15. Bang alif

1.7K 137 0
                                    

Jika tanganmu terlalu pendek untuk membalas kebaikan sahabatmu. Maka, panjangkanlah lisanmu dengan memperbanyak terima kasih dan mendo'akannya.

Qoutes : @tareem_lovers


Author Pov

Rintik hujan di atap rumah terdengar begitu jelas. Malam ini langit tampak kehilangan bintangnya. Alunan gemercik hujan mengalun indah walaupun tersekat dinding rumah. Sajidah pun tampak menikmati suasana malam yang menurutnya begitu indah. Tangannya begitu lincahnya dalam menulis setiap kata pada lembaran buku bersampul abu-abu itu. Senyumnya membentuk sempurna disaat ia kembali lagi membaca karya tangannya.

"Allah tahu yang terbaik untuk ku"
Gumam sajidah.

"Sekarang aku tahu apa makna kehidupan sebenarnya. Tentang suka duka kehidupan, tentang senyum dan tangisan, tentang arti kebahagiaan. Allah sudah menyusun skenario ku dengan sebaik-baiknya, tidak pantas aku mengeluh atas apa yang terjadi di dalam hidup ku. Karena itu, semangat jidah"
Lanjut sajidah.

Terdengar deringan benda persegi milik sajidah. Dengan malas ia meraih ponselnya. Ia buka aplikasi berwarna hijau, pandangannya terfokus pada satu nama di deretan pesan paling atas.

Kaleng sarden
Jid, ghania mau pinjam khimar hitam lo. Besok bawa ya.

Sajidah daniyah
In syaa Allah.

Setelah membalas pesan singkat dari ghufron, dengan cepat sajidah kembali menonaktifkan aplikasi whatsappnya. Sajidah memang seseorang yang cuek terhadap dunia layar persegi itu. Jika bukan hadiah dari bu'lenya, mungkin saat ini sajidah tidak memiliki benda persegi tipis itu.

Tok...tok...
"Jid, makan malam dulu"
Seru alina dari luar kamar.

"Iya"
Balas sajidah.

Di dapur pandangan sajidah terfokus pada bu'de jamilah dan alina yang sedang menyiapkan beberapa piring, gelas serta alat makan lainnya.

"Sini biar jidah bantu bu'de"
Pinta sajidah namun ditanggapi bu'de jamilah dengan gelengan pelan.

"Tidak usah, kamu duduk saja. Ini tinggal menyedok nasinya kok"

"Baiklah"

Tidak lama kemudian ketiga insan itu menyantap makan malam mereka dengan senda gurau walau hanya lauk tempe dan tahu. Tak terlupa alina pun menceritakan tentang kejadian tadi siang pada ibunya.

"Oh iya, bang alif itu baik ya"
Ucap alina.

"Kamu suka dia ya?"
Tanya sajidah menggoda.

"Idih nggak dong. Aku rasa malah dia suka kamu"
Mendengar penuturan alina, sajidah hanya melirik jengah.

"Belajar yang bagus, jangan pacaran, jangan melanggar perintah Allah"
Ucap bu'de jamilah yang membuat sajidah dan alina mengangguk kompak.

Selesai makan malam bersama, sajidah yang hendak membantu bu'de jamilah untuk mencuci baju akhirnya menyerah karena sedari tadi tawarannya ditolak. Langkah selanjutnya sajidah lebih memilih menghabiskan waktu di kamarnya, mungkin saja ada tugas sekolah yang ia lupakan.

Kini, sajidah berbaring melihat langit-langit kamarnya yang hanya terbuat dari triplek biasa. Telinga sajidah terus saja mendengar bacaan kalam Allah yang melantun indah dari ponselnya.

"Bengong"
Ucap seseorang yang berada di ambang pintu, siapa lagi kalau bukan alina.

"Eh?"
Ucap sajidah, spontan ia merubah posisi berbaringnya menjadi duduk, kemudian menekan ikon pause pada layar ponselnya.

Tanpa babibu alina langsung saja melangkahkan kaki mendekati sajidah, tidak terlupa ia menutup pintu.

"Tidak ada tugas ya?"
Tanya alina.

"Malam ini free tugas"

"Sama dong"

"Biasa saja"

"Btw, kamu setuju nggak kalau aku pindah ke pesantren tempat mengajarnya bang alif?"

"Kamu suka ya sama bang alif? Ayo ngakuuuu"

"Jangan su'udzon, serius deh aku nggak suka sama dia. Serius jid, kamu tahu kan aku nggak pernah bohong sama kamu terlebih lagi aku memang nggak bisa bohong"

"Kamu serius?"

"Iya jid. Gimana, kamu setuju?"
Tanya alina dengan menatap kedua bola mata sajidah. Sungguh, bibir sajidah keluh untuk menjawab pertanyaan itu. Sajidah bahagia jika alina bisa menjadi muslimah sejati, tapi disisi lain ia juga sedih ketika harus berpisah dengan alina.

"Jid, jawab dong. Kamu dengar dan lihat sendiri kan gimana terjaganya perempuan di pesantren itu"

"Gimana sama bu'de? Dia setuju?"
Dengan semangat alina mengangguk mengiyakan.

"Jika itu yang terbaik, aku setuju kok"
Mendengar jawaban sajidah, berhambur alina memeluk sajidah.

"Ya Allah, lindungilah alina dimana pun dia berada. Jangan biarkan ego menguasai diri hamba Ya Allah"

Beberapa detik kemudian, alina melonggarkan pelukannya. Mengukir senyum di wajah putihnya.

"Setelah semester dua aku pindah"

"Dua bulan lagi?"
Alina mengangguk mengiyakan.

"Semoga sukses dunia akhirat ya al"
Ucap sajidah menyembunyikan kesedihannya.

"Aamiin wa iyyak"
Balas alina dengan seulas senyum.

Alif Pov

Selepas mengulang hafalan qur'an ku, dengan segera ku koreksi kembali lembar demi lembar tugas santri. Tampaknya malam ini fokus ku terpecah belah, jawaban benar ku salahkan, jawaban salah ku benarkan. Begitu konyol bukan?

"Astaghfirullah, mohon ampun ya Allah"
Ucapku ketika tersadar terhadap apa yang aku lakukan.

Tidak ingin terjadi kesalahan dalam mengoreksi, ku tutup lembaran tugas itu dan kembali pada kasur empuk. Dia, first love ku, dia yang akhir-akhir ini selalu ku do'akan, dia yang akhir-akhir ini sering ku ceritakan pada Sang Khalik.

"Andai sajidah sudah lulus sekolah, in syaa Allah akan segera ku khitbah dia"
Gumamku.

"Argh... Astaghfirullah astaghfirullah"
Lirihku beristighfar kemudian kembali mengambil air wudhu untuk menenangkan pikiran dan hatiku.

Dret...dret...
Ketika ingin menyelami dunia mimpi, pendengaranku menangkap deringan ponsel. Ku lihat ponsel ku yang tertera nama bang akbar. Aku menyerengitkan dahiku, segera ku geser ikon hijau pada layar ponselku.

"Assalamu'alaikum lif"
Ucap seseorang di seberang sana yang tidak lain adalah kak zakia.

"Wa'alaikumsalam kak ya, ada apa?"

"Besok temani kak ya ke toko buku ya?"

"Bang akbar?"

"Besok mas akbar ada rapat guru, mau ya? Ya ya?"
Pujuk kak ya.

"In syaa Allah ya kak"

"Terimakasih my brother"

"Titip bini abang lif"
Ucap bang akbar yang masih dapat ku dengar.

"Siap bang"

"Titip salam untuk ayah bunda"

"In syaa Allah alif sampaikan"

"Yasudah kak ya tutup telfonnya, assalamu'alaikum"

"Hem, wa'alaikumsalam. Oh iya, lain kali isi pulsa ya kak, kasihan bang akbar pulsanya habis setiap malam"

"Kamu ini"
Kesal kak ya yang bersamaan dengan tawa bang akbar.
Tut...tut...

Sekarang aku membayangkan wajah kak zakia yang tampak cemberut dengan pipi yang ia gembungkan. Senang sekali aku menggodanya.

Vote&comment😊

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang