••SATU KELAS?••

3.1K 233 83
                                    

Happy reading ❤❤

Jangankan untuk melihat, bicara pun aku tak sudi. Jangankan untuk menunggu, sebaiknya kamu pergi.

•••ESPACIO•••

Panas, satu kosa yang sudah cukup menggambarkan keadaan orang-orang di lapangan SMA Semesta meski angka baru merangkak pada pukul sembilan, tapi sepertinya matahari memang enggan mengalah hingga mengusik ketenangan makhluk semesta di bawah tahtanya.

Di antara banyaknya senior MOS yang ikut andil, hanya Lala-lah yang tak memakai almameter hingga dengan senang hati panas matahari menyentuh kulitnya, mungkin karena ia yang memang tak berniat ikut setelah begitu banyak urusan lain, tapi Deby memaksa jika Lala tetap harus ikut meski hanya sehari saja karena gadis itu masih ketua OSIS.

Lala menghela napas panjang kala mendapati Lisya—sepupunya yang memakai seragam acak-acakan, padahal jauh-jauh hari Lala sudah memberi tahu aturannya. Gadis itu menghampiri Lisya yang masih berbaris di bagian depan seraya mengambil posisi istirahat di tempat.

"Lisya!" tegur Lala seraya menghalau sinar matahari dengan mengangkat satu tangannya di depan kening.

"Kak Lala? Lo jadi senior juga? Kemarin bilang nggak mau, kata—"

"Udah!" potong Lala, ia mengamati penampilan Lisya yang lebih mirip preman pasar ketimbang siswi sekolah. "Gue kemarin bilang apa sama lo, hm? Itu rambut blasteran lo hitamin aja, kenapa masih utuh, sih? Terus juga acak-acakan banget, gue saranin lo sekolah di sini biar serba rapi, Sya," ujar Lala kesal.

"Ada apaan, La?"

Lala dan Lisya kompak menoleh ke arah laki-laki bertubuh jangkung, dia Keanu—anak satu geng Ares.

"Ng ... ini, Ken." Lala menatap Keanu dan Lisya bergantian. "Adik sepupu gue."

"Biar gue aja yang urus, lo ke yang lain aja," ujar Keanu.

Lala menatap Lisya untuk sesaat, setelahnya mengangguk pada Keanu. Entah apa yang setelah itu Keanu lakukan pada Lisya, itulah hukuman yang bisa Lisya dapatkan, dan Lala tak ingin bertanggung jawab, semua salah Lisya.

Lala kini bergabung dengan Deby dan beberapa siswi lainnya di dekat lapangan, keringat terus mengucur lewat pelipisnya karena rambut juga terurai bebas, Deby memang menyebalkan.

Lala tak tahu, hanya ia yang jadi satu-satunya titik fokus Ares saat ini, meski ada Gea di sebelahnya dan sibuk berbicara dengan beberapa junior seraya menggandeng tangan Ares, tapi Ares merasa tak ada sosok lain yang lebih menarik kecuali Lala.

Dalam diamnya Ares, orang lain tak tahu jika ia sangat gelisah, ingin berteriak ataupun berlari hingga dapat menggapai Lala.

Fragmen, Ares menganggap Lala seperti itu, sebenarnya Lala hanya ilusi atau memang nyata? Keping-keping memori masa kecil mereka pun tak mungkin hilang dari kepala Ares, tapi apa Lala sudah melupakannya?

Saat genggaman tangan Gea padanya terlepas, Ares bergerak ke arah Lala yang tak terlalu jauh darinya seraya melepas alamameter karena gadis itu terlihat sangat kepanasan. Sayangnya, tangan orang lain lebih dulu memberikan alamameternya untuk Lala, dan hal itu membuat langkah Ares terhenti.

Esperance (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang