Mulmed;
Last Child ft. Gissela Anastasya— Seluruh napas ini.Happy reading ❤❤
Dulu mereka adalah sepasang sepatu, sekarang hanyalah dua keping puzzle yang tak bisa menyatu.
•••
Sinar matahari pagi memang selalu menyehatkan, sebab itulah kelas XII IPS.2 beruntung karena mendapat jatah olahraga pagi, kali ini mereka yang berjumlah sekitar empat puluh orang terlihat sibuk di lapangan basket, satu tim yang diisi lima pemain bersiap melawan tim lain—sedangkan sisanya duduk cantik di sisi lapangan sembari bergosip ria, apalagi yang pertama memulai adalah laki-laki.
Deby yang duduk bersebelahan dengan Lala juga beberapa siswi lainnya terlihat asyik membahas soal film terbaru yang akan tayang di bioskop bulan depan, Lala hanya menggangguk sekenanya dia karena tak terlalu antusias dengan hal itu. Namun, jika bahas buku non-fiksi apa yang segera terbit di toko buku pasti ia akan menjawab dengan cepat.
Lala lebih suka berkutat dengan buku-buku sejarah ketimbang novel remaja yang makin booming, ia lebih suka realita meski tak semuanya benar, seperti buku Sejarah Dunia Yang Disembunyikan, Ramalan Nostradamus bahkan buku tentang Vlad Dracula yang notabene manusia terkejam zaman Kesultanan Utsmaniyah Turki. Jika ada yang bertanya padanya perihal novel, ia akan mengalihkan pembicaraan.
“Selfie yuk, La,” ajak Deby yang baru saja mengeluarkan ponselnya dari saku celana.
Lala mengernyit, “Lo bawa hape, Deb? Nggak takut ketahuan Pak Anzar.”
“Bisa diatur, orangnya masih di ruang guru, ’kan?” Deby nyengir tanpa dosa.
Lala merotasikan bola mata, “Kebiasaan, apa-apa dilanggar gimana hidup lo mau tentram.”
Deby mencolek hidung Lala, “Gue nggak tahu lo ngomong apaan, intinya sekarang kita selfie.” Deby merangkul leher Lala agar lebih dekat dengannya, lantas memasang kamera depan dan mulai memasang senyum semanis mungkin.
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
“Nah, mantep. Langsung gue posting di Instagram, ah.” Deby kembali sibuk dengan ponselnya. “Caption yang pas apaan coba?”
“Unyil-unyil cantik.” Lala terkekeh mendengar ucapannya sendiri, sedangkan Deby mengernyit heran.
Keadaan berbeda terlihat di depan gerbang SMA Semesta, ada Ares yang berdebat dengan Pak Adam—satpam sekolah bertubuh jangkung bin atletis, pria yang memakai seragam satpam lengkap itu enggan mengizinkan Ares masuk karena pukul delapan remaja itu baru datang. Memangnya sekolah nenek moyangmu?
Berkali-kali Ares menawar dengan banyak hal agar bisa masuk, seperti sebungkus rokok, uang seratus ribu dan iming-iming lainnya, tapi Pak Adam keukeuh dengan keputusannya—takkan membiarkan Ares masuk selangkah pun
KAMU SEDANG MEMBACA
Esperance (completed)
Aksi"Aku bukan dermaga, tak usah berlalu-lalang." #91 teenfiction 6 Mei 2019 #51 fiksi remaja 6 Mei 2019 Lala tahu siapa Ares, remaja yang pernah jadi teman masa kecilnya semasa Ares tinggal di Jakarta hingga setelah lulus SD Ares terpaksa pindah ke Ban...