••HELP ME, BANG IBRA••

1.8K 152 24
                                    


Happy reading ❤❤

Dia masih peri kecilku—yang dingin dan punya perisai kuat untuk dirinya sendiri, sedang aku hanya kumbang tersesat yang berharap bisa memilikinya.

—Antares Gema—

•••

Samsak adalah benda paling pas untuk meluapkan segala emosi yang membuncah, daripada bersitegang dengan orang lain dan melukainya—lebih baik memukuli samsak yang bisu dan tahan banting berkali-kali hingga tangan putus, itu lebih baik.

Sejak pulang ke rumah, Ares tak melepas pakaiannya yang basah dan terus bergulat dengan samsak di ruang fitness yang ada di rumahnya, biasanya tiap akhir pekan dia bisa ngegym dengan Fredy di rumah tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun. Kali ini Ares melakukan hal itu sendirian, rambut yang basah bercampur keringat menjadi satu hingga terus menetes melewati wajahnya. Bahkan seragam OSIS pun masih ia pakai, kedua tangannya sudah ia balut dengan kain berwarna putih.

Pukulan tangan dan tendangan kaki bertubi-tubi terus Ares lakukan tanpa ingin berhenti meski swastamita sudah tampak di luar sana, ia hanya ingin melepas emosinya sendiri.

Bayangan saat Lala tersenyum ramah dengan remaja asing itu terus terngiang di kepalanya, kenapa menghapus ingatan menyakitkan tak semudah menghapus isi memori di dalam ponsel.

“Argh!” pekik Ares sebelum akhirnya menyerah dan terduduk lemas di lantai, ia menunduk membiarkan air di rambutnya terus jatuh di selasar.

“Rajin banget kamu, Res. Hari gini masih aja pukulin samsak, pantes aja badannya bagus.”

Celotehan itu membuat Ares hanya diam, ia enggan menengadah karena sudah tahu siapa yang berbicara—Riska—mantan kekasihnya sekaligus anak dari salah satu teman dekat sang ibu, gadis itu sering datang ke rumah tanpa izin dan kadang menyelinap ke kamar Ares tanpa tahu malu.

“Mending lo pergi dari sini,” geram Ares, ia masih menunduk.

“Lho, emang kenapa? Mamaku ada di depan, lagi bicara sama mama kamu.” Riska justru duduk di dekat pintu, seperti tak punya rasa takut terhadap kemarahan Ares.

“Pergi atau gue pakai cara lain, hm?” Ares menengadah, menunjukan seringaiannya yang menyeramkan.

Riska terdiam, dia memang takut, tapi enggan juga untuk beranjak, jarang ia bisa menemui Ares di rumahnya. Biasanya remaja itu pergi dengan dua temannya atau bersama salah satu kekasihnya.

“Oh, jadi lo nggak mau pergi dari sini, hm? Lo nantangin gue?” Ares beranjak, ia menghampiri Riska dengan langkah gontai, tatapan matanya menyeramkan, tangannya menyugar rambut yang basah ke belakang.

Astaga!

Sedang marah pun ia tetap tampan, bagaimana Riska mau beranjak kalau begitu?

“Riska, bisa lo pergi sekarang atau gue lakukan hal buruk yang bisa lo sesali.” Ares sudah berdiri di depan Riska, menatapnya yang masih duduk.

Esperance (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang