43. Manekin hidup

1.2K 65 5
                                    

Instagram: iyepepratiwi

Beberapa hari ini terasa berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Tak ada senyuman darinya, tak ada gelak tawanya, tak ada pertengkaran diantaranya. Bahkan hari ini tak ada masakan itu lagi yang sudah memenuhi meja makan. Semuanya telah berubah sejak kepergiannya.

Kini Momo hanya bisa menatap wajah itu lewat foto-foto yang diambil oleh mereka berdua saat pacaran dulu. Momo sangat terpuruk sekali. Ia terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri karena telah menyebabkan Syaren meninggal. Sejak saat itu ia beranggapan bahwa takdir begitu kejam dengannya. Bahkan sekarang pun ia menjadi tidak percaya lagi dengan takdir. Ia benci dengan takdir hidupnya sendiri.

Dengan nafas yang memburu. Gadis itu mencoba untuk menahan rasa sesak di dadanya. Dengan satu foto pernikahan yang tiap-tiap hari dipeluknya tidak berhasil membuat dirinya ini menahan keegoisan nya sendiri. Bayang-bayang Syaren terkadang terlintas dipikiran Momo.

"Reen sudahlah sayang. Kamu harus ikhlas dengan kepergian Syaren" ucap Luna. Wanita itu membelai lembut rambut gadis yang saat ini berada di pelukannya. Hatinya perih melihat Momo. Luna bisa merasakan kesedihan yang mendalam terhadap gadis ini.

"Disini bukan kamu aja yang berduka. Mamah. Mamah juga sayang! Mamah juga sangat terpuruk karena harus ditinggal oleh anak mamah sendiri"

"Tapi mamah gak mau terlihat sedih, mamah tau kalau mamah sedih pasti Syaren disana juga sedih dan dia gak akan tenang."

"Kamu harus menerima ini semua"

ARGHHH

"KAK SYAREN MASIH HIDUP!" Bentak Momo.

"MAMAH GAK BOLEH NGOMONG SEPERTI ITU! KAK SYAREN ITU ANAK MAMAH! MAMAH TEGA NGOMONG KAYAK GITU!!" Momo menyingkirkan tangan Luna dari kepalanya. Ia tak suka apabila ada yang beranggapan kalau Syaren sudah meninggal. Padahal nyatanya memang benar. Hanya saja sampai saat ini ia masih tak terima kalau suaminya itu pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Mending Mamah pergi dari kamarku! Bentar lagi kak Syaren pulang." Dengan berat hati Luna keluar dari kamar puteranya. Ia tak mau menambah pikiran Momo. Sebaiknya ia ikuti saja saran yang diberikan oleh beberapa dokter untuk kesembuhan Momo.

***

"Mo lo harus kuat. Lo harus nerima ini semua," Ina langsung memeluk tubuh gadis lemah ini. Ia tak kuat melihat sahabatnya seperti ini. Tak ada gairah.

Ina dan Caca bolos dari SMA Lurish. Ia tak mau membiarkan sahabatnya ini terus-terusan mengurung diri dirumah. Ia tau kejadian ini sangat membuat Momo terpukul. Ina dan Caca bisa merasakan kesedihan yang amat mendalam terhadap gadis ini. Siapa yang tak menyangka kalau Syaren akan pergi meninggalkan Momo secepat ini. Syaren yang selama ini telah memberi warna dikehidupan Momo. Lalu apa yang terjadi setelah ini dengan kehidupan Momo. Tidak. Kedua gadis ini pasti tidak akan membiarkan sahabatnya seperti ini.

"Mo, lo harus kuat. Inget masih ada gue, Ina Sellin. Sahabat lo. Lo tega liat kita khawatir terus dengan kondisi lo." Ucap Caca dengan air matanya yang sudah meluncur dikedua pipinya.

"Hiks,, hiks,, kak Syaren masih hidup kan? Dia gak ninggalin gue kan Ca?" Lirih Momo.

"Mo sampai kapan lo kayak gini? Syaren udah tenang disana!"

"Nggak Na. Gue rasa Syaren gak akan tenang kalau liat istri tercintanya ini kayak gini. Mo lo tega juga buat kak Syaren sedih disana."

"Gue harus apa?" Lirih Momo. Ina menoleh ke arah Caca. Kedua gadis itupun mengangguk mantap.

"Bangkit!!" Serentak keduanya.

***

Tidak semudah itu untuk Momo melupakan Syaren. Semua usaha-usaha sahabatnya untuk memberi dukungan kepada Momo, sampai seminggu ini pun Momo masih belum melupakan sepenuhnya menerima kepergian Syaren. Momo masih suka mengurung dirinya sendiri didalam kamar. Ia juga terkadang merendam dirinya didalam kolam renang. Dan itu semua menyebabkan Momo menjadi sakit-sakitan dan mengalami depresi.

Momo duduk di meja riasnya. Ia menatap pantulan dirinya sendiri dari kaca. Air matanya kembali membasahi pipinya. Lagi-lagi gadis malang itu teringat satu sosok laki-laki yang sangat berarti dalam hidupnya. Ia beranjak dari tempatnya. Ia tak boleh diam seperti ini. Ia juga tidak bisa seperti ini terus. Momo harus melakukan sesuatu. Sungguh menurutnya untuk apa dia hidup jika tak ada tujuan seperti ini. Kemana lagi ia harus mencari.

Momo berjalan mendekati kolam renang yang ada dihalaman belakang rumah Syaren. Matanya melirik kearah satu meja yang berada di pojok. Sebelum itu ia menghampiri meja itu untuk mengambil benda runcing yang ada disana. Dipegangnya benda itu. Kedua matanya mulai panas. Ia lanjutkan langkahnya, kemudian gadis itu berhenti setelah berada disamping kolam renang.

"Siapa pun, bantu aku." Ucap Momo penuh ketakutan. Saat ini Momo merasakan ada sosok lain yang berada didalam tubuhnya. Momo mencoba menguasai dirinya sendiri namun tidak bisa.

"Gak ada yang bisa bantu lo! Gadis bodoh, buat apa lo hidup." Ucapnya lagi.

"Nggak. Gimana dengan sahabat-sahabat aku. Gimana dengan orang-orang yang udah baik sama aku?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Dengan cara ini mungkin lo lebih tenang, bukan lebih tepatnya akan."

Momo menatap tajam genangan air. Ia tersenyum licik kemudian tertawa. Pandangannya ke arah benda runcing tersebut. Tanpa sadar ternyata benda runcing tersebut telah meng-iris pergelangan tangannya. Momo langsung menjatuhkan dirinya kedalam kolam renang tersebut.

"MOMO!!"

***

Dengan kecepatan yang tinggi Ina mengendarai mobil sport merah nya yang sudah lama tidak ia gunakan. Kesal dengan bunda nya karena tiba-tiba saja menyuruhnya untuk melihat kondisi Momo sekaligus menemani gadis itu check up ke dokter. Tapi sekali-kali ia juga memikirkan apa yang sudah dikhawatirkan oleh bundanya. Ya memang tadi sebelum Ina disuruh bundanya berangkat untuk menuju kerumah orang tua Syaren. Bunda nya sempat uring-uringan mengkhawatirkan Momo. Perasaannya tidak enak dengan anak gadis itu. Ina pun jadi kepikiran juga dengan Momo. Dan pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi melihat kondisi sahabatnya itu.

Sampai di depan gerbang rumah besar itu. Ina menekan klakson mobil nya isyarat berterima kasih kepada pak satpam. Kemudian setelah sampai dihalaman rumah Momo. Ia turun dari mobil dan masuk kedalam rumah besar itu.

"Tante," ucap Ina kepada Mamah dari almh. Syaren. Ia menyalimi wanita paruh baya tersebut. "Ina kedalam ya tan," kata Ina kemudian diberi anggukan oleh Luna.

Tanpa berlama-lama Ina pun segera memasuki kamar milik Momo namun tidak ada seseorang pun didalamnya. Ia mulai khawatir dengan keberadaan gadis tersebut. Ia mencari di sekitar ruangan yang ada dirumah ini namun tak ada. Dan tiba-tiba saja Ina mendengar ada suara di halaman belakang tepatnya kolam renang.

"MOMO!!" Teriak Ina sekencang-kencangnya. Ia sangat terkejut ketika melihat gadis itu sudah berada didalam kolam renang dengan darah yang mulai mencar ke segala arah. Ina langsung berlari untuk melihat Momo dan membawanya naik ke darat. Ina membawa Momo kedalam pangkuannya. Ia mengusap wajah dan rambut hitam tersebut.

Ina merobek bajunya untuk mengikat pergelangan tangan milik Momo. Namun sepertinya sia-sia ia melakukan itu. Gadis ini sepertinya kehabisan banyak darah. Air mata sudah membasahi pipinya. Ia menggertakkan gigi nya. Menangis sejadinya. Ina telat. Sangat telat sekali. Kalau saja ia datang lebih awal pasti gadis ini tidak akan seperti ini.

Mulut Ina rasanya sangat susah sekali untuk meminta tolong kepada orang rumah. Kalaupun ia meminta tolong untuk apa? Gadis yang dipangkunya ini sudah tidak ada. Senyum. Hanya senyum yang ditinggalkan Momo.

"Lo bahagia Mo ngelakuin ini semua?" Tanya Ina dengan kepala tertunduk. Setetes air matanya mengenai wajah milik Momo.

"Hiks. Gimana dengan gue Mo?" Ina langsung memeluk jasad Momo yang mulai kaku. Menangis. Hanya itu yang saat ini ia lakukan. Sakit, perih, hancur. Hanya itu yang sekarang ia rasakan, bukan hanya sekarang mungkin hari-hari esok ia akan mengalami perasaan yang sama karena telah ditinggalkan oleh sahabat terdekatnya.

ARGHHH!!!


SyarenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang