18.Alina

1.5K 133 0
                                    

Mungkin  hari ini kamu sedih, kecewa, marah,  karena apa yang terjadi dalam hidupmu tak sesuai dengan harapanmu. Namun percayalah, suatu hari nanti kamu akan bersyukur atas apa yang terjadi di hari ini karena itulah jalan hidup yang terbaik yang Allah berikan untukmu.


Alina Pov

Ku lantunkan ayat demi ayat suci Alqur'an. Mencoba mentartilkan bacaan serta memperbaiki makhraj huruf dan tajwid ku. Sesekali ku hapus air mata yang mengalir dari kedua mataku. Hati ku bergetar hebat ketika ku berpindah lembar ke surah At-Taubah. Sedetik kemudian suara ku bergetar saat melantunkan ayat pertama dari surah tersebut. Air mata ku pun turut membahasahi wajahku dengan begitu derasnya. Ku peluk mushaf Qur'an ku, ku lafazkan istighfar berulang kali, memohon agar Allah mengampuni dosa-dosa ku.

Cukup lama aku menangis hingga mukena yang ku pakai basah. Segera ku letakkan mushaf Qur'an ku di lemari paling atas. Ku hapus sisa-sisa air mata di wajahku. Namun, saat ku dengar lantunan sholawat mengeruak di seluruh bangunan. Kembali, air mata mengalir, sholawat yang begitu merdu dan bila di dengar sangat menyentuh hati.

"Ya Allah maafkan hamba, hiks"
Lirihku.

"Ya Allah, hamba terlalu kalut dalam kesedihan hamba. Hamba medzolimi diri hamba. Ya Allah hamba mohon maafkan segala dosa hamba"

"Ya Allah, hamba ikhlas menerima segala takdir hamba. Hamba ikhlas untuk kepergian ibu hamba, hamba ikhlas atas ujian hidup ini. Ya Allah, tolong mudahkan langkah hamba dalam memperbaiki diri ini. Istiqomahkan lah Ya Allah. Aamiin"

Ku hapus kembali air mata yang mengalir, ku segarkan wajahku dengan berwudhu kembali. Ya, sedikit lebih segar.

Hari ini, hari kedua aku berada di pesantren miftahul jannah. Ya, aku sudah sah menjadi santriwati di pesantren yang indah ini. Bu'de dan pa'le mengizinkan ku untuk pindah ke pesantren, dan alangkah bersyukurnya aku ketika Allah mengirimkan kak zakia untuk membantu mengurus administrasi.

Mengingat semua itu, pikiranku langsung teringat pada sajidah. Aku sadar, bahkan sangat sadar bahwa sajidah sedikit keberatan saat aku meminta izin untuk pindah ke pesantren. Diam-diam aku melihatnya menangis di tengah tahajudnya, diam-diam aku memperhatikannya menyembunyikan setitik air mata saat ia tersenyum.

Sungguh, aku merindukannya. Ingin aku meminta maaf padanya, ingin aku mengucapkan terimakasih padanya, ingin aku bercerita tentang bagaimana aku disambut hangat oleh teman baru ku di asrama ini.

"Sajidah"
Lirihku.

Ku langkahkan kaki ku, pandangan ku menyapu langit biru yang membentang luas. Ku helakan nafas panjang, ku tarik simpulan senyum.

"Assalamu'alaikum"
Ucap sesorang perempuan berniqab dengan mushaf Qur'an kecil di tangan kanannya.

"Wa'alaikumsalam zahra"
Balasku. Ya, dia teman seasrama ku di pesantren ini.

"Ada tamu kamu di ruang pengurus santriwati"

"Oh iya ra, syukron infonya"

"Afwan"

Segera ku pakai niqab, sengaja aku tidak mengganti mukena ku. Toh, ruangan khusus ustadzah ada di bawah asrama.

"Assalamu'alaikum"
Ucap ku sopan.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah"
Balas mereka kompak. Tamu yang dikatakan zahra tak lain ialah sajidah dan kak zakia. Sedangkan ustadzah sarah menyambut hangat kedatangan tamu ku itu.

Langsung saja air mata ku jatuh. Berhambur ku peluk sajidah dengan erat. Allah mendengar do'a ku, Allah mengabuklkan do'a ku. Allah sungguh menyayangi hamba-Nya. Perlahan sajidah melonggarkan pelukan ku, ia hapus air mata ku, lagi dan lagi ia pancarkan senyum kekuatan untuk ku.

"Jangan menangis lagi al, tersenyumlah"
Ucap sajidah dengan senyumnya yang tak luntur.

"Banyak kata yang ingin aku katakan, tapi tidak bisa"

"Aku tahu al. Sekarang, jangan sedih ya"
Perlahan. Ku anggukan kepala dengan yakin. Ya, aku harus memulai hidup ku dengan sebuah keyakinan.

"Sajidah, alina ini ada roti, dimakan sayang"
Titah kak zakia yang tampak sangat akrab dengan ustadzah sarah.

"Iya kak"
Balas sajidah.

"Zakia ini sahabat saya saat dulu kami di pesantren ini"
Jelas ustadzah sarah.

"Bukan hanya saat dulu sar, tapi juga dari dulu sampai janahnya Allah nanti"

"Aamiin"
Ucap ku, sajidah dan ustadzah sarah kompak saat mendengan ucapan kak zakia. Sontak saja kami berempat tertawa lepas bersama. Sungguh, Allah memberikan moment termanis ini yang ku anggap sebagai kado terindah.

"Oh iya, ini ada titipan dari bu'de, ada surat dari teman kamu em sama perlengkapan untuk kamu disini"
Ucap sajidah seraya memberikan sebuah tas berukuran sedang.

"Kamu sama kak zakia hanya berdua?"

"Oh, tadi sama bang alif. Tapi tidak tahu sekarang dia dimana"

"Alif sedang di ruang ustadz"
Sambung kak zakia.

"Alina suka sama alif ya? Kok nanyai alif"
Goda ustadzah sarah.

"Oh enggak kok ustadzah. Mana mungkin saya nikung sepupu saya sendiri, iyakan jid?"
Ucap ku seraya melirik sajidah.

"Wah, sebentar lagi kakak punya adik ipar dong"
Timpal kak zakia yang membuat wajah sajidah memerah dan berhasil membuat ku tertawa pelan.








Maaf ya lama update😊
See you next time

Di Balik Senyum ✓ (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang