"Som, mau cerita?" Tawar wanita berambut panjang pada temannya. Yang ditawarkan menggeleng,
"Cerita apa? Gue gak ada cerita buat diceritain, nih." Jawabnya dengan senyum paksaan.
Yang memiliki nama lengkap Lee Nakyung itu mendengus mendengar jawaban dari temannya. Tidak pandai berbohong tetapi masih saja berusaha untuk berbohong.
"Apa perlu gue cariin guru private buat belajar gimana caranya ngebodohin temen sendiri?" Tawar Nakyung lagi.
Somi terkekeh, "Makasih tawarannya. Lo tau lah, kayak biasanya."
Nakyung menghela napas pelan, "Serius gak mau cerita?"
"Gue justru lebih mau sendiri dulu, gimana?"
Nakyung mengangguk paham, ia beranjak dari bangku taman yang dekat dengan kampus mereka. Menepuk pundak temannya, "Gue kesana deh. Kalau mau pulang bareng telfon aja, Ok?"
Somi mengangguk, setelah itu Nakyung benar-benar pergi meninggalkan temannya yang butuh waktu untuk sendiri.
Wanita itu memejamkan matanya, mengingat pertengkaran —kedua orang yang sangat ia cintai— semalam. Iya, semalam mama dan papanya bertengkar lagi. Ntah apa yang menyebabkan kedua orang tuanya itu lebih sering berselisih. Tidak seperti tiga tahun yang lalu. Yang selalu harmonis.
Air matanya lolos ketika mengingat kondisi keluarganya 3 tahun terakhir.
Somi tidak selalu gembira, dan tidak selalu kuat. Dia juga wanita yang kadang mudah menangis hanya karena hal spele.
Somi merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya, ia menarik napas dalam-dalam. "Nakyung, kan gue udah bilang kalau gue lagi pingin sendi—"
"Nih, tissue buat lo."
Somi terkejut mendengar suara pria yang memotong perkatannya, ia membuka kedua matanya dan yang pertama kali ia lihat adalah tissue tepat di depan wajahnya. Dengar segera ia mengambil tissue itu dan mengusap wajahnya.
"Makasih," ujarnya pada pria di sampingnya, Haechan.
"Lain kali jangan nangis lagi, pangkat kejelakan lo jadi naik. Misalnya nih, lo jelek pangkat satu. Gegara lo nangis lo jadi jelek pangkat dua, jelek jelek. Nangis lagi, naik lagi pangkatnya, jelek jelek jelek. Nangis sekali lagi, nambah lagi, jelek jelek jelek jelek. Nah, kalau nangis lagi, jadi jelek pangkat lima, jelek jelek jelek jelek jelek." Jelas Haechan yang sama sekali tidak jelas.
"Reseh banget sih lo!" Kesal Somi sambil tertawa karena mendengar guyonan dari Haechan, "Oh iya, lo ngapain kok ada disini? Bukannya lo sekampus sama Saeron?" Herannya.
Haechan bergedik, "Nagih utang." Jawabnya asal.
Somi membulatkan mulutnya tidak percaya, "Ini anak bener-bener rentenir kayaknya! Yaudahlah mumpung ketemu, ayok mau makan dimana?" Tanyanya.
Haechan menaruh telunjuknya di dagu, memasang pose berpikir, "Mau ramen,"
"Tapi pizza hut kayaknya enak,"
"Mau tteokbokki juga si sebenernya,"
"Burger king boleh deh,"
"Eh, baskin robbins enak nih siang-siang kayakgini."
Somi berdecak, "Serius mau yang mana!" Kesalnya.
Haechan berdiri, "Ayo ke Mcd gue pingin ayam!" Ajaknya.
Ok, tolong jauhkan Somi dari spesies seperti Haechan. Ugh, rasanya Somi ingin menamparnya karena pria itu memberikan senyuman tanpa perasaan bersalah untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] THEir STRUGGLES ; Nct 00 ✔
Fanfiction[Sequel of Bullying Renjun] [COMPLETED] Ini bukan sebuah cinta segitiga, jauh dari itu, melibatkan lebih dari 5 perasaan dan 3 posisi yang tidak ditempati sesuai aturan. "Tolong jangan mencipta tali yang lebih rumit lagi, Huang Renjun." #strawberric...