"Ada retak yang tak mampu ku tebak, kala sesak tak berujung pada dekap."
-Lunaria Giovanni Adara
🌻
Sudah empat hari Angkasa seperti menghilang. Nomor ponselnya bahkan tidak aktif sejak dua hari lalu. Saat masih aktif pun, semua pesan dan panggilan dari Luna diabaikan. Kehidupan Luna yang belum membaik pasca terbongkarnya masa lalu Giovanni dan Revita itu seakan diperparah dengan absennya Angkasa dari sisi gadis itu.
Berulang kali Luna menghubungi Hanan, tapi Hanan juga tidak tahu keberadaan Angkasa. Bahkan Hanan sampai dimarahi Bu Asti karena membiarkan teman sebangkunya tidak masuk tanpa alasan selama empat hari.
Sabtu pagi yang mendung, Luna berencana mengunjungi rumah Angkasa. Tania yang biasanya menelpon hampir setiap malam pun seakan hilang tanpa jejak. Jadi, Luna tidak bisa mengorek informasi dari Tania.
Luna melirik jam dindingnya yang berbentuk bulan sabit berwarna biru gelap, kemudian mendesah. Baru pukul tujuh dan tidak mungkin dia bertamu sepagi ini. Padahal Luna sudah siap dengan gaya casual-nya. Sebenarnya Luna ingin sarapan, tapi Bi Asri sedang tidak bisa memasak untuknya, wanita itu menderita DBD dan Luna belum menjenguknya. Gadis itu merasa malas melakukan apapun karena pikirannya selalu berputar tentang semestanya yang seakan sudah hancur.
Diikatnya tali sepatunya, lalu gadis itu bangkit. Ia tidak peduli meski harus bertamu sepagi ini. Pikirannya semakin kacau membayangkan begitu banyak kemungkinan yang terjadi pada Angkasa. Dan yang paling menyiksanya adalah pemikiran bahwa mungkin saja Angkasa sedang mengalami suatu masalah dan pemuda itu membutuhkan bantuannya. Maka secepat mungkin Luna menuruni tangga, mengunci pintu rumahnya dan memanggil supir pribadi papanya yang memang selama beberapa hari ini ditugaskan untuk mengantar dan menjemput Luna.
“Kemana, Mbak?” tanya supir bernama Pak Rudi itu.
“Jalan aja dulu, Pak. Nanti aku kasih tahu,” ucap Luna yang langsung diikuti anggukan oleh Pak Rudy.
Luna memandu jalan dengan baik hingga sekarang mereka sampai di depan rumah Angkasa yang dari depan saja sudah terlihat berbagai tanaman hias serta bunga-bunga cantiknya.
“Nanti Luna kabari kalau udah mau pulang. Pak Rudi boleh pergi.”
Setelah mengatakan itu, Luna keluar dari mobil dan berjalan terburu-buru menuju rumah Angkasa. Diketuknya pintu dengan perlahan. Wajah Tania terlihat disana. Gadis itu nampak terbelalak lantas berseru senang memanggil Luna dan menyalami tangan Luna.
“Kak Lunar, maaf ya. Hp Tania disita guru BK dan belum dikembaliin, jadi nggak bisa nelpon Kakak,” keluh Tania dengan ekspresi sebal.Bagaimana tidak sebal? Tania yang sedang asyik menonton drama korea saat jam pelajaran kosong harus merelakan ponselnya yang tiba-tiba direbut paksa oleh guru BK-nya yang entah dari mana datangnya. Guru itu berkata akan mengembalikan semua gadget yang ia sita setelah ulangan akhir semester, yang bahkan baru akan dilaksanakan seminggu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNARIA [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[COMPLETED] Lunaria. Bukan seorang gadis pecinta bulan atau pendamba langit malam. Dia hanyalah bunga cantik bernama Lunaria yang sayangnya takut pada hujan. Bukan hanya takut, tapi masuk pada kategori phobia. Namun, setiap hal terjadi bukan tanpa...