Bab 29

21 4 0
                                    

Till i die, i was a dreamer
No matter how you throw me away
I will back
With my new power
And life

***

Bandara Soekarno-Hatta pukul 10.00 waktu setempat

Tentu saja mereka terkejut. Bandara adalah hal yang paling tak mereka duga sebagai tempat tujuan.

Luar negara ya? Terlihat hebat. Seruan-seruan dan pekik para gadis terdengar saat nama Amsterdam tertulis sebagai tujuan pendaratan mereka di pesawat.

Amsterdam adalah impian. Kota tak terduga yang akan menjadi tempat mereka merilekskan pikiran mereka selama beberapa hari nanti.

Apalagi saat mereka searching dan tahu fakta bahwa di Amsterdam sekarang sedang musim dingin.

Menurut rumor, musim dingin di Amsterdam asalah yang terbaik dari yang terbaik. Salju, kanal-kanal yang membeku. Ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan!

Rombongan besar mereka ternyata di bagi menjadi 3 season. Yang pertama, berangkat hari ini. Yang kedua, besok. Yang ketiga, lusa.

Kelas Elena, mendapat kesempatan untuk berangkat dan menjadi rombongan pertama, bersama 2 kelas lainnya.

Dalam pesawat, mereka berpikir-pikir. Bukankah biaya pesawat sangat mahal? Bagaimana sekolah bisa membayar biaya pesawat semua murid kelas 11?

Ternyata, kunjungan wisata ini telah jauh-jauh hari di sosialisasikan kepada orang tua masing-masing. Tentu saja tanpa sepengetahuan murid.

Perjalanan pesawat selama kurang lebih 18 jam itu begitu membosankan. Elena dan Faya sampai frustasi dan begitu bosan. Mereka berdua hanya tidur, bangun untuk ke toilet atau makan.

Namun, begitu mereka sampai di bandara Schiphol, wajah mereka berubah menjadi berseri-seri. Udara yang sedikit dingin menyapa mereka. Suhu disana berkisar antara 15° sampai 20° dan sungguh, bagi orang daerah tropis, suhu itu termasuk dingin.

Elena mengusap hidungnya yang mulai menyesuaikan, rasanya aneh dan gatal. Tapi ini seru sekali. Hawa dingin yang menyapa kulit langsatnya. Membuat bulu disana meremang. Serta suasana seperti ruangan ber-AC.

Faya beda lagi. Ia sepertinya mengalami jetlag ringan. Rasanya seperti mual, katanya pada Elena. Badannya merinding dan bergetar. Ia duduk menunggu di kursi bandara, hingga Elena datang sambil membawa air mineral dan obat masuk angin.

"Minum dulu Ya," Elena menyodorkan botol air kemasan yang lalu ditenggak Faya rakus. Tenggorokannya kering.

Elena duduk di sebelahnya, mengelus pundaknya pelan. Setelah meminum obatnya, Faya tertidur di bahu Elena.

Bus yang menjemput mereka sangatlah lama. Elena sampai mengantuk. Ia duduk terkantuk-kantuk hingga seorang laki-laki menghampirinya.

Delvan.

"Faya kenapa?"

"Biasa, jetlag."

"Hn. Lo dicariin Regan tuh. Biar gue yang nggantiin bahu lo."

Elena menatap Delvan jengah, "Kalau mau sama Faya nggak usah cari alasan biar gue pergi. Nih," Elena mengangkat kepala Faya hati-hati, lalu mendorong Delvan agar duduk di bangku yang tadi digunakannya.

Past, Please! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang