Lembar 27

356 23 0
                                    

Halo😘 sekedar info dari aku:
Dalam part ini, ada beberapa bahasa yang agak kasar. Dimohon untuk jangan ditiru, karena ini hanya pelengkap cerita saja agar rasanya dapat☺ maaf sekali ya🌸

Jadilah pembaca yang bijak ya guys!

🌻

Cowok itu menatap gedung-gedung didepannya. Baju seragam batik yang ia kenakan menggelembung dibagian belakangnya terbawa angin. Ghea hanya menatap bingung cowok bernama Fadill itu. "Kenapa sebenernya sama Ka Fadil?"

Fadill berbalik, menatap manik mata Ghea, yang jelas banyak pertanyaan disana.

"Gue ngomong ini karena ini yang terbaik. Jangan sampai lo benci sama Aron. Dia sayang sama lo."

Ghea, paham. Tapi, apa yang dijelaskan oleh Fadill jauh dari apa yang Ghea mengerti. Semacam, tetap tidak paham.

"Aron, pergi ke Jepang." Kata cowok didepan Ghea santai lalu berbalik kembali menatap gedung-gedung dan langit luas. Karena meraka berada di atap gedung rumah sakit.

"Apasih? Apa maksudnya?"

"Dia ngidap penyakit kanker yang kemarin lo taunya dia stadium 2, naik ke stadium 3 sekarang. Kemungkinan sembuh lebih besar lo santai aja dia bakalan sembuh." Seperti tertusuk jarum suntik yang tembus langsung ke hatinya. Ghea merasa sakit, saat tau itulah keadaan Aron sekarang.

"Nyokap-bokapnya yang bawa Aron pergi 2 jam sebelum kita sampai. Gue cuman bisa menyesali semuanya. Dan semoga dia baik-baik aja walau lo tau sendiri, gimana orang tua Aron."

Rasanya ingin dia tidak tahu saja soal ini. Rasanya ingin terjun terhempas saja kebawah, jika tau begini.

"Kamu terlalu pandai menyembunyikan luka Ron. sampai-sampai aku pun, tak bisa menerka-nerka. Kamu terlampau pandai bersandiwara. Tak tahukan aku terluka sekarang Ron?"

Menjerit hatinya, menerka dan menelaah. Bahwa yang Ghea dengar tadi hanyalah fana dikala senja. Sayang dan hanyalah angan terbawa senja yang akan pergi. Itu nyata adanya.

Kakinya lemas, dia terduduk menangis sejadi-jadinya tanpa suara. Birkan, biarkan air matanya yang lagi-lagi bicara. Jangan kau duga,  cowok yang berdiri tegap di depan Ghea itu baik-baik saja.

Dia sama terluka. Di tinggal saat nafas selalu berderu bersama. Berlari, melangkah, tertawa bahagia dan menangis bersama. Kini tak lagi lengkap suaranya tawa dan tangisnya.

Bersama senja yang menemani diatas gedung rumah sakit. Dua orang terjebak asa. Dimana harus ditinggal, dengan beribu kata tak tersampaikan.
Persahabatan terlampau istimewa. Kisah tak sempurna, namun seolah istimewa dan berwarna.

Senja berbalut mega merona itu masih setia menatap tangisan dari rintih ketulusan. Tatapan tak berujung, yang hanya mendeskripsikan kesepian dan kesedihan.

Hilang sudah, orang yang mereka sayang, hilang entah kemana. Dibawa senja kah? Dibawa angin yang semoat mendinginkan badan? Hingga tinggalah luka yang tersimpan.

***

"Ka?!" Teriak Sofia sambil berlari mengejar cowok di depannya yang terus saja berjalan cepat menuju parkiran.

"Ka?! Tunggu!" Lagi, namun tak ada jawaban sama sekali. Nafas gadis ini sudah lelah. Bagaimana tidak, dia harus berlari menuruni tangga sebanyak itu. Karena cowok di depannya ini, tidak naik lift yang disediakan pihak rumah sakit.

"Astagfirullah, tu cowok budeg apa begimana ya? Sabar-sabar Sof."

Tit..

Suara mobil yang dibuka kuncinya itu terdengar jelas. Sofia semakin berlari kencang dan mendapati orang yang dia cari memasuki mobil hitam.

Sofia berlari dan langsung menghadangnya dari depan agar mobil itu tidak jalan.

Tin..tin...

Suara kencang klakson mobil terdengar jelas. Deru nafas yang dikeluarkan gadis itu masih tak beraturan.

Tinnnnn.....

Sofia tak peduli, dia tetap berdiri di depan mobil ini. Biarkan saja dia ditabrak, asal cowok ini bisa bicara dengannya. Pikirnya.

"Awas lo!" Kata cowok itu ketus nongol dari kaca mobilnya. Sofia menggeleng, dia puasa dulu ngomongnya, cape katanya.

"Hufhh, ni cewek maunya apaan si." Rey keluar dan menutup pintu kasar

Brak..

"Sini lo!" Kata Rey sambil menarik kasar tangan Sofia dan menubrukan punggungnya di pintu mobil hitamnya

"Aww!" Ringisnya kesakitan

"Mau lo apa?! Jangan so kenal lo anjing! Gausah ikut campur urusan orang dengan nutupin jalan gue! Dasar Jalang!" Rey bicara sambil memegang kerah kemeja batik milik Sofia. Kata "jalang" Sangat ditekankan membuat hati Sofia teriris pedih.

Betapa gematarnya badannya saat dibentak seperti itu. Dia hanya bisa menunduk, niatnya yang hanya ingin menjadi sandaran. Malah menjadi mangsa amukan cowok di depannya.

"Ngomong lo anjing! Bangke lo ngomong mau lo apa Hah?!" Katanya lagi sambil mengguncang-guncangkan tubuh Sofia.

"Hiks..hiks..hikss.." Sofia menangis, dia takut. Sangat takut.

"Mewek aja lo mewek! Jalang gatau diri!"

Plakk...

Carian merah keluar dari sudut bibir Sofia. Geram hatinya sangat geram dan kesal.

"APA?! GUE BUKAN JALANG KA! HARUSNYA GUE GA PERLU CAPE-CAPE NGEJAR LO SAMPE SINI, KALAU AKHIRNYA GINI PERLAKUAN LO! LO YANG ANJING, NAMPAR CEWEK YANG PADAHAL MAU BUAT TENANGIN LO! GATAU UNTUNG LO BANGSAT!" Sofia membentak Rey kasar, walau air matanya terus saja mengalir dari pelupuk matanya. Tak menggetarkan keberaniannya akan perlakuan cowok yang sudah berani menamparnya. Lantas dia pergi begitu saja. Bersama harapan yang berakhir luka yang berbekas kemudian.

Rey yang baru sadar jika itu cewek yang ia temui di kantin. Alias cinta pertamanya, merasa sangat bersalah. Hatinya begitu menyesali perbuatannya tadi. "AHK!" Teriaknya frustasi kepada dirinya sendiri.

Dia berlalari, mengikuti jejak cewek berseragam batik tadi. Dan saat sudah tepat di belakang cewek yang berjalan sambil menangis itu. Dia memegang tangannya, dan detik seolah terhenti. Sofia diam, Rey diam berharap cewek itu berbalik menatapnya dan mendengarkan penjelasannya.

"Harusnya pertemuan itu ga ada. Harusnya gue ga se-simpati ini sama cowok ini."

Sofia berbalik menatap sinis manik mata Rey, dan dia melepaskan tangannya kasar. Menepisnya dan berjalan tegap kedepan.

Hampa, tangannya kini berpegangan pada angin yang menyapu jejak lengan gadis yang ia cintai.

"Salah, gue salah. Ga seharusnya gue sedih dan ngimbasin ini semua. Gue salah." Sesal hatinya, ingin sekali air matanya keluar namun laki-laki harus berani menahan sepedih apapun itu.

***

Di bawah senja yang kini sudah terbenam di ufuk timur. Bersama tangisan dan kepedihan dari setiap detik yang menyakitkan. Tak ada yang pernah tahu dimana hujung kepedihan ini, karena semua terasa begitu menyesakan tanpa penghujung.

Ingatannya hanya tahu, bahwa sebelum jingga itu pergi. Kebahagiaan sangat terasa lengkap. Kehidupannya sempat di payungi orang-orang kesayangannya yang selalu berujung perpisahan.

Yang selalu diharapkan adalah; semoga selalu ada tangis yang mereda diantara mereka yang kini sedang terlukan. Semoga setelah langit gelap dan mentari kembali datang, tak membuat mereka lelah dan terluka lagi. Semoga.

🌻

Hayoh!

Jangan lupa Voment ya wan-kawan😘☺

Sekilas info
Terimakasih

ENSEMBLE (Bersama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang