(14) KHAWATIR?

3.4K 137 0
                                    

"It sucks, doesn't it?
feeling like you're not good enough, no matter how hard you try."

-Unknown

🌻

Air mata gadis itu terus mengalir melewati tangan yang ia gunakan untuk menutup wajahnya. Marcel hanya bisa mengelus pundak Zizi pelan. Ia tahu, apapun yang ia katakan tidak akan pernah merubah pemikiran Zizi. Gadis itu akan tetap kekeuh mengejar Angkasa.

“Apa yang bisa bikin lo nerima gue, Sa?”

Sambil berlari mengejar langkah lebar Angkasa, Zizi terus berteriak. Membuat suasana koridor sekolah yang ramai menjadi semakin ramai karena mereka bersorak menyemangati Zizi atau beberapa pengagum Angkasa yang meneriakkan nama Angkasa. Angkasa memang bukan bad boy yang dingin dan cool, tapi ia memiliki karisma yang mampu membuat beberapa gadis memekik saat melihat senyum ramah Angkasa.

“ALTAIR ANGKASA! GUE JANJI AKAN LAKUIN APAPUN ASAL LO NERIMA GUE! JADIIN GUE PACAR LO, SA!” Teriakan Zizi semakin menggema karena Angkasa semakin jauh.

Zizi sangat bersyukur saat di hadapan Angkasa muncul Marissa yang dengan cekatan menghentikan langkah pemuda itu. Dan seperti biasa, dengan suara cemprengnya ia meneriaki Angkasa masih dengan tangan yang mencengkram lengan baju Angkasa agar pemuda itu tidak kabur.

“Angkasa, gue nggak ngerti lagi gimana caranya biar lo bisa menghargai perempuan yang tulus sayang sama lo.”

Suara Marissa yang diucapkan dengan nada datar tapi volumenya mengalahkan toa masjid membuat para siswa yang kebetulan lewat berhenti hanya untuk menonton drama di depan mereka.

“Iya, Sa. Kamu kan tau dari dulu aku tulus sama kamu. Aku bahkan nggak pernah pacaran sama cowok manapun demi kamu.”

Para siswa yang semula tenang menyaksikan kini mulai meneriakan kata-kata agar Angkasa mau menerima Zizi. Risih, jelas sekali. Kini Angkasa menyentakkan tangan Marissa dari bajunya dan menatap Zizi tajam. Rahangnya mengeras menahan kemarahan.

“Gue nggak pernah nyuruh lo ngelakuin apapun buat gue. Dan satu lagi, gue nggak suka dan nggak akan pernah suka sama perempuan yang mengorbankan harga dirinya demi seorang laki-laki.”

Cukup.

Kalimat penuh penekanan yang keluar dari mulut Angkasa itu sudah cukup mempermalukan Zizi. Air matanya menerobos keluar. Untuk pertama kalinya, ia menyadari betapa rendah harga dirinya. Betapa murahan ia di hadapan Angkasa.

“Berhenti mencintai gue dan mulai belajar buat mencintai diri sendiri.”

Setelah itu Angkasa pergi. Tanpa menoleh sedikitpun pada Zizi yang sedang menutup wajahnya dan menunduk. Kemudian Marissa meminta para siswa yang sejak tadi jadi penonton untuk pergi dan segera membawa Zizi ke kelas.

“Sekian lama gue jatuh cinta sendirian. Akhirnya sekarang gue berpikir buat berhenti.”

Semburat senyum terbit di wajah Marcel saat mendengar kalimat itu dari Zizi.

“Tapi kayaknya gue belum siap. Liat dia deket sama cewek lain aja gue sakit banget.”

Dan seketika itu pula senyum Marcel menghilang. Ia menghela nafas lalu mengusap kepala Zizi. Demi apapun, ia tidak pernah baik-baik saja saat sahabatnya itu sedih. Maka tak jarang, ia harus mengendalikan diri agar tidak menghajar Angkasa karena telah menyakiti Zizi.

               🍓

Maaf.

Berkali-kali Marcel mengucapkan kata itu dalam hati. Untuk kali ini, akal sehatnya lagi-lagi menang melawan hati nurani. Maka bersandarlah ia sekarang di balik kemudi dan menunggu seseorang yang dinantinya muncul di hadapannya. 

LUNARIA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang