Instagram: iyepepratiwi
Tiga bulan kemudian,,,
Momo terus mengusap-usap perut yang lama-kelamaan semakin hari semakin membuncit. Ia tersenyum kecut dengan semuanya. Disaat kehidupannya hampir lengkap karena ia kini sedang mengandung anak dari Syaren. Suaminya yang kini masih terbaring lemas dirumah sakit.
Momo menyiapkan segala makanan yang tadi ia masak untuk ia kirim kepada Mamah dan Papah Syaren. Setelah siap semua, Momo segera bergegas pergi keluar dari rumahnya untuk ke rumah sakit. Tak lupa sebelum itu ia kunci pintu rumahnya.
Taxi yang sedari tadi sudah menunggunya di depan gerbang kini mulai berjalan karena penumpang yang ditunggunya sudah datang.
"Pak seperti biasa ya." Ucap Momo kepada supir taxi tersebut. Supir taxi mengangguk mengerti, ia sudah paham dengan apa yang dikatakan oleh Momo. Karena Momo merupakan salah satu langganan di taxi ini.
Jalanan kota Jakarta hari ini tidak terlalu ramai dengan kendaraan, jadi itu membuat taxi yang ditumpanginya pun lebih cepat sampai dirumah sakit. Momo segera keluar dari dalam taxi, kemudian ia mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang untuk diberikan kepada sang supir.
"Terima kasih ya pak." Ucap Momo, ia pun segera memasuki gedung rumah sakit tersebut. Tak sabar untuk bertemu dengan suaminya ini.
"Maaf pak, bu. Kami sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk anak kalian" jelas dokter.
"Lalu apa yang harus kami lakukan lagi dok?" Tanya Miko dengan wajah yang sangat cemas.
"Terpaksa kami akan melepas alat-alat itu semua dari tubuh anak bapak" kata dokter. Luna tak kuasa menahan air matanya. Ia kepikiran dengan Maureen. Ia takut kalau anak itu tidak menyetujui ini semua.
Momo tak sengaja mendengar pembicaraan itu semua. Apa benar tak ada harapan lagi untuk Syaren bisa hidup di dunia ini. Momo tak percaya itu semua, ia berjalan memasuki ruangan ICU tersebut tanpa permisi. Bekal yang tadi ia bawa kini isinya sudah berceceran di lantai. Luna dan Miko sontak kaget melihat kedatangan gadis itu. Apakah Momo sudah mendengar perkataan dokter barusan.
"Baik pak saya pinta untuk kalian menandatangani surat persetujuan nya," kata sang dokter.
***
Momo menatap lekat wajah Syaren. Bibir merah pria itu pudar menjadi putih pucat. Momo benar-benar tak sanggup melihat kondisi Syaren. Sudah tiga bulan ini belum ada perkembangan dari kondisi Syaren. Pria itu masih terbaring lemas dengan bantuan alat-alat dokter yang membantunya untuk bertahan hidup.
"Kak Syaren," panggil Momo. Momo tersenyum, ia tak pernah bosen untuk terus memperlihatkan perut buncitnya dihadapan Syaren. Momo menundukkan kepalanya, melihat calon dari anaknya yang masih didalam kandungan. "Sayang, Papah jahat bukan sama kita? Lihat Papah mu. Ia sama sekali tidak mau membuka matanya untuk kita." Lirih Momo.
Momo mengusap kembali puncak kepala Syaren lalu turun ke pipi yang mulai dingin milik pria tersebut.
"Bangun. Aku mohon demi aku, demi anak kita kak."
"Kamu gak capek tidur terus? Hiks,"
"Aku kangen suara kamu. Sangat kak,"
Cup,
"Hampir setiap hari aku cium kamu, padahal waktu itu dokter pernah larang aku buat cium kamu. Katanya kalau orang yang sedang hamil gak boleh cium orang yang sedang sakit,"
"Siapa dokter itu, beraninya dia larang aku buat cium suami ku." Momo mencoba untuk terlihat tersenyum walaupun itu sakit.
"Jadi, kamu kapan cium aku lagi? Udah lama loh pipi aku nganggur,"
![](https://img.wattpad.com/cover/169132272-288-k321236.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Syaren
Random"Jodoh itu cerminan diri. Gue juga gak tau sebenarnya kisah cerita cinta gue ini termasuk kedalam genre apa? Dibilang fiksi remaja, iya karena kita masih anak SMA. Dibilang dewasa, iya juga, karena pada akhirnya nanti disini gue bakalan 'nikah muda'...