Lembar 35

357 18 0
                                    

🌻

Sinar mentari masuk lewat jendela kamar yang sudah beberapa hari ini tidak pernah gadis itu tutup.

Dia terbangun dengan malas, jam sudah menunjukan pukul 06.10 WIB.  Tapi gadis ini baru bangun, karena kebetulan, dia juga sedang datang bulan. Jadi ada waktu untuk berleha dalam tidurnya karena tidak sedang shalat.

Ghea beringsut pergi menuju kamar mandi, karena hari ini ada acara UNIV DAY di sekolahnya. Otomatis, murid boleh datang telat. Asal jangan lewat batas sampai jam 07.15.

Hanya butuh waktu 15 menit untuk Ghea bersiap-bersiap. Lalu dia membuka pintu kamarnya, dengan pakaian seragam yang lengkap.

Menuruni anak tangga santai, namun dari mimik wajahNya, gadis itu tidak bersemangat sama sekali.

Neneknya yang sedang sarapan, ditemani Safa dan Mamahnya juga yang sedang menyiapkan susu untuk adiknya itu melihat ke arah Ghea.

Namun, bukannya berpamitan. Ghea malah berlalu pergi keluar. Tatapan gadis itu kosong. Neneknya yang mau membentak seperti biasa dibuat bingung.

"Minum susunya habisin." Kata Vita sambil mengelus pelan rambut Safa. Bocah kecil itu hanya mengangguk, sambil tetap fokus pada makanan di piringnya.

"Vita? Ada apa dengan anak itu?" Neneknya bertanya, pertama kali menanyakan Ghea. Andai gadis itu tau. Namun sayang, Ghea sudah pergi keluar.

"Dia hanya butuh waktu sendiri Bu."

"Tidak sopan." Vita hanya bisa membuang nafasnya panjang, tidak mau meladeni Ibu suaminya ini.

***

Jam 07.00 Ghea tepat berada di sekolah. Naik angkot seperti biasa, tanpa senyuman, tanpa tatapan keceriaan, tanpa Ghea yang ceria.

Dia berjalan lurus kedepan, rambutnya ia biarkan di gerai begitu saja tersapu angin. Tanpa bedak bayby yang biasa ia pakai, matanya yang biasa bersinar kini hilang.

Baju yang lebih kelihatan aneh di badan cewek itu. Karena, lengan bajunya ia lipat sampai berukuran 3/4 ukuran tangannya. Goresan luka di pergelangan tangannya ter-ekspos. Tapi, tidak usah khawatir, luka itu sudah kering. Hanya tinggal garis yang masih membekas.

Semua orang yang dia lewati menatap kagum pada gadis yang berjalan dengan tatapan kosong itu. Dia terlihat lebih cantik, karena tau kenapa? Walau Ghea tidak memakai bedak bayby, tapi kulit muka putih aslinya itu ditambah dengan bibir nya yang pecah-pecah jadi ada merahnya seperti memakai liptint membuat dia tambah terlihat cantik.

Di lapangan sudah ramai siswa/i yang membanjiri stand-stand setiap universitas yang diundang oleh sekolah.

Tapi gadis ini, acuh. Dia tak peduli.

Ghea berbelok masuk ke dalam kelasnya, duduk di singgah sana yang biasa ia duduki. Menyimpan tasnya di meja, dan menyandarkan wajahnya diatas tas nya. Menghadap ke sebelah kanan yang hanya dibatasi oleh kaca yang menatap langsung pada area lapangan yang ramai.

"Ghe?" Panggil seseorang yang membuat Ghea mau tak mau memberhentikan dulu aktifitasnya.

Ghea menatap cowok itu, sungguh untuk hari ini. Dia tak mau berhadapan dengan siapapun. Dia hanya butuh sendiri.

"Gue boleh duduk?" Ghea mengangguk mempersilahkan,

Lantas cowok itu duduk di sebelah Ghea di bangku Sofia sahabatnya.

"Gu-gue cuman mau bilang makasih Ghe atas bantuan lo," ya, cowok yang bicara itu Dodi. "Makasih ya Ghe."

Ghea tersenyum menanggapinya, tidak mau bertele-tele. Dia hanya ingin menyendiri.

"Pulang sekolah lo mau kan makan bakso? Biar gue yang bayarin. Sebagai ucapan terimakasih." Terlihat dari matanya Dodi seolah berharap gadis ini meng-iyakan keinginannya.

"Yaudahlah terima aja."

Ghea mengangguk mau, "Oke, emm..nanti gue tunggu di depan gerbang ya? Bye Ghe." Dodi pergi sambil tersenyum ke arah Ghea, Ghea juga menanggapinya dengan senyuman.

Setelah tubuh itu pergi, akhirnya Ghea bisa bernafas lega.

"Ghea?!" Cowok tinggi itu tiba-tiba datang dengan nafas terngah-engah. Ghea berdecak malas.

"Ya Allah."

"Ikut gue Ghe! Urgent!!!" Bram, cowok itu tiba-tiba datang dengan bicara seperti itu. Ghea menatap dulu sahabatnya ini, siapa tau cowok ini sedang menjahilinya.

"Lama lo!" Bentaknya, sambil menarik lengan Ghea keluar kelas sambil berlari

"Apasih? Sebenernya ada apa Bram?!"

Ingin ia teriak seperti itu, tapi tidak bisa. Tuhan tidak menghendaki dirinya untuk berucap kesal pada sahabatnya. Tuhan terlalu menyayangi suaranya sampai-sampai dia tidak boleh mengeluarkannya untuk membentak orang..

Mungkin, dan semoga..

🌻

ENSEMBLE (Bersama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang