03|Waktu dan kita

898 48 0
                                    

Hari-hari akan terus berlalu. Entah manis, entah pahit. Semuanya akan berujung kenangan
-Ghea Qirana

___

Setelah selesai dengan segala macam suruhan Neneknya, Ghea tidak pernah menolak sama sekali.

Dia pamitan pada kedua orang tuanya ke pantai. Sedangkan mereka, menjadwalkan diri berkunjung ke salah satu tempat wisata di dekat sini.

Dibanding harus menanggapi sikap Neneknya, yang kian hari malah makin menjadi. Sedangkan tubuhnya lelah dan menghabiskan waktu sendiri adalah pilihan terbaik.

"Yakin kamu nggak ikut sayang?" tanya Papah, untuk kedua kalinya memastikan putri sulungnya.

Ghea mengangguk yakin.

"Yaudah. Nih, jangan sampai kelaparan ya sayang," katanya sambil memberikan uang seratus ribuan 5 lembar. Ghea tersenyum dan mengangguk. Tanpa komentar apapun.

"Yasudah, kita pergi ya." Vita mencium pipi gadis itu lalu masuk ke mobil. Gadis yang berdiri diambang itu hanya tersenyum menanggapinya.

Wanita beruban yang hampir menutupi seliruh rambutnya. Memilih lebih dahulu mendudukan dirinya di mobil bersama dengan Safa. Sudah biasa. Pikirnya.

Ghea memakai sendal jepit hitamnya lagi. Ini masih pukul 10:16 siang. Dia mungkin akan keliling mencari makanan kaki lima di pinggir pantai.

Dengan kaos abu lengan pendek dan celana putih pendeknya. Dia berjalan santai. Rambutnya yang hitam, kini di ikat asal, membuat leher jenjangnya terlihat menawan.

Ghea menuju kedai eskrim, sasaran pertamanya. Tangannya dengan sigap langsung mengambil eskrim dan membayarnya.
"Tidak ada kembalian, tuan."

"Untuk Bapak saja kalau begitu," katanya halus dan sopan.

Tidak ambil pusing dengan perdebatan didepannya. Ghea menunjukan eskrim dan menyodorkan uangnya. Suara itu memotong, kegiatannya.

"Biar uang tadi saja untuk membayar dia, pak," ucap Aron, yang membuat Ghea malah bingung harus menerima atau menolak.

"Ga dimakan eskrim nya?" tanya Aron yang tentu saja membuat Ghea sadar akan lamunannya.

Ghea tersenyum lalu menjilati eskrim rasa coklat nya. Tidak peduli.

"Mau naik sepedah nggak?" Ghea mengangguk dengan semangat, Aron langsung menarik pergelangan tangan Ghea, mereka berjalan menuju banyak sepeda.

Kayanya dia mau nyewa. Pikir Ghea mengira-ngira.

Ghea hanya diam dan memperhatikan Aron sambil memakan eskrimnya. Cowok itu memberikan uang 20 ribuan yang digulung entah menjadi berapa ribu. Dia mengambil satu sepedah warna hitam dan menaikinya.

"Ayo naik. Gue bonceng."

Ghea melirik eskrimnya yang belum abis. Aron yang melihat itu terkekeh. Bisa-bisanya.

"Yaudah, abisin dulu eskrimnya. Kita duduk disana," katanya seraya menunjuk batu dibawah pohon kelapa, yang tidak cukup jauh dari jangkauan mereka. 

Akhirnya dengan masih terkekeh geli. Dia menggiring sepedanya sambil menemani Ghea yang fokus memakan eskrimnya, sambil jalan.

"Lo cute banget sih." Dengan sengaja dia mengacak-acak rambut gadis disebelahnya, dan langsung dihadiahi tatapan tajam dari Ghea. Aron yang melihat itu malah tertawa, karena baru pertama kali melihat Ghea bisa marah seperti itu.

Ah, salah. Dia bahkan baru pertama kali bertemu dengannya. Dan semuanya serba pertama kali, bukan?

Mereka pun duduk di atas batu itu. Aron yang melihat Ghea yang sedang ngucek-ngucek matanya karena debu bukannya malah niupin ala film-film, otaknya berpikir jail.

ENSEMBLE (Bersama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang