"Maybe, 'okay' will be our always."-John Green
Happy reading💙💙💙
🌻
“Ma, Kak Bintang kok ngga pulang-pulang ya? Sekolah kemana coba?” Luna terus mengomel saat jam sudah menunjukkan pukul enam sore dan hujan turun dengan derasnya.
Bintang Giovanni Orlando. Kakak satu-satunya Luna yang sekarang duduk di bangku kelas dua SMA itu berjanji akan pulang tepat waktu karena Luna ulang tahun, dan ia sudah berjanji untuk mentraktir Luna di kedai es krim favorit Luna. Begitu juga Giovanni yang sudah berjanji akan makan malam di rumah. Tapi sepertinya, mereka tidak akan menepati janjinya.
“Nomornya Kak Bintang tuh nggak aktif terus. Kemana sih?!”
“Kamu duduk dulu, Na. Nanti juga Bintang pulang. Siapa tau Bintang sama Papa lagi nyiapin kejutan buat kamu,” ujar Riani mencoba menenangkan.
Wajah muram Luna mendadak tersenyum mendengar kalimat Riani.
“Mama ke belakang dulu ya.”
Luna hanya mengangguk dan menatap curiga pada Riani. Dalam hati Luna berpikir bahwa mereka sudah bersekongkol untuk menyiapkan kejutan. Luna akhirnya memutuskan untuk menunggu di teras rumahnya. Senyum Luna mengembang saat terlihat cahaya motor dari perempatan gang perumahannya. Tidak salah lagi, itu pasti Bintang.
Gadis itu mengambil payung dan turun ke halaman depan rumahnya, ia berteriak nyaring saat Bintang sudah mulai terlihat. Tapi teriakan Luna berubah menjadi keterkejutan saat dari arah berlawanan, ada mobil yang melaju dengan sangat kencang dan melawan arah. Bintang yang tidak siap menghindar pun harus merelakan diri tertabrak oleh pengendara yang bahkan masih terus melaju dengan kecepatan tinggi saat tubuh Bintang sudah terpelanting ke aspal.
Payung yang sedari tadi digenggam oleh Luna terlepas begitu saja saat ia melihat tubuh kakaknya yang tergeletak tak berdaya di atas aspal dengan darah yang mengalir dan tercampur dengan air hujan. Luna berlari secepat mungkin dan segera memeluk tubuh kakaknya yang sudah tak berdaya.
“Tolong! Mama! Kak Bintang jatuh, Ma! Tolong!” Teriakan Luna tak mampu terdengar oleh siapapun karena saat itu juga kilatan cahaya dibarengi dengan gemuruh datang tanpa diminta.
Luna baru saja akan berlari meminta bantuan saat Bintang mencengkram lengannya. Nafas Bintang seperti tersengal, tapi Bintang tersenyum. Dan tangisan Luna semakin tak bisa dibendung.
“Na, jangan pernah per-percaya siapapun.” Suara Bintang yang sangat lirih itu mampu Luna dengar, tapi ia tak mengerti maksudnya.
“Oh iya, se-selamat u-ulang ta-hun, ma-af ka-“
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNARIA [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[COMPLETED] Lunaria. Bukan seorang gadis pecinta bulan atau pendamba langit malam. Dia hanyalah bunga cantik bernama Lunaria yang sayangnya takut pada hujan. Bukan hanya takut, tapi masuk pada kategori phobia. Namun, setiap hal terjadi bukan tanpa...