Happy reading:)
Saat tenggelam dalam duka, seringkali orang yang benar-benar peduli pada kita, datang lalu menghibur. Tapi kita begitu buta, terlalu tenggelam dalam kesedihan.
...
Jangan menyesal.
oOo
Jika Elena bisa, ia ingin dilahirkan di pulau permen kapas saja, seperti impiannya sejak kecil. Sejak seorang anak laki-laki memberinya sebuah permen kapas saat ia tersesat sendirian diantara keramaian di pasar malam. Sejak ia tahu bahwa hanya dengan permen kapas ia bisa kembali tersenyum tenang dan bisa kembaki ke pelukan ayah ibunya. Bukan, bukan berkat permen kapas itu, tapi anak laki-laki itu. Anak laki-laki yang menenangkannya agar dia tidak menangis lagi. Anak laki-laki yang membantunya mencari ayah ibunya. Anak yang mencuri cinta pertamanya. Namun, sayang. Sampai sekarang Elena tidak pernah menemukan anak laki-laki itu. Oleh karena itu, sebagai rasa terimakasih, maka kesukaannya akan permen kapas adalah balasannya. Anak itu akan dikenal Elena sebagai permen kapasnya, penenangnya, penolongnya. Pahlawannya.
----oOo----
Elena masih menggelung diri dalam selimut di kamarnya. Masih saja sesenggukan tidak berdaya walaupun kakaknya selalu setia menenangkannya sepanjang malam di sampingnya. Ini berlebihan, sumpah. Tapi, bayangkan rasanya jika. Selama ini kamu memendam perasaanmu, tanpa ada orang yang tahu. Tanpa ada tempat membuang keluh kesah. Dan balasannya apa sekarang? Ditinggal dating sama doi? Cih, takdir memang terkadang sangat mengerikan.
"Dek, udah deh nangisnya." Elena masih bergeming di balik selimutnya.
"Udah, kakak pergi aja." suara serak khas baru habis menangisnya mengerikan. Bahkan, Satria sampai mengerutkan keningnya.
"Ini beneran adek gue kan? Gue nggak salah bawa orang pulang kan?"
"Kakak!" Elena bangkit. Wajahnya mengerikan. Bengkak di matanya tampak seperti mata itu baru saja ditonjok orang. Hitam di bawah matanya seperti ia baru saja tidak sengaja menumpahkan eyeliner di sana. Hidungnya memerah seperti tomat. Bibirnya lain lagi, pucat seperti mayat.
"Dek, makan gih. Kamu belum makan dari tadi siang tahu." maaf, tapi Elena sungguh tidak sedang mood untuk menelan makanan. Ia sedang patah hati. Jadi, ia menggeleng tegas walaupun rasanya dunianya sekarang sedang berputar. Kepalanya pusing.
"Tuh kan, penyakit kamu kambuh. Dibilangin juga. Oke, kalau kamu nggak mau makan, se-enggaknya minum susu, mau ya?" Kakaknya menatapnya memelas.
Satria rela begadang demi adiknya. Dan itu akhirnya membuat Elena luluh dan mengangguk pelan. Melihat itu, Satria bergegas ke dapur membuatkan adiknya susu hangat sebelum Elena berubah pikiran.
Gadis itu masih merenung, lalu memandang sesuatu di atas nakasnya. Dua buah stik permen kapas. Ia beranjak untuk mengambilnya. Saat gulungan kapas yang masih terbungkus plastik itu berada dalam pelukannya, ingatannya melayang.
"Hai apa kabar? Makasih udah nolong gue dulu. Ih, nggak adil, padahal gue belum bilang makasih sama lo. Makasih permen kapasnya. Makasih udah mau jadi penyelamat gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Please! (COMPLETED)
Teen FictionApa yang mampu seseorang sembunyikan di masa lalu? *** Dia Elena, gadis sederhana yang mencari bahagia. Hadirnya adalah senja. Kadang datang memberi bahagia. Lalu kadang pergi membawa luka. Ada banyak yang disembunyikannya di balik lakunya yang ten...