17.Semangat al

1.5K 139 0
                                    

Kita adalah makhluk Allah yang penuh dengan celah dan kekurangan. Tidak ada yang perlu dikejar di dunia ini selain keridhoan-Nya. Karena sejatinya keelokan dunia hanya sesaat.

Sajidah Pov

Ku langkahkan kaki ku beriringan bersama ketiga sahabatku. Freeclass kali ini seperti biasanya, aku akan mendamaikan hati dan pikiran di musholla sekolah. Tampak koridor sekolah yang sepi, pendengaranku hanya menangkap riuhnya siswa berseragam olaharaga yang berada di lapangan.

Tidak sampai 5 menit, kini kaki ku dan ketiga sahabatku sudah menginjak lantai keramik putih. Segera kami lepas alas kaki, dan langsung mensucikan diri dengan air wudhu. Dalam hati aku terus bersholawat pada baginda nabi Muhammad sholallahu'alaihi wassalam.

"Jid, kamu tidak membawa mukena ya?"
Tanya atifa pada ku.

"Jidah pakai mukena ku saja, aku juga mau mengulang hafalanku"
Potong farrah sebelum ku menjawab pertanyaan atifa.

"Iya kan jid?"
Lanjut farrah sekali lagi. Dengan sigap ku anggukan kepala ku seraya melempar senyum.

"Fa, lain kali kalau bicara hati-hati"
Bisik hanum pada atifa yang masih dapat ku dengar.

Ya, aku tahu maksud dari ucapan itu. Aku tahu hanum bermaksud untuk menjaga perasaan ku. Kebakaran yang terjadi seminggu yang lalu membuat semua barang yang ada di rumah tidak tersisa, termasuk mukena ku yang hangus dimakan api. Toh juga ketika sholat aku lebih sering meminjam mukena musholla.

Mengingat kejadian itu, membuatku tersenyum getir. Hidup akan terus berjalan walau kepahitan yang kini aku rasakan. Aku hanya percaya, Allah akan menghadiakan keindahan di balik ini semua. Namun, lagi-lagi aku termenung saat bayang-bayang alina yang terbaring sakit terus berputar diingatanku. Sungguh, melihat kondisi alina, aku merasa sedih. Tapi, aku berharap alina segera bangkit dari kesedihannya.

"Jid, belum sholat?"
Tanya farrah sedikit mengagetkan ku.

"Eh? Iya. Ini baru mau sholat far"
Jawabku lalu dengan segera mendirikan sholat dhuha.

Tidak terasa sudah setengah jam lebih aku dan ketiga sahabatku menghabiskan waktu di musholla. Kini, terdengar riuhnya antar sudut sekolah, pasalnya bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu.

"Jid, ke kantin?"
Tanya atifa.
"Em, kalian saja"

"Kamu?"

"Aku di menunggu di musholla"
Balasku dengan sebuah senyum, sedetik kemudian dibalas atifa dengan anggukan.

Aku puasa? Tidak. Aku tidak lapar? Haha sudahlah jangan dibahas. Kini, sayup-sayup ku mendengar lantunan ayat suci al-Qur'an. Sangat menenangkan hati dan pikiran.  Suara itu sangat aku kenali, adam nama pemilik suara itu. Siswa kelas 10 ipa, dari kabar yang ku dengar, dia adalah seorang hafidz qur'an. Dari mana ku mengenalnya? Siapa lagi kalau bukan alina. Alina yang menceritakan adam kepada ku sekitar satu bulan yang lalu.

"Alina..."
Lirihku. Kembali ku mengingat alina. Bagaimanapun dia tidak boleh berputus asa, dia harus tetap menjalani kehidupannya. Untuk itu, aku harus tetap menyemangatinya. Dia tidak boleh larut dalam kesedihan. Ya Allah, bantulah jidah.

"Assalamu'alaikum"
Ucap atifa, farrah dan hanum bersamaan.

"Wa'alaikumsalam"
Balasku. Kemudian segera mereka melepas alas kaki dan melangkah masuk mendekatiku.

"Loh, kalian tidak ke kelas?"

"Bel masuk belum bunyi"
Jawab atifa dengan cengirannya.

"Ya Allah, yasudah, ayo ke kelas"
Ajakku.

"Kita makan dulu jid, kamu pasti lapar. Ayo"
Cegah hanum.

"Ayo jid, ini ada empat bungkus gado-gado"
Sambung farrah.

"Ta..."

"Tidak ada penolakan"
Potong atifa. Aku hanya tersenyum kikuk, aku bukannya tidak lapar, tapi uangku tidak cukup untuk mengganti gado-gado ini.

"Makanan ini traktiran dari farrah, jid"
Lanjut atifa tersenyum manis. Aku hanya mengangguk pelan, kemudian langsung menyantapi gado-gado yang ada di depanku.

"Btw, makasih traktirannya far"
Ucap hanum.

"Iya far, makasih ya"
Sambungku. Farrah pun hanya menunjukan jempol kanannya sebagai jawaban.

♡♡♡♡

Terik matahari terasa menguasai langit siang ini. Ku pandang parkiran sekolah yang hanya tersisa beberapa kendaraan. Ku tarik nafas panjang, aku harus cepat untuk sampai ke rumah, lebih tepatnya ke rumah pa'le.

"Maaf ya ghuf, aku lama"
Pinta ku pada ghufron yang sedari tadi menunggu ku.

"Santai jid"
Balas ghufron yang ku tanggapi dengan anggukan.

"Kalian langsung pulang?"
Tanya seseorang yang tak lain adalah afnan.

"Iya af, gue sama jidah mau langsung pulang"

"Yasudah, fii amanillah. Duluan ya, assalamu'alaikum"
Ucap afnan kemudian berlalu pergi.

"Wa'alaikumsalam"
Balas ku dan ghufron kompak.

Kebisingan jalan raya memenuhi pendengaranku. Ghufron membawa motor dengan kecepatan sedang, entahlah, kini aku dan dia sedang bergulat dengan pikiran masing-masing. Tentang apa yang aku pikirkan? Apa lagi kalau bukan keadaan alina. Sesampai di rumah, aku harus tetap berusaha menyemangatinya.

"Jid, sudah sampai"
Ucap ghufron mengagetkan ku.

"Eh iya"
Timpalku, kemudian langsung saja masuk ke rumah untuk tujuan awalku.

"Assalamu'alaikum bu'le, pa'le, nia"
Salam ku memenuhi ruang tamu pa'le.

"Wa'alaikumsalam"
Balas mereka bersamaan.

"Alina mana bu'le?"

"Di kamar nia, nak"
Ucap bu'le dengan mata yang berkaca-kaca. Ya, aku tahu kesedihan bu'le, aku mengerti bagaimana perasaan bu'le saat ini. Sedetik kemudian ku kembangkan senyum tulusku padanya lalu segera masuk ke kamar ghania.

"Assalamu'alaikum"
Lirih ku seraya membuka pintu. Ku lihat alina yang bersimpuh memanjatkan do'a pada Sang Maha Cipta. Ku tutup pintu kamar lalu perlahan mendekati alina.

"Al"
Panggil ku sangat pelan ketika ia menyelesaikan do'anya.

"Iya?"
Tanyanya dengan suara serak.

"Aku yakin, Allah selalu mendengar do'a-do'amu, Allah selalu melindungimu, Allah selalu bersamamu, dan Allah akan mengabulkan do'amu. Aku mohon, sudahilah kesedihan ini, jangan biarkan keadaan mengalahkan mu, kamu kuat"
Jelasku pada alina yang terdiam dengan linang air mata.

"Dengar, ambil hikmah di balik setiap kejadian, jadikan pelajaran hidup. Jangan berfikir bahwa dunia mu sudah hancur karena sebuah ujian, justru ujian itulah yang akan memperindah hidupmu, yang akan membuatmu semakin dekat kepada Allah. Ini adalah skenario Allah yang indah seindahnya indahnya skenario, ikhlaskan dan syukuri. Kamu kuat al"
Sedetik kemudian alina langsung berhambur memeluk ku, dan pelukan itu ku balas bersamaan dengan secercah harapan yang membuat ku  semakin mencintai-Nya.

Ku longgarkan pelukanku pada alina, lalu menghapus cairan bening itu dari wajah sendunya. Alangkah bersyukurnya aku disaat pandanganku menangkap wajah alina yang menampilkan senyum indah yang sudah lama tidak ku lihat. Sontak saja ku balas senyum itu dengan senyum kekuatan.

"Jid, aku ingin pindah ke pesantren, sebagaimana pinta ku dulu pada mu dan almarhumah"
Ucap alina yang sedikit mengagetkan ku.

"Kamu yakin?"
Tanyaku dan dengan cepat ditanggapinya dengan anggukan.

"Yasudah, nanti malam kita bicarakan sama bu'le dan pa'le ya"

"Iya jid, terimakasih untuk semuanya"
Ucapnya dan ku balas dengan mengembangkan senyumku.








Maaf lama😊
See you next part

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang