Pintu bertuliskan Mufych Café ini terbuka, perempuan dengan masker dan juga kemeja berwarna biru muda memasuki Cafe ini. Ia menutup kembali pintu ini, berjalan kesalah satu sofa yang berada di pojok ruangan, melepas maskernya dan menyenderkan tubuhnya ke kepala sofa.
Perempuan itu mengangkat pergelangan tangannya, dan menghela nafas pelan.
"Masih pagi" ujarnya yang melihat jarum pendek berada di angka 7 dan jarum panjang di angka 3.
Dengan segera ia mengambil buku-buku dan juga kotak pensil di dalam tas yang dari tadi ia bawa. Perempuan itu, Saeron mulai mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan oleh dosen. Ini memang hari libur, tapi perempuan itu lebih memilih untuk mengerjakan semua tugas yang belum ia selesaikan.
Setidaknya ia masih punya waktu 2 jam lagi sebelum Café miliknya menerima pelanggan.
Tak jarang ia mengerutkan dahinya, bingung dengan angka-angka ini. Sampai sekarang pun ia bingung, kenapa lebih memilih arsitektur dibanding kedokteran.
Padahal dulu ia lebih menguasai ilmu Biologi daripada Fisika dan Matematika. Dulu ia berfikir jika Biologi bisa bermanfaat untuk kehidupan sehari-harinya.
Sedangkan fisika dan matematika? Oh, terimakasih ia tak tertarik dengan hitungan seperti itu. Segala menghitung waktu jika kendaraan berangkat pukul segini makan akan sampai pada pukul berapa jika supir menggunakan kecepatan blablabla.
Itu aneh, kita tidak tau apa yang akan dialami oleh supir di jalan, bisa saja Tuhan memberikan musibah sehingga perjalanan supir itu terganggu.
Ok, abaikan semua pemikirannya yang dulu. Sepertinya sekarang perempuan itu kualat,
"Kenapa dulu gak ngambil kedokteran aja ya?" Gumamnya kepada diri sendiri ketika melihat tugas yang terakhir ini.
Dan selanjutnya Saeron mengerjakan semua itu sesuai kemampuannya. Beruntunglah karena teknologi semakin berkembang dari tahun ketahun, setidaknya ia tak perlu terlalu bersusah payah untuk mengerjakan semua ini.
Saeron mengalihkan pandangannya ke pintu café karena mendengar suara ketukan. Perempuan itu langsung berjalan ke arah pintu dan membukakan pintu yang ia kunci.
"Dingin tau" protes perempuan yang baru saja memasuki café. Saeron mengangkat bahunya tak perduli lalu kembali mengunci pintu ini.
"Ngapain kesini?" Saeron menghampiri sahabatnya yang sudah duduk di sofa yang tadi ia tempati.
"Bosen dirumah," perempuan itu berolling eyes melihat buku-buku di depannya, "Yaampun Kim Saeron, ini hari libur masih aja kencan sama buku-buku."
Saeron tak menggubris pernyataan dari temannya, ia memilih untuk berjalan ke meja bartender dan mulai menyiapkan semuanya, sebentar lagi café akan dibuka.
Siyeon mendengus pelan karena tak mendapatkan respon dari perempuan yang sedang sibuk dengan minuman-minuman untuk pelanggan nanti. Ia meraih tas Saeron dan mulai melihat-lihat apa yang ada di dalam tas sahabatnya ini.
"Whoaaa banyak banget kartu nama" Siyeon mengambil sekitar 6 kartu nama yang berada di tas Saeron. Ia melihat-lihat kartu itu.
"Le Modèle Entertaiment? Kak Doyeon juga nawarin ke kamu?"
Saeron berdehem sambil membawa dua minuman di tangannya, ia duduk di depan Siyeon yang tengah memegang semua kartu nama.
"Kamu di tawarin kak Doyeon juga?" Siyeon mengangguk lalu mengambil minum yang tadi Saeron bawa.
"Iya ditawarin, cuma aku tolak" jelas Siyeon.
"Kenapa?"
Siyeon menaruh minumnya ke meja, "Kamu tau kan? Aku mau tidur aja susah"
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] THEir STRUGGLES ; Nct 00 ✔
Fanfiction[Sequel of Bullying Renjun] [COMPLETED] Ini bukan sebuah cinta segitiga, jauh dari itu, melibatkan lebih dari 5 perasaan dan 3 posisi yang tidak ditempati sesuai aturan. "Tolong jangan mencipta tali yang lebih rumit lagi, Huang Renjun." #strawberric...