••SHAFA DAN METTA••

1.1K 105 22
                                    

Happy reading ❤❤

Pada dasarnya, Tuhan selalu memberi jeda untukmu merasakan sedih atau bahagia. Tinggal kapan saat itu akan tiba.

•••

“Gue pamit pulang ya, La. Bilangin juga sama bunda elo,” pamit Faruk seraya memasang helmnya, sejak gadis itu mencium pipinya—senyum takkan pernah ia lepaskan, dan hal itu membuat Faruk kian menarik.

“Iya, hati-hati di jalan,” sahut Lala melambaikan tangan.

Faruk sudah menyalakan mesin motornya, lantas memutar arah dan keluar melewati gerbang yang terbuka lebar, ia melaju pergi.

Lala masuk ke rumah dan menutup pintu, ia bergegas menapak tangga menuju kamar, setelah itu mengunci pintu dan naik ke ranjang sebelum akhirnya melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil.

“Astaga! Demi apa gue punya pacar!” Serunya seraya terus melompat, sejurus kemudian menjatuhkan tubuhnya dan menutupi wajah dengan buku baru yang dibelikan Faruk.

Ternyata tak cukup sampai di situ, dua kaki Lala menghentak ranjang silih berganti, untung saja tak menimbulkan goncangan gempa.

Gadis itu beranjak, ia tersenyum menatap buku barunya. “Makasih karena lo udah jadi penolong buat gue, Faruk.”

•••

Sementara itu, motor hijau milik Faruk sudah bertengger di halaman rumah yang cukup luas, ada beberapa tanaman anggrek yang menempel di dinding, juga rangkaian tanaman lain tak kalah cantik berjejeran menyambut siapa-siapa tamu yang datang, dua pilar tinggi itu sudah menegaskan tentang rumah bergaya mediterania yang khas, corak putih mendominasi tembok rumah.

Faruk melangkah santai menghampiri pintu yang tertutup, memang selalu begitu saat ia tak ada di rumah karena dua adiknya serta sang ibu hanya menggandalkan ia sebagai penjaga sejak orangtuanya berpisah beberapa tahun lalu, meski Ibnu selalu memberikan nafkah untuk anak-anaknya setiap bulan, juga dengan perusahaan Shanty—ibu Faruk yang dikelola oleh adiknya.

Shanty merasakan sakit komplikasi sejak lama hingga ia berobat bolak-balik ke luar negeri, tapi hasilnya tetap sama hingga ia memutuskan untuk bercerai dari Ibnu karena kasihan dengan pria itu, Shanty hanya ingin Ibnu mendapatkan wanita yang lebih baik darinya yang tak membuat susah hidup Ibnu seperti dirinya menggunakan segudang penyakit, tapi nyatanya setelah perceraian itu batin Shanty justru terguncang hingga ia depresi karena penyakitnya tak kunjung sembuh—juga kehilangan sosok pria itu, dan Ibnu tak lepas tanggung jawab, hingga saat ini demi menghargai Faruk serta dua anak gadisnya—Ibnu belum memiliki istri baru, atau bahkan tak memikirkan itu dulu, yang terpenting pendidikan ketiga anaknya.

Ada seorang suster yang khusus menangani Shanty karena wanita itu lumpuh dan duduk di kursi roda, juga Bi Ama—pembantu rumah yang sudah bekerja hampir enam belas tahun lamanya, wanita berkepala lima itu sudah bekerja sejak Faruk dilahirkan, jadi ia sangat mengenal seluk-beluk keluarga Faruk.

Faruk melangkah menghampiri tangga, terlihat Shafa—adik bungsunya yang berusia delapan tahun keluar dari kamar seraya menggendong ransel, ia menuruni tangga dan menghadang langkah Faruk.

“Kenapa, Shaf?” tanya Faruk.

Shafa tersenyum menampilkan dua gigi gingsulnya, sangat menggemaskan. “Abang dari mana aja, sih? Shafa nungguin dari tadi, PR Shafa banyak, Bang.”

Esperance (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang