"Eh, Setan!"
Yah, begitu lah umpatan yang keluar dengan lancarnya dari mulut Lee Haechan yang terkejut dengan keberadaan Huang Renjun di ruang televisi dengan tiba-tiba. Kaki Renjun terlipat diatas sofa, dan tangannya sibuk memijiti benda pipih berwarna putih.
"Ngapain lo disini?" Haechan mendudukkan dirinya di samping Renjun. Bukannya apa, masalahnya ini masih jam delapan pagi, dan Haechan baru saja bangun dari tidur tidak nyenyaknya karena terlalu banyak terjaga.
"Main lah," Renjun menoleh pada Haechan, "Sumpah gembel banget lo. Mandi sana! Apek!" Pria Jilin itu meninju lengan temannya pelan.
"Masih jam delapan pagi ini." Ujar Haechan, "Nanti nunggu jam duabelas."
"Jorok bener, anjing. Emang lo gak ke kampus?"
"Males. Sialan bener. Nungguin dosen udah kayak nungguin doi peka."
Renjun tertawa puas, "Siapa si doi lo? Siapa? Sini cerita ke gue, biar gue bilangin kalau dia disukain sama Lee Haechan yang sekarang hampir jadi orang gila."
Haechan mendengus tak suka, "Bacot anjing."
"Mandi, bego. Jorok!" Renjun mendorong Haechan hingga tersungkur, membuat Haechan mau tidak mau berjalan ke kamarnya dan membereskan dirinya.
Serius deh, jangan tanya bagaimana kegilaan Haechan dan Somi akhir-akhir ini. Tiap hari menunggu dosen yang selalu sibuk. Sampai akhirnya ya seperti ini, Haechan menyerah dan memutuskan untuk tidak ke kampus. Beda dengan Somi yang tetap ke kampus dan berjuang karena tidak ingin berlama-lama di dalam penderitaan.
"Kok ada dua?!" Kaget Haechan begitu keluar kamar mendapati Jaemin yang sedang mengutak-ngatik playstation-nya.
"Hai der, udah meet up sama dosen belum?" Tanya Jaemin cuek.
"Halah pergi aja lo kalau cuma mau ngongek gue." Usir Haechan, kakinya melangkah menuju dapur, ingin mengambil minuman.
Haechan mengerang kesal begitu melihat keberadaan Jeno di dalam apartemennya. Dan hal yang membuatnya kesal adalah Jeno dengan tanpa dosanya membawa stok camilan dan minumannya di tangan, memberikan senyuman sok polosnya ketika berpapasan dengan Haechan lantas berjalan santai melewati pria berkulit tan itu.
Ingatkan Haechan untuk mengganti password apartemennya dan jangan memberitahu angka-angka itu pada ketiga sobat karibnya.
"Kalau mau main, ngomong-ngomong dulu, anjir. Gue bisa jantungan ngeliat lo bertiga yang tiba-tiba ada di apartemen gue."
"Sssttt, diem. Gue pusing!" Sahut Jeno lalu meminum minumannya. Dasar magadir.
"Iya tu, dengerin Jeno. Gak tau temennya pusing apa?" Timpal Jaemin, manik cokelatnya fokus pada game di depannya
"Lo pusing ngapain anjir? Main game?"
Jaemin yang tak terima dengan pertanyaan Renjun pun berbalik, "Enak aja lo! Gue main game itu sambil belajar visualisasi-visualisasinya. Lo mah bukan anak DKV diem aje."
"Ayok ribut, Der, ribut. Gue gak suka kalian akur." Kompor Haechan.
Jaemin memberikan cengiran tampannya lantas mendekat ke Renjun begitu merasakan sesuatu yang salah, "Kokoh... laper."
"Dompet gue di mobil," balas Renjun yang sudah hafal dengan perilaku teman-temannya.
"Kanjeng..."
Jeno berdecak, "Pada mau apa? Gue juga belum sarapan nih."
"Dasar, nerapin budaya gak sehat lo semua!" Cibir Renjun yang melihat ada minuman kaleng bersoda dan beralkohol di meja.
"Emang lo udah sarapan?" Heran Haechan saat Renjun membuka minuman bersoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] THEir STRUGGLES ; Nct 00 ✔
Fiksi Penggemar[Sequel of Bullying Renjun] [COMPLETED] Ini bukan sebuah cinta segitiga, jauh dari itu, melibatkan lebih dari 5 perasaan dan 3 posisi yang tidak ditempati sesuai aturan. "Tolong jangan mencipta tali yang lebih rumit lagi, Huang Renjun." #strawberric...