(9) BUKAN PANGERAN BERKUDA

4.5K 174 1
                                    

"I can't make you understand. I can't make anyone understand what is happening inside me. I can't even explain it to myself."

-Unknown

🌻


Setelah beberapa hari berlatih, pagi ini upacara pelantikan dan serah terima jabatan kepengurusan OSIS telah selesai dilangsungkan. Dito sudah menyerahkan jabatannya pada Fajri, kandidat ketua OSIS terpilih. Dan seperti tradisi di tahun-tahun sebelumnya, setelah selesai sertijab, biasanya pengurus OSIS lama dan baru akan berkumpul untuk makan bersama. Setelah itu, pengurus OSIS baru juga akan rapat untuk menentukan program kerja serta struktur organisasi.

Angkasa dan Hanan sedang ribut masalah makanan saat Luna dan Mayang duduk di kursi yang berada tepat di hadapan mereka. Sebenarnya, Mayang dan Luna juga tidak menyadari bahwa di depannya ada dua makhluk itu.

“Lun, nanti pulang sekolah kita pinjem buku catatannya Nindy terus kita salin di rumah lo, gimana?” Mayang mengatakan itu sambil menghentakkan kaki ke depan dan tanpa sadar mengenai kaki Hanan.

Muka Mayang memerah saat Hanan dan Angkasa menoleh ke arahnya.

“Eh sorry, Kak. Nggak sengaja.” Mayang meringis merasa bersalah. Ia takut jika kakak kelasnya ini memiliki sifat temperamen yang buruk.

“Kok gue merasa selalu dipertemukan dengan Luna ya?” Bukannya menjawab Mayang, Hanan malah mengatakan itu pada Angkasa sambil melirik Luna yang sedang berusaha menutupi kegugupannya.

Angkasa menatap tajam Hanan, seolah-olah sedang mengancam Hanan untuk tidak berkata-kata lagi. Tapi Hanan ya Hanan. Keisengannya selalu muncul kapan saja.

“Oh, bukan, gue merasa dimana ada Angkasa, disitu ada Luna.”

Angkasa dan Luna melotot ke arah Hanan, hampir saja mereka tersedak. Sedangkan Mayang, menatap curiga ke arah Angkasa dan Luna.

Angkasa memukul lengan Hanan sebagai tindak spontan untuk menutupi kegugupannya. Sedangkan Mayang kini meminta penjelasan pada Luna.

“Lo ada apa sama Kak Angkasa?” bisik Mayang yang tentu saja terdengar oleh dua manusia lain di hadapannya.

Luna tidak menjawab. Sekarang ia sibuk menghabiskan makanannya agar bisa pergi dari hadapan Angkasa secepatnya.

“Luna, sorry banget, temen gue yang satu ini emang rada geser,” ujar Angkasa dengan senyuman manisnya.

“Bukannya temen Kak Angkasa emang geser semua ya, buktinya Kak Aksel," celetuk Mayang asal. Ia sangat senang bisa berbicara dengan salah satu cogan di sekolahnya ini.

“Bwetul bwanget emwang, lah wuong Angkasa yo edyan!" balas Hanan dengan sedikit logat Jawa-nya sambil berusaha mengunyah.

Hanan sebenarnya adalah keturunan asli Jawa Timur, tapi saat kecil, ayahnya pindah ke Jakarta karena urusan pekerjaan.

Koe iku sing edan! (kamu itu yang gila)” Angkasa menirukan bahasa Hanan.

Bersahabat dengan Hanan, Angkasa sedikit demi sedikit mengerti Bahasa Jawa khas Hanan karena saat ke rumah Hanan, ayah Hanan selalu berbicara dalam bahasa jawa. Berbeda dengan ibu Hanan yang lebih sering menggunakan bahasa inggris tak peduli anak dan suaminya yang tidak terlalu paham.

Luna dan Mayang hanya tersenyum kaku lalu memilih bangkit. Mereka baru tahu ternyata cogan-cogan sekolahnya ini jelek juga jika sedang makan sambil saling olok.

LUNARIA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang