Bab 8

36 12 0
                                    

Jangan pernah mengeluh. Matahari hidup lebih lama dari kita. Namun ia, tetap saja terbit dari timur dan tenggelam ke barat, setiap hari.

***


"Catatan Tim Regan"

Keheningan malam mencekik, Regan sudah tak tahan lagi. Ia mengumpat pelan, lalu berkata pada Catrina, sang pembawa senter.

"Cat, gue ada panggilan alam nih. Lo jagain Drey di sini ya. Jangan kemana-mana." Regan langsung berlari kecil menjauhi area Catrina dan Andrea. Mencari semak-semak, padahal Catrina belum sempat membalas perkataanya.

Catrina memutuskan untuk duduk, toh ya, pakaiannya sejak tadi sudah kotor, "Drey, duduk sini. Lo nggak capek?" tawarnya ramah pada Andrea. Ia mendongak.

"Nggak ah, kotor. Gue alergi." jawab Andrea ketus. Ia berkali-kali mengusap tangan dan kakinya yang digigit nyamuk. Catrina mendengus. Nah, kan. Apa katanya. Andrea bukan seperti yang dia kira. Anak manja tetap akan menjadi anak manja. Tidak bisa berubah! Mau dipaksa dengan segala cara pun tetap sama. Jadi, selanjutnya. Sampai Regan kembali diantara mereka, Catrina mendiamkan Andrea.

"Udah, ayok jalan lagi." ajak Regan, menoleh pada Andrea, lalu menggandeng lengan gadis itu, menuntunnya berjalan seperti anak TK. Sementara Catrina? Dia masih terduduk, diacuhkan. Padahal dia yang paling sabar di sini. Kesabarannya memang sedang di uji. Dalam hati, dia mengumpat sebelum bangkit dan mengikuti dua sejoli yang sedang dimabuk cinta monyet itu. Cih, menyebalkan. Kalau ada Noah di sini, dia yakin. Kekasihnya itu akan memperlakukannya seperti biasa. Noah tidak mau Catrinanya terlalu bergantung padanya. Dia mau Catrina menjadi gadis mandiri. Dan Catrina amat sangat paham akan hal itu.

"Lo nggak capek, Drey? Kalau lo capek, bisa gue gendong kok. Tenang aja." tawar Regan. Di belakang, Catrina mencebikkan bibirnya. Muak!

"Nggak usah Re. Gue masih kuat kok." Andrea tersenyum malu-malu. Regan mengacak rambutnya pelan. Di malam hari dengan cuaca segelap ini, Catrina masih bisa melihat rona di pipi Andrea.

"Kalau cuma mau pacaran, kenapa nggak di tenda aja yang sepi?" Catrina berteriak sambil lalu melewati Regan dan Andrea, "Niat nggak sih ini mainnya? Kalau nggak, ya balik aja ayo!" Catrina berbalik arah, kembali menuju lokasi camping. Regan menggemeletukkan giginya. Geram, tapi mengingat disampingnya ada Andrea, dia diam.

"Drey? Nggak usah dilanjutin nggak apa kan? Kita balik ke tenda." Regan menoleh pada Andrea. Gadis itu hanya mengangguk menyetujui. Mereka berdua berjalan mengekori Catrina dalam jarak sepuluh meter. Kewalahan karena Catrina berjalan seolah sedang dikejar harimau. Apalagi Regan sedang bersama Andrea, si gadis feminim yang nggak kenal hutan belantara. Regan harus berkali-kali berhenti hanya untuk memastikan Andrea ada di belakangnya. Jalan setapak itu sempit, harus dilalui satu-satu. Mereka bertiga berjalan membelah malam, bertolak belakang dengan Tim Noah yang masih bersemangat mencari harta karun.

"Maaf ya Re. Gara-gara gue, kita jadi nggak bisa melanjutkan perjalanan buat cari harta karun itu." ucap Andrea, memecah keheningan yang sedari tadi tercipta antara mereka bertiga.

"Bukan salah lo kok. Cewek itu aja yang sewot, iri sama kita." Regan bersuara membalas ucapan Andrea. Suara baritonnya terdengar sampai ke telinga Catrina.

"Siapa yang lo bilang iri, bangsat?" Catrina diam di tempat, memaksa Andrea san Regan untuk melakukan hal yang sama. Regan mendecak, "Lo lagi pms ya?"

"Kalau iya kenapa?" Catrina berbalik, tepat berhadapan dengan Regan yang tingginya sejengkal dari kepalanya.  Matanya menatap datar dan tajam pada manik mata Regan yang kelam. Kedua pandangan itu bertabrakan. Saling menantang. Senyum miring muncul di bibir Regan.

"Pantesan." ucapnya.

"Apa? Lo mau bilang gue sensian gitu? Ngomong aja! Yang keras! Biar noh, monyet! Kembaran lo! Bisa denger ucapan lo dan nertawain lo karena lo nggak pernah ngaca!" terpancing sudah amarah Catrina. Matanya berkilat tajam, wajahnya merah padam. Di kedua sisi, tangannya terkepal sempurna. Siap melayangkan tamparan dan pukulan untuk Regan.

Regan bergeming, ia masih mempertahankan kontak matanya pada Catrina, "Lo gila." ucapnya pelan, sambil kakinya melangkah maju, mendorong bahu Catrina, menberi jalan baginya dan Andrea untuk lewat. Catrina mendengus keras, "Lo brengsek." lalu dia ikut berbalik dan melanjutkan perjalanan menuju tenda.

***

Catatan Tim Noah

Malam kian larut, tapi kelam dan dinginnya tidak bisa menghentikan tekad tiga remaja beda pribadi itu. Mereka tetap berjalan, menerobos ilalang, terkadang berhenti sejenak, istirahat setelah bermenit-menit berjalan tanpa henti, hingga akhirnya mereka tiba di puncak gunung. Cekungan kawah menyambut mereka.

Noah berseru senang, "YEAH! AKHIRNYA KITA SAMPAI DI SINI!"

ia beranjak dari tempat berdirinya, mendekat ke arah Elena dan Faya, hendak memeluk kedua gadis yang sedang terengah-engah itu sebelum pelototan Elena dan kuda-kuda Faya menghentikannya.

Oh, ya, jangan lupakan fakta bahwa Faya adalah pemegang sabuk hitam karate.

"Macem-macem gue tendang lo!" ancam Faya. Noah meringis, lalu kembali berdiri kalem, "Aduh aduh, galaknya mbak Faya. Masa nggak mau dipeluk sama cowok yang gantengnya kayak bidadara kayangan ini?" Noah memasang tampang yang dimanis-maniskan. Elena mengerutkan hidung jijik.

"Jijik banget gue liat lo." cela Elena sambil memastikan sekeliling mereka aman. Noah mengerucutkan bibirnya. Astaga! Tidak tahukah cowok itu bahwa Elena dan Faya kelelahan? Kekurangan air dan kehausan? Kaki mereka berdua seperti mati rasa karena Noah memaksa mereka untuk cepat. Napas mereka seperti hampir putus karena dipaksa mendaki gunung dengan cepat, dengan jalan licin dan rumput liar yang membuat kaki mereka gatal. Malam hari pula!

"By the way, Tim Regan kok nggak sampai-sampai ya? Apa mereka tersesat?" Elena membungkukkan badan, melihat ke bawah, hutan terbentang luas, dipenuhi pepohonan lebat yang tumbuh acak. Rapat dan gelap, dia tidak bisa mengintip kedalaman hutan itu.

"Eh, jangan dong. Nanti kalau Catrina kenapa-napa gimana? Kalau Regan sih gue ikhlas dimakan harimau atau setan di hutan ini." cerocos Noah.

"Emang di sini ada harimau, Ya?" Elena melirik ke arah Faya yang terduduk memandangi kawah. Menatap pada satu titik di tengah kawah belerang itu. Sebuah gubug, tidak. Lebih kecil lagi. Seperti rumah burung yang biasa ditemukan di tengah-tengah persawahan, rumah untuk burung hantu agar burung 180° itu menangkapi tikus.

"Nggak. Nggak ada harimau di sini. Kecuali kalau petugas suaka lalai dalam menjalankan tugasnya buat nangkap semua hewan liar di sini buat dipindahin ke hutan sebelah. Ini hutan lindung khusus buat mamalia dan pohon,El." jelas Faya. Sementara Noah menghembuskan napas lega, Faya masih terpaku pada gubug itu.

"Petunjuk kedua menanti kita teman-teman." Faya menunjuk gubug itu, Elena dan Noah serta merta mengikuti arah telunjuk Faya. Noah menyeringai, Elena tersenyum sumringah, dan Faya menatapnya datar.

***

Halo

Jangan lupa vote dan komen
Peninggalkan kalian sangat berharga buat author.

Happy reading

By the way, siapa yang tahu apa isi gubug itu?

Kalau ada yang sampai tahu dan bener, author update part selanjutnya saat itu juga:)

Keep practise
Make perfect:)

Past, Please! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang