"To me, everything about you is perfect. And that's what's going to hurt me in the end."
-Unknown
🌻
Suasana ruang OSIS sudah semakin sepi. Hanya tersisa Angkasa, Hanan, Marissa dan Luna. Mereka telah selesai berlatih untuk pelantikan dan sertijab OSIS periode baru. Semua pengurus OSIS lama maupun baru sudah terlabih dahulu pulang saat gerimis mulai turun, kecuali mereka berempat yang harus tertahan di dalam ruangan bercat hijau itu dengan alasan masing-masing. Marissa menunggu Juna yang masih ada kelas, Hanan masih sibuk dengan cerita fiksi kesayangannya sambil numpang Wi-Fi, Luna menunggu papanya yang masih meeting di kantor, sedangkan Angkasa tidak memiliki alasan lain kecuali ia malas pulang.Sejak hujan turun, Luna terus merasa gelisah dengan pandangan yang terarah pada novel teen fiction yang baru saja ia pinjam hari ini di perpustakaan. Ia sama sekali tidak membaca novel itu. Ia hanya ingin mengalihkan perhatiannya dari tetesan hujan yang terlihat dari kaca jendela ruang OSIS. Mereka berempat larut dalam keheningan masing-masing sampai sebuah dering telepon membuat Marissa bangkit dan berseru nyaring.
“Lama banget sih!”
Mereka bertiga menatap Marissa sebentar lalu kembali pada kesibukan masing-masing dan mengabaikan suara Marissa yang bisa mengalahkan suara hujan di luar. Bagus sekali, Luna sedikit lega.
“Iya, kamu ke ruang OSIS aja ya. Aku males ujan-ujanan.”
Mata Luna terbelalak. Itu berarti Marissa akan segera pulang dan disana hanya akan tersisa Luna, Hanan dan Angkasa. Tidak, Luna harus segera menghubungi papanya.
Belum sempat Luna membuka look screen ponselnya, panggilan dari Giovanni masuk dan segera Luna mengangkatnya.
“Pa—“
“Terus gimana? Kak Marissa nggak bawa mobil, dia sama Kak Jun.”
“Ya udah, Luna tungguin aja.”
Luna memanyunkan bibirnya. Ternyata Giovanni menghubunginya karena ia akan menghadiri pemakaman salah satu karyawannya dan mungkin sedikit lama karena rumahnya lumayan jauh dari kantor.
“Luna, gue duluan ya, buru-buru soalnya mau ke acara syukuran tantenya Juna.”
Luna sebisa mungkin mengangguk dan tersenyum. Meskipun sebenarnya ia sangat ingin memaki Marissa yang selalu lebih memilih pulang bersama Juna. Akan tetapi, Luna juga harus tahu diri karena ia hanya tetangga, sedangkan Juna adalah pacar Marissa.
“Sa, nitip Luna ya. Pokoknya jagain tuh adek gue.”
Adek? Tiap hari aja ditinggalin demi pacar, mana ada kakak macam itu!
Luna menatap Angkasa yang hanya mengangguk singkat dan kembali fokus pada game di gadget-nya. Tanpa Luna tahu, sebenarnya Angkasa mencuri pandang ke arahnya untuk memastikan apakah Luna baik-baik saja.
“Marissa punya otak nggak sih? Masa ninggalin cewek sama kita?” celetuk Hanan yang sudah meletakkan ponselnya di atas karpet. Mereka memang duduk di atas karpet sambil bersender pada kursi ataupun dinding.
“Tau tuh anak! Kalo udah sama pacar bisa-bisa lupa kalo dia punya emak,” balas Angkasa tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
“Lo tenang aja, Luna. Kita nggak bakalan balik duluan kaya si cempreng yang laknat kok," ujar Hanan mencoba menenangkan Luna yang sepertinya merasa tidak nyaman jika dilihat dari cara duduknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/177400962-288-k429385.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNARIA [SEGERA TERBIT]
Fiksi Remaja[COMPLETED] Lunaria. Bukan seorang gadis pecinta bulan atau pendamba langit malam. Dia hanyalah bunga cantik bernama Lunaria yang sayangnya takut pada hujan. Bukan hanya takut, tapi masuk pada kategori phobia. Namun, setiap hal terjadi bukan tanpa...