(29) CLUE

2.3K 113 0
                                        

"You give me a clue. But I can't catch it. Just wait bad things open to me."

-Lunaria Giovanni Adara

🌻

Mata hijau milik Luna akhirnya terbuka lebar setelah lima menit tak sadarkan diri akibat pengaruh obat yang terhirupnya. Ia membelalakkan mata saat menyadari dirinya sedang berada dalam mobil yang berjalan menuju entah kemana.

Tangannya diikat oleh seutas tali, mulutnya tertutup oleh kain yang diikatkan ke belakang kepalanya. Dan Luna harus terperangah saat melihat ke samping, seseorang yang tak asing kini sedang menyeringai sambil melirik ke arahnya.

Sorry bikin lo merasa terculik,” kekeh seseorang yang tak lain adalah kembaran Dito.

“Gue harus melakukan itu karena ada sesuatu penting yang harus lo lihat. Dan gue yakin kalo gue ngajak lo ketemu secara baik-baik, lo bakal nolak. Maka gue terpaksa menculik lo,” jelas Marcel masih dengan senyum mengerikan.

Luna hanya menatap tajam ke arah Marcel, ia tak bisa berbicara karena mulutnya yang ditutup kain. Padahal ia ingin sekali meneriaki pemuda di hadapannya yang dengan beraninya menculik dirinya.

“Sebagai tawanan, lo harus nurut sama gue. Karena apa? Akan ada konsekuensi atas setiap tindakan perlawanan lo!” Tawa Marcel memenuhi gendang telinga Luna

Seketika rasa takut Luna muncul, apalagi saat Marcel mulai melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi.

Setelah beberapa menit jantung Luna harus berpacu mengikuti mesin mobil yang kian melesat cepat, akhirnya kini ia bisa sedikit lega saat akhirnya mobil itu berhenti. Marcel juga kini memegang ikatan di tangan Luna, bersiap untuk melepasnya.

“Gue bakal lepas, tapi lo harus ikuti perintah gue!” tegas Marcel sambil menatap lurus pada Luna.

Gadis itu hanya bisa mengangguk. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Hanya saja, ia percaya, lelaki di sebelahnya ini tidak mungkin mencelakainya karena setahu dia, Kak Dito adalah orang baik, jadi hampir dipastikan, Marcel juga memiliki sisi baik meski tak terlihat.

Tangan Luna kini terbebas, begitu juga mulutnya. Tapi gadis itu tak tahu harus mengatakan apa, karena begitu banyak pertanyaan yang berdesakan dalam kepalanya.

Marcel kembali menjalankan mobilnya dan tersenyum saat petugas keamanan memeriksa mobilnya. Kemudian Marcel membawa mobilnya menuju area parkir di depan sebuah gedung.

“Turun dan bersikap normal,” perintah Marcel dengan nada bicara yang sedikit melunak.

Luna pun turun dari mobil, diikuti dengan Marcel yang kini berdiri di sampingnya. Entah Luna terlalu sibuk menerka tentang apa maksud dari semua ini atau apa, yang jelas ia baru menyadari bahwa ia kini berada di depan sebuah gedung rumah sakit.

Rumah sakit jiwa?

Kening Luna berkerut saat membaca nama tempat itu. Tapi ia urungkan rasa penasarannya sejenak dan berjalan di samping Marcel.

Pemuda itu berjalan cepat ke dalam gedung rumah sakit berwarna khas putih itu. Setelah berjalan sedikit dari pintu utama, mereka berbelok ke kiri, kemudian menemukan banyak ruang rawat yang dihiasi pemandangan yang hampir membuat Luna menangis.

Melihat orang-orang yang terganggu jiwanya membuat perasaan Luna sangat tidak tega. Ia tahu, mereka seperti itu karena suatu sebab. Tapi terkadang, orang-orang begitu cepat mencemooh dan menghakimi tanpa tahu ada luka berkepanjangan dalam batin seseorang hingga membuatnya depresi dan beberapa sampai disebut terkena gangguan kejiwaan.

LUNARIA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang