17 [REVISI]

490 22 2
                                    

oOo

   "Ghe turun," Aron menyadarkan Ghea dari lamunan masa kecilnya

Ghea langsung turun dan masih melihat manik mata Aron yang seolah sedang mencari sesuatu di mata Ghea.

Ghea menepuk pelan bahu Aron, menatapnya bingung "kenapa?"

   "Ah engga. Jangan lupa mandi makan. Salam buat Mamah," katanya yang diberikan senyuman tulus dari Ghea. Aron memakai kembali helm nya. Menyalakan mesin dan mulai pergi menjauh dari gadis yang menatap kepergiannya.

   "Ghe, terkadang mata lebih jujur daripada mulut. Mata adalah sahabat nya hati. Tanpa lo cerita pun, gue tau lo terluka." Aron menatap sendu jalanan, mengendarai motornya pelan.

Dia hanya merasa ada kebahagiaan yang hilang karena melihat kesidihan dimata gadis manisnya. Dia tidak mau melihat itu, karena itu sangat menyakitkan.

***

Gadis dengan rambut panjang yang sengaja digerai begitu saja. Berdiri didepan gerbang rumah ini. Menunggu sang punya rumah datang.

Motor mendekat kearah ini. Nala yakin itu adalah Aron. Dan benar saja, saat motor hijau trail itu berada tepat didepannya, dan sang-pengendara membuka kaca helm nya. Nala tersenyum bahagia.

   "Ngapain?" tanya Aron ketus.

   "Mau ngerjain tugas, bantuin aku ya plis."

  "Ga, gue sibuk." Aron melajukan motornya dan tanpa aba-aba. Pagar rumah itu tiba-tiba terbuka. Tanpa diperintah ternyata sebelum gerbang tertutup, Nala sudah lebih dulu masuk.

Aron turun dari motornya, menyimpan helm dan menyisir rambutnya asal.

   "Ayok Ron ihh.." Nala, cewek itu lagi-lagi sudah seperti jailangkung. Tiba-tiba datang tanpa diundang.

Aron menatapnya malas, mau diladeni atau diusir secara paksa sekalipun. Gadis ini akan tetap teguh pada pendiriannya. "Dasar ribet"

Aron melangkahkan kakinya, melewati Nala yang berdiri di depan pintu. Ia langsung masuk tanpa mempersilahkan Nala masuk. Aron sudah hafal, tanpa diminta pun. Gadis itu akan masuk dengan sendirinya.

Selesai berganti pakaian dan melaksanakan shalat ashar. Aron kembali turun ke lantai bawah.

   "Lama amat si Ron, untung sayang," keluh cewek yang terduduk manis di ruang tamu. Kan lihat, cewek macam apa dia ini.

Aron hanya menatapnya sekilas, lalu membuang nafasnya kasar. Dia melangkahkan kakinya menuju dapur, mengambil air putih dingin yang tersedia di kulkas lalu meneguknya.

Dia mencari cemilan yang mungkin masih tersisa untuk gadis bawel itu. Bagaimana pun, Aron menjungjung tinggi norma kesopanan. Apalagi pada wanita, ya walaupun wanita itu dia.

Aron simpan beberapa ciki dan minuman botol di meja ruang tamu ini. Lalau duduk berjauhan dengan Nala.

   "Makasih ya." Hanya anggukan yang dijawab oleh Aron.

   "Belajar apa?" Malas sebenarnya, tapi semakin di diamkan cewek ini akan berlama-lama berada di rumahnya.

   "Emm.. Ini aku ada tugas Matematika. Baru masuk aku ga ngerti cara pengerjaannya." Bulshit. Dia jelas-jelas anak yang lumayan pintar.

   Modus. Pikir Aron

   "Sini bukunya." Nala tersenyum puas lalu menyerahkan buku bersampul coklat itu beserta pulpen hitam kepada Aron. Aron langsung mengambilnya, dan ini hanya 5 soal. Mudah sekali, anak kelas 10 aja mungkin tau. Karena ini materinya tidak jauh beda. Hanya butuh waktu setengah jam Aron fokus pada soal dibuku Nala. Dan akhirnya selesai.

Jangan kalian pikir selama setengah jam itu bibir Nala diam. Tidak, dia malah berbicara tanpa ada rem. Atau mungkin, mulutnya sampai berbusa. Karena Aron tidak menjawab sama sekali.

   "Nih, lo bisa pulang." Aron menyimpan buku coklat yang sempat tadi ia kerjakan. Lalu melangkahkan kakinya pergi menuju kamarnya.

   "Aron ihhhh! Dasar ga peka." Teriakan dari suara cewek itu, Aron hiraukan. Lagi pula, tugasnya sudah selesai dikerjakan. Mau apalagi.

Berlama-lama meladeni gadis ini. Aron akan semakin dibuat pusing. Lebih baik dia pergi kan, daripada harus terus mendengar suara cempreng yang membuat gedek.

   "Emansipasi wanita emang harus Nal. Tapi jangan merendahkan harga diri, hanya karena nafsu semata. Cewek ada karena harus dihargai, lain cerita kalau cewek itu sendiri yang memperlakukan dirinya sendiri agar orang lain mengagapnya rendah dan tak pantas untuk dihargai." Aron berkata pelan sambil menaiki anak tangga.

🌻

Bersambung...

ENSEMBLE (Bersama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang