••ALUR YANG BERBEDA••

971 102 24
                                    

Happy reading ❤❤

Akan ada saat di mana beku pun mencair, dan menjalarkan sesuatu yang berbeda ke sekujur tubuh.
Akan ada saat di mana peduli mulai bergulir, dan menghadirkan sesuatu yang membuat rasa berbeda itu tumbuh.

•••

Lala sama sekali tak bisa terlelap malam ini, sejak kemarin ia memimpikan hal mengerikan tentang Ares—seolah memejamkan mata adalah hal yang mustahil, pikiran Lala benar-benar terusik oleh sosok remaja itu. Memangnya dia siapa sampai bisa membuat Lala gelisah hebat seperti itu?

Luar biasa!

Lala diam seraya menyandarkan punggungnya pada tembok, ia memeluk lutut yang ditekuk itu, tatapan Lala mengarah pada jendela kamarnya—yang sengaja tak ia kunci, membiarkan tirai itu bergerak sesuka hati tersapu embusan angin dari luar, Lala juga tak menyalakan AC, ia membiarkan angin alami yang menemaninya malam ini.

Lala tak tahu apa, tapi ia benar mengkhawatirkan Ares, perasaan Lala belum tenang jika tak mendengar Ares yang berjanji sendiri padanya.

Terlihat jarum pada jam weker sudah menunjukan pukul dua pagi, tapi mata itu tak mau mengalah pada waktu. Kenapa dia sampai sepusing itu?

Lala berulang kali mengecek ponsel, tetap saja tak ada nomor Ares. Bodohnya ia tak meminta dua belas digit itu pada Ares kemarin, dan membiarkan dirinya dihinggapi rasa takut hingga saat ini.

“Lo itu apa sih, Res? Bisa ganggu kepala gue kayak gini,” gumam Lala. Ia merebahkan tubuhnya dan menarik selimut, matanya menatap langit-langit seraya berusaha terpejam.

•••

Pagi yang masih sama, di mana Lala harus menaiki metromini lagi seperti kemarin. Meski dia sengaja berangkat lebih pagi, tapi keadaan di dalam kendaraan roda empat itu tetap sama—ramai dan sumpek. Lala bahkan tak kebagian tempat duduk, ia berdiri seraya memegangi sandaran kursi di depannya. Bisa saja Lala minta diantar Faruk, tapi arah sekolah mereka berbeda juga jarak sekolah Faruk yang lebih jauh, jadi lebih baik seperti sekarang—diam menunggu sampai supir menghentikan metromini di depan gerbang.

Meski tak ada yang mengganggunya seperti kemarin alias grepe-grepe sedikit, kali ini Lala menyadari jika sejak ia masuk ke metromini—seorang laki-laki dewasa yang diperkirakan umurnya sekitar tiga puluhan terlihat terus mengamati gadis itu, pria itu duduk paling belakang ujung sebelah kanan. Lala menelan saliva kala melihat ke belakang dan pria asing itu masih saja menatapnya tanpa berkedip, bahkan dengan sengaja pria itu mengarahkan ponselnya untuk mengambil gambar Lala.

Dia itu siapa sih, orang jahat apa gimana? Kenapa lihatin gue segitunya, batin Lala merinding sendiri. Tepat di depan gerbang sekolah akhirnya metromini berhenti dan menurunkan Lala, untungnya hari ini dia tak telat lagi.

Gadis itu melangkah seraya memikirkan kejadian di dalam metromini tadi, kenapa akhir-akhir ini banyak orang asing masuk dalam kehidupannya?

Esperance (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang