai jidah dengan tulus, termasuk bang alif. Jidah menyakiti hati ghufran, pa'le dan bu'le dengan mengancam akan pindah ke desa jika mereka masih memaksa jidah untuk kuliah. Sajidah lah manusia munafik disini kan, hiks...hiks..."

Isak tangisku pecah, dada ku sesak, hatiku remuk. Ya Rabb, kuatkan hamba.

"Sayang, kakak tahu kamu punya alasan untuk semua itu. Alasan yang hanya kamu dan Allah yang tahu, kakak pun merasa kamu sudah cukup dewasa dalam memghadapi masalah. Kamu perlu ingat, kamu itu kuat, kamu itu unik, kamu itu tidak terbatas dan kamu dicintai. Tetaplah bertahan karena Allah selalu bersama hamba-Nya"
Ucap kak zakia seraya memeluk ku lembut.

🌸🌸🌸

Setelah ku tunaikan shalat ashar di masjid kota, perasaan ku mulai menenang. Lama aku meminta pada Sang Rabb saat sujud terakhirku. Ku tutup do'aku lalu ku ambil mushaf al-Qur'an untuk membaca dan menghayati kalam Ilahi.

Ku lantunkan ayat demi ayat, hampir dua lembar ku baca segera ku akhirkan bacaan ku.

"Astaghfirullah, aku lupa pekerjaan ku. Ya Rabb"
Gumamku sedikit panik. Segera ku bergegas kembali ke cafe. Semoga kak ardina memaafkanku.

Arloji di tangan kiri ku menunjukan pukul 04.25 sore. Ku percepat lari ku di trotoar jalan, fokus ku hanya ke cafe untuk meminta maaf pada kak ardina atas keteledoranku ini. Bisa-bisanya aku mementingkan urusan pribadi dibanding pekerjaan.

"Permisi ya, maaf-maaf"
Ucapku saat ku lewati beberapa mahasiswa beralmamater yang sedang melakukan kegiatan baksos mereka. Terlalu terburu-buru hingga aku menabrak seseoarang.

"Mm...maaf mas"
Ucapku lalu langsung berlari tanpa memperdulikan tanggapan seseorang yang aku tabrak dan tanpa tahu wajah seseorang itu.

"Alhamdulillah"
Lirihku terengah-engah saat sudah sampai di depan cafe tempat ku bekerja.  Ku langkahkan kaki ku dengan sedikit takut, tujuan ku sekarang menemui kak ardina untuk meminta maaf padanya.

"Sajidah"
Panggil kak ardina saat kaki ku baru saja menapaki lantai dua cafe.

"Ii...iiya kak, saya mau minta maaf untuk kelalaian saya, maaf kak, saya mohon jangan pecat saya"
Mohon ku tulus tanpa menatap wajah kak ardina.

"Apa lantai itu lebih menarik dari wajah saya?"
Tanya kak ardina yang membuat ku spontan mengangkat wajah lalu menatapnya dengan rasa takut.

"Mm...maaf kak"

"Kali ini saya maafkan, saya pun mengerti apa yang terjadi pada kamu.  Tapi, lain kali tolong tepatkan pada situasi dan kondisinya"

"Terimakasih kak, terimakasih banyak"

"Sudah, jangan merasa takut berlebihan pada saya. Hormat boleh, tapi takut jangan"

"Ii...iya kak"

"Oh iya, saya mau kasih tahu bahwa memang tidak setiap cinta harus memiliki tapi kamu harus ingat bahwa setiap cinta pun memiliki kesempatan untuk memiliki. Kembali lah bekerja, saya mau keluar sebentar. Assalamu'alaikum"
Ucap kak ardina berlalu pergi.

"Wa'alaikumussalam warrohmatullah. Tapi kak, bagaimana jika kesempatan memiliki itu akan pupus dimakan waktu?"
Lirih ku sangat pelan.

Ya Rabb, cukupkan hati ku oleh cinta-Mu.









Assalamu'alaikum
Maaf ya telat :)
Mood nulis lagi low :(
Tapi makasih commentnya yang secara tidak langsung memberi aku semangat. Syukron :)

See you next part 😊

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang