"Malam ini bolehkah aku berlagu? Lagu yang penuh harap, lagu yang penuh ratap. Lagu yang ingin kulayangkan sampai langit surgawi"
----oOo----
Elena masuk ke kamar Faya. Dihempaskannya tubuhnya ke kasur Faya seolah kamar itu adalah kamarnya sendiri. Matanya memejam, menikmati suasana baru di rumah Faya. Jendela rumah Faya menghadap langsung ke sebuah danau kecil. Rumah sahabatnya itu memang terletak sedikit jauh dari area perkotaan. Masuk hutan sedikit dan terlihatlah kota kecil yang dihuni beberapa rumah.
"Ya, ke belakang yuk. Main bentar. Gue lagi suntuk nih." Faya melirik Elena sekilas, lantas berpikir yang langsung disuarakannya tanpa ragu-ragu.
"Lo ke sini cuma mau cari pelampiasan ya, El? Ada masalah apa? Cerita dong."
"Ya makanya ayo ke belakang. Kita dayung perahu, ya?" Elena bangkit, menarik tangan Faya tanpa perlawanan. Mereka bergerak ke sisi danau yang ada dermaga kecilnya. Di ujung dermaga, ada perahu dayung kecil yang mungkin sudah usang tapi tetap kuat.
"Ayo, naik. Gue yang dayung." Elena mendorong pelan tubuh Faya sampai sahabatnya itu duduk di dalam perahu. Lantas, Elena menyusul duduk di samping Faya. Ia bersiap memegang dayung sebelum sebuah suara menghentikannya.
"Ikut dong. Main kok nggak ngajak-ajak sih?" tanpa menunggu persetujuan dari Elena maupun Faya, sosok itu duduk di samping Elena. Jadi, sekarang mereka duduk berjejer di atas perahu kecil. Air beriak, perahu bergoyang pelan. Elena masih ternganga di tempatnya.
"Nih cowok kok ada di sini, Ya?" Elena menoleh ke arah Faya yang memasang wajah biasa saja.
"Lo lupa? Gue tetangga Faya. Noh rumah gue." cowok itu menunjuk rumah yang persis berada di samping rumah Faya.
"Gue nggak tanya lo goblok." Elena memberengut. Ia menatap Faya dengan tatapan seperti ingin memakan bulat-bulat temannya itu.
"I-iya, El. Gue lupa bilang sama lo kalau Regan itu tetangga gue." Faya menatap Elena serba salah.
"Oke, udah kan sesi perkenalannya? Ayo kita mendayung." ucap Regan, ia mengambil dayung yang berada di tangan Elena, mulai mendorong perahu untuk maju, menengah hingga ke tengah-tengah danau. Objek terbaik dan terfavorit bagi Elena. Mengesampingkan bahwa yang di sampingnya adalah Regan, Elena mulai terpana pada hijaunya air danau. Ia mulai memain-mainkan air danau sambil sesekali tertawa pelan.
"Andai tadi kita bawa pancing." ucap Elena. Regan tertawa, "Gue bawa kok. Nih, tiga biji. Udah gue siapin dari rumah." ucapnya sambil menyodorkan batang besi ke arah Faya dan Elena.
"Apaan nih?" Faya memegang benda itu kebungungan, pasalnya panjang benda itu hanya sekitar 30 cm, mana bisa buat mancing?
"Tarik yang ini, kailnya ada di dalam. Kalian pasang aja. Bisa kan?" Regan menarik ujung benda itu, serentak Faya dan Elena mengikutinya. Benda itu memanjang, dan membentuk sebuah pancing.
"Wow. Keren banget! Kok lo bisa punya ginian sih?" bibir Faya membulat.
"Lo lupa? Bapak gue kan mantan mancing mania."
"Eh, iya. Bapaknya Regan dulu terkenal banget lo, El. Beliau pinter banget kalau soal pancing-memancing. Bahkan, katanya, dia menggaet mamanya Regan tuh pakai kail." kata Faya antusias. Tapi wajah Faya seketika berubah riak.
"Maaf, ya Re. Udah ngingetin lo sama bapak lo."
Regan mendengus.
"Lo tahu banyak ya tentang bapak gue?"
"Ya iyalah. Bapak lo terkenal banget tahu. Nggak kayak bapak gue yang nggak ada keren-kerennya ituhh." Faya mengerling. Regan terkekeh. Mereka akrab karena sudah dari dulu mereka terkenal karena persahabatan sejati mereka. Alias, temenan suci, tanpa rasa suka satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Please! (COMPLETED)
Подростковая литератураApa yang mampu seseorang sembunyikan di masa lalu? *** Dia Elena, gadis sederhana yang mencari bahagia. Hadirnya adalah senja. Kadang datang memberi bahagia. Lalu kadang pergi membawa luka. Ada banyak yang disembunyikannya di balik lakunya yang ten...